48 (belajar toleransi)

348 43 40
                                    

Suara motor besar memasuki halaman rumah membuat Stevan menaruh tabnya di atas meja. Ia segera bangkit dan membuka pintu untuk memastikan apakah putra keduanya sudah pulang.

Benar saja, sosok Rimba berdiri di sana dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.

“Tumben pulangnya jam segini?” tanya Stevan heran.

“Aku ikut Bagas berburu takjil dan menemani dia sholat tarawih,” jawab Rimba santai.

Stevan hanya bisa menghela napas sebelum akhirnya menarik kedua pipi putranya. “Kamu ini dasar,” ujarnya dengan nada gemas.

Rimba tertawa kecil, lalu berkata, “Kakak mau tanya sesuatu deh sama Papa.”

Stevan tak langsung menjawab. Ia justru menggenggam tangan sang putra dan menuntunnya masuk ke dalam rumah.

“Kakak mandi dulu sana. Pakai air hangat, jangan lupa pakai minyak telon di perut setelah mandi biar hangat. Terus pakai hoodie sama celana training buat tidur malam ini,” ujar Stevan penuh perhatian.

“Baiklah,” sahut Rimba menurut.

Remaja berusia lima belas tahun itu berjalan menuju kamarnya. Sementara itu, Stevan hanya terkekeh melihat betapa menurutnya putranya kali ini. Yah, sekeras kepala apa pun Rimba, kalau sudah berhadapan dengan perintah sang ayah, dia tetap patuh.

Rimba mandi menggunakan air hangat. Selesai mandi, sebelum mengenakan pakaian, ia mengambil minyak telon dan mengoleskannya di perutnya. Setelah itu, ia mengenakan sweater dan celana training.

Ia memperhatikan penampilannya di depan cermin. Saat sedang asyik mengamati dirinya sendiri, suara pintu terbuka terdengar. Ternyata itu ayahnya, Stevan, yang masuk dengan membawa nampan berisi makanan.

“Kamu lucu sekali, Nak,” ujar Stevan sambil tersenyum melihat penampilan putra keduanya.

“Kamu lucu sekali, Nak,” ujar Stevan sambil tersenyum melihat penampilan putra keduanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Rimba)

“Kakak bingung cari hoodienya, jadi pilih ini saja,” jawab Rimba santai.

“Sini, makan dulu,” ujar Stevan sambil menepuk tempat di sebelahnya.

Rimba segera mendekat ke arah ayahnya dan membiarkan Stevan menyuapinya. Namun, ketika ia tengah fokus makan, tiba-tiba sosok anak kecil masuk ke dalam kamar. Dia adalah adiknya, Fano.

Karena tidak berhati-hati, Fano menabrak pintu kamar Rimba. Melihat itu, Rimba segera bangkit berdiri untuk membantu sang adik. Ternyata, benturan tadi membuat sebuah benjolan kecil muncul di kening Fano.

Melihat benjolan itu, Rimba malah tertawa, membuat Fano kesal karena merasa diledek oleh kakaknya.

“Kakak! Jangan ketawain adek!” kesal Fano.

“Habisnya kamu sendiri tidak berhati-hati sih,” ujar Rimba.

“Adek, ayo sini!” panggil Stevan.

RimbaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang