26 (menyiksa musuh)

885 67 6
                                    

Edward membawa karung besar berisi seorang manusia. Ketika tiba di depan markas ia memberikannya kepada salah satu pengawal disana. Rimba terkekeh melihat Edward sedikit mengatur nafasnya. Mereka berada di markas milik Stevan.

"Om udah tua tuh! Makanya olahraga dong!" ledek Rimba.

"Mana sempat, ayahmu saja memberiku tugas tiada henti," gerutu Edward.

"Aku sering mengajakmu gym selalu kau tolak," ujar Stevan.

"Aku malas. Waktu libur lebih baik tidur saja," sahut Edward.

"Minggu ini ke gym yuk, Om!" ajak Rimba.

"Tidak. Om akan pergi mengajak keluarga Om untuk kumpul keluarga menjelang natal," tolak Edward.

"Ke rumah mertua kau?" tanya Stevan.

"Begitulah," jawab Edward.

"Kita natalan dimana, papa?" tanya Rimba kepada ayahnya.

"Entahlah. Papa mau tetap disini saja sepertinya," jawab Stevan.

"Libur keluarga saja yuk!" ajak Rimba.

"Kamu dan adek saja belum bagi rapot," ujar Stevan.

"Besok aku bagi rapot," ujar Rimba.

Stevan merangkul pundak Rimba. Pasanvan ayah dan anak ini masuk ke dalam markas milik Stevan. Tentu saja, mereka memakai topeng agar identitas tidak diketahui oleh anak buah Stevan.

Di dalam semua orang kompak membungkukkan badan kepada Stevan dan Rimba. Rimba lebih tinggi daripada kedua pria dewasa. Ketika dulu Rimba memang pendek, namun sekarang dia mengejar tinggi kakak dan ayahnya.

Sang pria dalam karung yang dibawa oleh Edward sebelumnya telah tiba di ruangan penyiksaan. Rimba tersenyum ia menghampiri pria itu. Ia membuka penutup mata serta menarik lakban yang menutupi mulut dia dengan sekali tarik.

Suara teriakan sang pria dibungkam oleh Rimba menggunakan kaos kaki di ruangan ini. "Jangan bersuara dulu. Aku akan membuatmu tidak akan berbicara apapun ke depannya," ujar Rimba.

Stevan menepuk pundak Rimba. "Lakukan eksekusi dengan segera," ujar Stevan.

"Laksanakan," ujar Rimba.

Rimba menarik lidah sang korban dengan santai dia memotong lidahnya. Sang korban menangis karena merasakan rasa sakit. Tidak bisa berteriak akibat Rimba lebih dulu memutuskan lidahnya.

"Kita mulai operasi dulu. Aku ingin memotong bagian tubuhmu menjadi beberapa bagian," ujar Rimba.

"Ambil jantung, hati, dua ginjal, paru-paru, dan kedua matanya dulu," ujar Stevan.

"Namun aku lebih suka membuat dia cacat seumur hidup," ujar Rimba.

"Lha papa tidak bisa mendapatkan organ dong," ujar Stevan.

"Ayolah penjualan organ milik papa sudah mulai dicurigai oleh pihak kepolisian," ujar Rimba.

"Mengenai polisi bisa papa atasi. Asal papa bisa menangkap seorang koruptor, para petinggi kepolisian akan menutup mata tentang tindakan melarang hukum papa," sahut Stevan.

"Sangat lucu sekali negara ini. Uang mengalahkan rasa keadilan," kekeh Rimba.

"Orang yang siksa saja merupakan salah satu orang cukup menjijikan," ujar Stevan.

"Sebutkan kejahatan dia apa saja," ujar Rimba.

"Dia ayah yang tidak bertanggung jawab terhadap istri serta anak-anaknya, ia juga memperkosa anak perempuan sejak anaknya berusia dua tahun hingga saat ini, sering menganiaya anak serta istrinya, berutang sana sini, dan istrinya yang melunasi hutangnya," ujar Stevan.

RimbaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang