22 (membujuk rimba)

1.1K 89 6
                                    

Dua bulan Rimba tidak berbicara kepada Stevan. Selama pengobatan pun Rimba lebih baik menurut tidak banyak membantah. Sumpah Stevan sangat frustasi akan keterdiaman Rimba selama dua bulan ini.

Ia tidak masalah Rimba melakukan perbuatan apapun di rumah dibandingkan diam saja. Sekarang saja saat Stevan pulang ke rumah sang putra kedua memilih pergi dari hadapan Stevan.

Argo dan Fano memperhatikan saja bagaimana wajah ayahnya. Fano berdiri lantas menghampiri ayahnya. Stevan menggendong Fano ia mencium sang bungsu.

"Kakak sama papa kenapa marahan?" tanya Fano.

"Papa bohongin kakak. Jadi dia marah deh," jawab Stevan.

"Kemarin adek lihat kakak berbicara saat tidur tahu," ujar Fano.

"Bicara apa nak?" tanya Stevan.

"Seingat adek kalau mama mengajak kakak untuk ke dunia mama. Adek tidak paham maksud ucapan kakak," ujar Fano.

"Kakak mengeluh sakit tidak kepada adek?" tanya Stevan.

"Kurang tahu. Soalnya kakak sering minta peluk abang saja," jawab Fano.

"Rimba bagaimana, bang?" tanya Stevan kepada Argo.

"Menurut Rimba ada sedikit rasa nyeri saja. Aku diminta mengelus dadanya, Dan," jawab Argo.

"Kakak sakit apa sih?" tanya Fano.

"Paru-paru kakak ada bakteri jahat. Kakak perlu berobat agar bakteri jahat itu keluar dari tubuh kakak," jawab Stevan.

"Abang memang bakteri bisa sampai paru-paru?" tanya Fano kepada abangnya.

"Bisa dek," jawab Argo.

Di kamar Rimba pemuda itu tengah diam memperhatikan sebuah film. Ia memperhatikan dalam diam setiap adegan kematian yang terjadi dalam film tersebut.

"Kurasa film ini bukan horor, namun suatu film tragedi saja. Tidak ada seorang pun manusia yang bisa memprediksi kematian seseorang," komentar Rimba.

Rimba tengah menonton film final destination film yang menceritakan tentang sekelompok orang yang berusaha untuk menghindari takdir kematian. Rimba menonton seri pertama film tersebut. Selesai menonton film itu Rimba mencari film lain.

Mendengar langkah kaki mendekat dengan sigap Rimba langsung berdiri. Ternyata ada sang ayah dengan senyuman lebar. Rimba kembali duduk, dan memilih menonton film secara acak.

Tangan besar akan mengelus rambut Rimba ditepis oleh sang putra. Jujur Rimba memang menolak setiap sentuhan dari Stevan. Remaja itu masih marah terhadap ayahnya sendiri.

"Papa minta maaf nak," ujar Stevan.

Tidak ada balasan dari Rimba sama sekali. Rimba fokus terhadap film yang dia tonton. Stevan menghela nafas kasar mendapati sikap acuh dari sang putra.

"Papa bolehkan kamu sekolah. Asal kamu tidak marah sama papa lagi," ujar Stevan.

"Okey," jawab Rimba.

Stevan tersenyum mendengar suara serak dari Rimba. Pria dewasa itu memeluk erat tubuh Rimba. Tidak ada penolakan dari Rimba sama sekali.

"Nak anterin papa yuk!" ajak Stevan.

"Kemana?" tanya Rimba.

"Ada seorang koruptor yang perlu dihabisin," jawab Stevan.

"Aku ikutan menyiksa dia," ujar Rimba.

"Boleh saja," ujar Stevan.

"Paru-paru akan kembali normal lagi?" tanya Rimba.

"Papa yakin kamu akan berhasil melawan penyakit itu," jawab Stevan.

RimbaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang