7. 25 Agustus

1.8K 247 74
                                        

___________________________________________

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ


Ada sebuah perdebatan panjang sebelum tidur. Gracie suka tidur dalam keadaan AC yang dingin dan lampu yang dimatikan, sementara Michie adalah kebalikan dari sang kakak. Michie suka tidur dengan lampu yang menyala dan AC yang suhunya tak dingin. Ada lagi yang paling ajaib, mereka berdua tidak suka di tengah, karena mereka tak pernah tidur di tengah katanya. Mereka punya kamar sendiri-sendiri.

Apakah boleh Marsha berteriak?

Kalau sebenarnya, Marsha tak suka tidur dengan siapapun. Ia lebih suka tidur sendirian, karena rumah ini sudah dirancang sedemikian rupa agar benar-benar jadi tempat pulang Marsha yang sebetul-betulnya. Tapi, apa yang bisa ia perbuat selain mengalah dan berakhir merebahkan tubuhnya di tengah-tengah dua bocah yang badannya sudah panjang. Sehingga kaki mereka dalam beberapa tahun lagi akan sejajar.

Gracie dan Michie memunggunginya, sementara Marsha terlentang dengan tatapan ke atas, ke dinding kamar yang lampunya masih menyala. Rasanya sempit sekali harus tidur seperti ini, mengingatkannya pada masa-masa susah dahulu kala yang harus berbagi ruangan pengap dengan tiga orang manusia, tanpa AC, tanpa ventilasi yang bagus. Masa-masa tersulit di hidupnya.

"Michie udah tidur?" Tanya Marsha, bercicit kecil. Tak ada jawaban dari si bungsu, selain dengkuran kecil tanda bahwa ia sudah merajut rencana di alam mimpinya. "Kak? Udah tidur?" Tanya Marsha, menoleh ke arah Gracie.

"Udah..."

Marsha hampir menyemburkan tawanya barusan, mendengar suara Gracie yang tak kalah kecilnya.

"Kenapa enggak tidur? Enggak nyaman ya?"

"Aku enggak tidur jam sembilan, Ma."

Iya juga...

Sebenarnya, ide siapa mereka sudah berbaring di tempat tidur jam segini? Ah, iya, Michie tidak bisa tidur terlalu malam apalagi ia sudah kelelahan dengan kegiatannya di sekolah.

"Kakak tidur jam berapa biasanya?"

"Sengantuknya."

"Mau baca buku?"

"Enggak. Aku lagi berpikir."

"Berpikir apa?"

"Berpikir masa depan aku."

Marsha menyunggingkan senyum kecilnya. Apa ya yang dilakukannya di usia 12 tahun dahulu kala? Dulu, Marsha suka dengan warna abu-abu. Kamarnya bahkan dirancang dan didominasi dengan warna abu. Ia juga suka menjahit dan menyulam, ada beberapa boneka dari kain perca yang ia jahit sendiri kemudian dipajang di kamar.

Ia punya dua anjing di rumah, dinamai Tahu Gejrot dan Tahu Goreng, jangan tanyakan kenapa, Marsha memang sudah seajaib itu dari kecil. Ia juga aktif di dunia modeling dan sudah beberapa kali masuk televisi sebagai bintang iklan. Tapi, cita-citanya menjadi Dokter, Dokter Bedah, seperti sang Mama.

Ia juga dulu adalah korban kejahilan Jesse Raymond, kakaknya. Di usia yang sama, Marsha juga baru tahu, jika nama Roxanne yang diberikan oleh sang Papa, terinspirasi dari lagu berjudul Roxanne milik The Police, yang ketika dewasa Marsha tahu jika makna dalam lagu itu betulan di luar nalarnya. Tapi, menurutnya, nama Roxanne itu keren dan terdengar Baddas, makanya ketika ia beranjak remaja, ia tetap membawa nama panggung Roxanne dibanding Lenathea.

"Memangnya apa yang kamu pikirkan?"

Gracie terdiam, cukup lama. "Banyak."

"Banyak?"

Somewhere Far AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang