17. Stuck In Reverse

1.4K 258 107
                                    

___________________________________________

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ



Tiga sisi bangunan di depan sana terdiri dari jendela-jendela berukuran besar. Pelayan berbaju resmi hilir mudik membawa nampan dan satu tangan lainnya diletakkan di belakang. Dari sini, dari kejauhan Azizi duduk di bangku besi hitam, kandelar lilin yang elegan memancarkan sinar kuning yang hangat. Tiap mejanya, dua sejoli sibuk bersantap ria sambil sesekali tertawa menatap pasangan mereka.

"Kenapa enggak mau makan di sana?" Azizi memalingkan wajah pada wanita yang duduk di sampingnya, memangku tas dengan brand yang Azizi sendiri tak tahu sama sekali.

"Mahal."

"Aku enggak menyuruhmu membayar."

"Tetap mahal."

"Aku ada uangnya kok."

"Harganya enggak akan turun sedikitpun kalau kamu membayar sekalipun."

"Seenggaknya, uangmu utuh 'kan?"

Ashel tertawa.

Mereka kembali berkencan, bertemu dan berjanji melakukan makan malam. Tidak ada rencana makan di mana, sampai Ashel memberi ide untuk makan di pinggir jalan, di angkringan sambil duduk lesehan. Tak memedulikan setelan rapi Azizi, tak memedulikan pakaiannya sendiri. Satu porsi satu keong, dua porsi sate kikil, dan dua porsi nasi bakar mereka habiskan dengan sesekali canda dan tawa.

"Jangan terlalu menekan diri sendiri. Kamu butuh makan enak juga."

"Mungkin kebiasaan?" Ashel menoleh sebentar, sebelum kembali menggerakkan kepalanya dan menatap ke depan.

"Kamu jor-joran kepada Cathleen, tapi, enggak mau memberi self-reward kepada diri sendiri."

"Aku menyebutnya prioritas, Azizi."

"Betul. Aku juga melakukannya. Tapi, apakah kamu tahu, kalau... orang tua yang baik adalah orang tua yang bahagia?"

"Jadi... aku bukan orang tua yang baik?"

"Poinku bukan itu."

Ashel kembali tertawa. "Aku ngerti poinnya apa."

"Terlalu jauh ya? Dari cuma nawarin makan di Resto Pranciss, malah ke mana-mana."

"Aku selalu merasa enggak sempurna jadi orang tua. Makanya, selama ini, aku mau yang terbaik untuk dia. Zi... sekarang ini, kami hanya mempunyai satu sama lain untuk hidup. Aku harus pastikan, dia mendapatkan apa yang dia mau, apa yang dia cita-citakan dan apa yang dia impikan."

"Kamu sudah melakukannya kan?"

"Huum." Ashel mengangguk. "Lebih tepatnya, akan. Aku akan melakukannya."

"Kedengadaran enggak adil, ya?" Azizi tersenyum kecil. "Kamu selalu berusaha dengan keras, untuk anakmu. Kamu selalu sendirian. Kamu melakukannya sendirian. Bagaimana dengan orang itu sekarang? Apa kalian masih berhubungan?"

Ashel menggeleng. "Kami dulu berjanji untuk mengambil peran membesarkan Cathleen. Aku jaga semuanya dengan baik-baik, dia yang menyediakan kebutuhannya dengan baik. Sampai akhirnya, janji itu hanya bisa aku tepati sendirian."

"Dia pergi?"

"Dia enggak pergi. Dia hanya memilih jalan yang tepat."

"Dia enggak bertanggung jawab." Azizi menggeleng.

"Menikahiku, maksudmu?"

"Y-ya."

Ashel kembali tertawa. Dalam tawa, tak tahu berapa luka di dalamnya. Sampai suara tawa itu terdengar perih menusuk telinga. "Aku enggak hidup di zaman abad pertengahan."

Somewhere Far AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang