Arlan sekarang berada di rumah sakit, tepat pada malam hari dan di waktu yang sudah waktunya orang tidur. Arlan membuka pintu salah satu ruangan dan masuk kedalam, tidak lupa Arlan mengunci nya dan menutup jendela kecil di pintu dengan tirai berwarna hijau.
Sejenak, Arlan terdiam mematung di tempat melihat tubuh kaku Ryan. Matanya tiba-tiba memanas melihat kondisi Ryan, sekuat tenaga pria itu menahan isakan dengan cara menggigit bibirnya sendiri.
"Ryan, " panggil Arlan yang kini sudah berada di samping bangsal Ryan.
"Sebenarnya siapa yang berani melakukan ini padamu, hm? Kau tau, apapun yang sudah menjadi hak saya, saya tidak membiarkan seorang pun menyentuhnya. Termasuk kamu, Alegro Ryan Olin. " ucap Arlan sembari menatap Ryan.
"Dulu, saat kamu mendekati saya. Saya ingin menghisap darahmu, sepertinya rasanya sangat manis. Saya ingin mencobanya sedikit. " Arlan menarik lengan Ryan yang kaku dan bersiap menggigit tangan Ryan.
Namun suara Fazlan terdengar.
"Gak usah gila lo jadi orang! " peringat Fazlan.
"Saya mau mencobanya, Falan. " ucap Arlan dengan bahasa formalnya.
Oke, Fazlan paham sekarang. Bila sudah seperti ini, Arlan benar-benar menginginkannya.
"Gue gak ada hak buat larang lo, Lan. Tapi harus ingat batasan, dia anak orang. Setelah itu pergi dari sana sebelum terlewat dan pagi. Jam siang lo datang lagi, hari ini khusus lo. Gue bebasin lo full day hari ini sama Ryan. " ujar Fazlan membuat bibir Arlan terangkat.
"Baiklah." akhir Arlan dan langsung menggigit pergelangan tangan Ryan. Rasa manis dari darah Ryan, Arlan rasakan, pria itu sudah seperti menyedot susu karena sedikit rakus dan terburu-buru.
'Manis. ' batin Arlan setelah menjauhkan tangan Ryan dari bibirnya, lidahnya keluar dan membersihkan sisa darah di bibirnya.
"Darahmu sangat manis, Ryan. Dan saya janji, saya tidak akan melukaimu setelah ini. " gumamnya dan membalut tangan Ryan dengan perban yang sudah tersedia di laci meja samping bangsal.
Setelahnya, Arlan duduk sebentar di kursi samping bangsal. Tatapannya terpaku pada satu objek saja, dan itu adalah muka Ryan yang pucat.
"Cepat sadar, mereka menunggu mu. " ujarnya setelah lama terdiam. "Saya yakin kamu sembuh, dan saya tunggu besok. Saya akan datang besok, dan kamu harus menyambut saya dengan senyuman mu. " lanjutnya.
"Geli cok! " komentar Fazlan karena merasa geli dengan ucapan Arlan di akhir.
"Kek lo gak aja. " ucap ketus Arlan yang sudah kembali ke setelan semula.
Jujur saja, Fazlan tidak nyaman dengan Arlan yang berbicara formal kepada nya. Dia terbiasa berbicara dengan alter egonya menggunakan bahasa gaul.
Walaupun Arlan cuma jiwa tersesat, tapi Fazlan tetap tidak merasa nyaman dengan Arlan yang berbicara dengan bahasa formal.
"Mana pernah gue kayak gitu? " tanya Fazlan penasaran. Apa dia pernah berbicara seperti Arlan? Kalau iya, ingatkan dia.
"Sadar dirilah anj! Gue malah lebih eneg dengernya. " ucap Arlan sinis, membuat Fazlan berdecak.
"Bangsat banget lo jadi jiwa! "
"Gak perduli gue. "
"Fuck you! "
Arlan tertawa kecil lalu melihat Ryan yang wajahnya tidak pucat seperti tadi lagi, perasaan nya perlahan me-lega melihatnya. "Kayaknya dia beneran mau nyambut gue besok. " celetuk Arlan dengan senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅 𝐀 𝐙 𝐋 𝐀 𝐍 : 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐎𝐟𝐟𝐢𝐜𝐞 𝐁𝐨𝐲
Teen Fiction[ERA BROMANCE AND BROTHERSHIP! NOT BL/HOMO!!] Bagaimana jadinya jika pemuda Office Boy ber-transmigrasi kedalam novel dan menempati raga seorang remaja SMA yang berperan sebagai antagonis? ••• 📍Cerita hasil otak yang gabut mikir. 📍No plagiat! 📍...