Disebabkan Rimba kemarin kena skors dari sekolah, ia memutuskan untuk memikirkan suatu rencana jahil untuk mengusir kebosanannya. Setelah beberapa saat merenung di kamarnya, akhirnya Rimba berhasil menemukan ide brilian yang membuatnya tersenyum lebar.
Tanpa menunggu lama, remaja berusia lima belas tahun itu langsung melompat dari atas kasurnya dan berlari keluar kamar. Langkahnya penuh semangat saat menuju dapur, tempat ia yakin bisa menemukan semua bahan yang dibutuhkan untuk melancarkan aksinya.
Setibanya di dapur, tangan besar Rimba langsung meraih sebungkus oreo baru dari kulkas. Ia kemudian duduk di kursi dengan santai, merancang rencana jahilnya. Sebelum memulai, Rimba mengambil mangkuk kosong dan sebatang pasta gigi dari kamar mandi.
Dengan hati-hati, Rimba membuka setiap keping oreo dan mengikis krim putih di dalamnya. Krim yang ia ambil dimasukkan ke dalam mangkuk, sementara sebagai gantinya, ia mengoleskan pasta gigi ke dalam oreo dengan cermat. Setiap keping disusun kembali dengan sempurna, seolah-olah tidak pernah disentuh sebelumnya.
Tak hanya satu bungkus, Rimba mengganti krim dari seluruh stok oreo yang ada di kulkas. Untungnya, aksi jahilnya tidak terekam CCTV karena kebetulan kamera di dapur sedang rusak akibat ulahnya sendiri beberapa hari lalu.
Setelah selesai mengganti semua krim, Rimba menutup kembali bungkus oreo menggunakan alat penyegel yang baru saja ia beli beberapa hari lalu. Alat itu kini terbukti sangat berguna untuk menutupi jejak kejahilannya.
Selesai dengan rencananya, Rimba menyusun kembali bungkus-bungkus oreo di dalam kulkas dengan rapi. Ia tersenyum puas melihat hasil kerjanya. Sisa krim asli dari oreo yang telah ia kumpulkan di mangkuk dicampur dengan jus jeruk dan ia makan dengan lahap, merasa bahwa hari itu sudah dimulai dengan sangat menyenangkan.
"Sekarang tinggal tunggu korban," gumam Rimba sambil menahan tawa, membayangkan reaksi orang-orang yang akan mencicipi oreo pasta giginya.
Tak lama, sosok Edward muncul di dapur. Tampang pria yang merupakan tangan kanan Stevan itu terlihat kesal, entah karena apa. Rimba yang sedang asyik menikmati campuran krim oreo dan jus jeruk hanya meliriknya sejenak, lalu kembali fokus pada makanannya.
"Stevan kemana?" tanya Edward tanpa basa-basi.
"Kayaknya pergi jemput adek," jawab Rimba santai.
"Abang lu masih kuliah?" lanjut Edward, mengangkat alis.
"Iya, belum pulang," jawab Rimba sambil mengaduk mangkuknya.
"Terus lu kenapa pagi-pagi begini masih di rumah?" Edward mulai curiga.
"Kena skorsing, jadi dilarang masuk sekolah," balas Rimba dengan nada tak peduli.
Edward mendengus. "Pantas saja."
"Om nggak ada misi?" tanya Rimba, mencoba mengalihkan topik.
"Stevan jarang kasih misi belakangan ini," jawab Edward sambil membuka kulkas.
"Papa aneh banget ya," komentar Rimba.
"Om udah nggak heran sama papa kamu," ujar Edward sambil memutar bola matanya.
Sambil terus ngobrol, Edward merogoh kulkas dan mengambil sebungkus oreo. Rimba melirik ke arah tangan Edward, dan matanya langsung berbinar melihat mangsa yang terjebak. Ia menahan senyum, menunggu reaksi Edward saat memakan biskuit yang sudah ia isi dengan pasta gigi.
Edward membuka bungkus oreo, mengambil satu keping, dan menggigitnya. Belum sempat kunyahannya selesai, wajah Edward langsung berubah. Ia dengan cepat meludah ke tempat lain, ekspresinya menunjukkan rasa jijik dan terkejut.
Edward menatap tajam ke arah Rimba yang sudah tertawa keras, tak bisa menahan kesenangannya.
"Hehehe, om kena prank!" seru Rimba sambil memegangi perutnya karena terlalu banyak tertawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rimba
General FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. Rimba dan jovetic sosok anak tengah yang menjadi pelipur lara bagi keluarganya. Remaja yang setiap hari akan membuat sang ayah menghela nafas kasar akan segala tindakan nakalny...