Sejauh mata memandang hanya warna putih saja. Seorang pemuda heran tentang peristiwa yang menimpa dirinya. Perasaan dia berada di kamar tengah meminum obat untuk menenangkan dirinya.
"Obat penenang itu ternyata begini efeknya," ujar Rimba.
Sebelum tidur Rimba mengonsumsi obat penenang dikarenakan belakang ini dia kurang nyaman saat tidur. Dia bertopang dagu memperhatikan keadaan sekitar.
Tidak ada apapun disini. Rimba sangat nyaman berada di tempat ini. Di luar Rimba terlihat baik-baik saja, dia selama ini menyembunyikan hal besar dari sang ayah.
"Aku rindu mama," ujar Rimba.
Sebaik apapun sosok ayah. Ada kalanya Rimba membutuhkan pelukan hangat dari sang ibu. Kehilangan figur ibu memang berdampak lumayan buruk bagi Rimba. Dulu dia hanyalah anak kecil berusia sembilan tahun yang tidak mengerti apapun masalah orang dewasa.
Perlahan dia mulai menerima kematian sang ibu. Rimba rasa lebih baik menjadi orang biasa saja. Dia lumayan muak untuk membunuh orang lain.
Rimba juga rasa bahwa antara ayah dan abang memiliki rahasia besar. Untuk sejenak Rimba merasa marah akan tindakan mereka berdua. Namun tidak ada hak Rimba untuk marah.
Tangan besar Rimba menyentuh rongga dada miliknya. "Pemeriksaan kemarin mengatakan bahwa ada kerusakan di paru-paruku. Bukan masalah bagiku. Mungkin karena aku bandel kecanduan merokok," ujar Rimba santai.
"Rimba!" panggil seseorang.
Mendengar ada yang memangil tubuh Rimba berbalik. Ada tatapan wanita yang dia rindukan. Jauh di lubuk hati Rimba ia ingin sekali berlari untuk memeluk tubuh sang ibu.
"Mama. Jangan bawa aku pergi dulu," ujar Rimba.
"Rimba tidak ingin berbicara dengan mama sebentar saja?" tanya sang ibu.
"Tidak bisa. Aku akan kembali saja," jawab Rimba.
Sebuah tarikan dari belakang menghentikan Rimba untuk melangkah. "Mama merindukan kamu. Kita bercerita banyak hal dulu," ujar Lusi.
"Baiklah. Rimba lelah ingin beristirahat sejenak," ujar Rimba.
Pemuda itu setuju akan ajakan sang ibu. Rimba menurut saat sang ibu menarik dia menjauh. Di dunia lain ada kepanikan terjadi di kediaman Jovetic. Sang tuan muda kedua ditemukan tidak sadarkan diri. Di tangan ia ada sebuah pil obat.
Stevan menggendong sang putra untuk segera pergi ke rumah sakit. Situasi kalut ini dimengerti oleh Edward. Ia mengambil kunci mobil dari Argo. Dia akan menjadi supir untuk keselamatan bersama.
Dalam perjalanan Stevan berusaha untuk membangunkan sang putra. Dia sangat panik saat berusaha untuk mengecek Rimba sang anak ditemukan tidak sadarkan diri dengan sebagai obat di telapak tangannya.
"Rimba bangun!" pekik Stevan mengguncang tubuh Rimba.
Tidak ada respon sama sekali. Argo memeriksa denyut nadi sang adik. Wajah Argo memucat merasakan bahwa perlahan-lah denyut nadi Rimba mulai menghilang.
"Om buruan!" pekik Argo.
"Rimba! Buka kedua matamu! Papa tidak masalah menjadi bahan jahilmu setiap hari!" pekik Stevan menepuk pipi Rimba berulangkali.
Fano yang berada di kursi depan bersama Edward tidak paham. Dia pikir Rimba hanya tidur saja. Namun respon ayah dan abangnya tidak mengatakan hal tersebut. Ada suatu hal yang menimpa sang kakak pertama.
Tiba di rumah sakit Stevan berlari dengan cepat untuk segera menyelamatkan Rimba. Argo menggendong Fano. Anak itu memperhatikan wajah sang abang yang nampak sedih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rimba
Genel KurguRimba dan jovetic sosok anak tengah yang menjadi pelipur lara bagi keluarganya. Remaja yang setiap hari akan membuat sang ayah menghela nafas kasar akan segala tindakan nakalnya. "Aku suka membuat papa pusing." Rimba