Dua hari kemudian, sudah seminggu Fazlan menginap di rumah Egan dan menghabiskan waktu bersama. Dan di pagi senin, Fazlan melajukan motornya untuk menuju apartemen Ryan.
Bukan Fazlan sebenarnya, tapi Arlan.
Arlan bersiul riang karena akan bertemu Ryan, pria itu tampak bahagia karena seminggu waktunya bersama Ryan, orang asing yang membuatnya nyaman tiba-tiba.
"Seneng banget kayaknya. " sindir Fazlan.
"Biarin lah, lagian cuma seminggu aja gue sama Ryan. Gak kayak lo yang bolak-balik sana-sini sampe bikin gue bosan aja. " balas Arlan dengan ketus.
"Sialan si anj! "
Arlan tertawa kecil dan mengobrol dengan Fazlan lewat pikiran sepanjang perjalanan menuju apartemen Ryan.
Mereka berdua saling bertukar cerita, mumpung lokasi apartemen Ryan cukup jauh dari mansion Sailendra, rumah Cavan atau Egan, mereka bisa berbicara puas sambil tertawa bersama.
Di belahan bumi lain, tepatnya di negara tetangga, Australia. Terlihat tiga orang pria berpakaian rapi saling melempar senyum bahagia yang sangat kentara.
"Abang senang kalian bisa sukses seperti ini. " ucap salah seorang dari ketiganya, sambil merapikan jas yang dipakai kedua adiknya.
Keduanya tersenyum menanggapi, keduanya pun memeluk saudara mereka sambil menahan tangis.
"Nangis aja, luapkan emosi kalian dengan menangis. " bisiknya membuat keduanya langsung terisak.
"Mas, "
Ketiganya melepas pelukan mendengar panggilan tersebut, lalu menoleh bersamaan ke arah seorang wanita cantik sedang menggendong anak perempuan berusia dua tahun.
"Irna, sudah selesai ngomong sama teman-teman kamu? " tanya abang kedua pria itu pada sang istri, lalu mengambil alih putrinya yang sedang tidur.
Wanita itu mengangguk dan sedikit merenggangkan jari-jari tangannya. Pria itu tersenyum sembari membelai wajah istri nya.
"Capek ya? Maaf ya, harusnya tadi Dira sama mas aja. " ucap sesal pria itu.
"Gapapa mas, lagian aku juga pengen kasih ruang buat kalian ngobrol karena udah lama gak ketemu" sahut wanita itu, Irna Cahaya.
Kedua adik dari pria itu memutar mata malas, melihat ke-bucinan abang mereka terhadap sang kakak ipar.
Tiba-tiba terlintas ucapan abang mereka beberapa tahun lalu, di mana abang mereka itu tidak mau menikah.
"Abang tidak mau menikah, abang tidak mau perhatian dan kasih sayang abang ke kalian kurang karena orang baru. "
Itu katanya. Tapi apa ini?
Mereka sebenarnya tidak mempermasalahkan abang mereka menikah atau tidak, mereka cukup bahagia karena melihat saudara mereka yang tidak pernah menjalin hubungan kasmaran itu mau menikah.
"Udahlah bang, mau sampai kapan kita berdiri di sini? Acaranya udah selesai tiga jam lalu, mau berdiri nunggu malam atau tahun depan?"
Kedua pasangan suami istri itu terkekeh kecil mendengar nya, Irna mendekati kedua adik iparnya yang sudah sukses menjadi artis muda terkenal di Australia dan merangkulnya.
"Sebagai hadiah, kakak mu yang cantik ini mau mentraktir kalian berdua makanan terenak di sini. " ucap Irna sambil tersenyum dan mengabaikan muka masam suaminya yang memang pencemburu itu.
"Aku ini suamimu, kenapa pula kamu senyum sama mereka. " pria itu berdecak melihat senyum manis istrinya yang dia tunjukkan pada kedua adiknya.
Irna mengabaikan suaminya, wanita itu membawa kedua adik iparnya menuju parkiran mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅 𝐀 𝐙 𝐋 𝐀 𝐍 : 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐎𝐟𝐟𝐢𝐜𝐞 𝐁𝐨𝐲
Teen Fiction[ERA BROMANCE AND BROTHERSHIP! NOT BL/HOMO!!] Bagaimana jadinya jika pemuda Office Boy ber-transmigrasi kedalam novel dan menempati raga seorang remaja SMA yang berperan sebagai antagonis? ••• 📍Cerita hasil otak yang gabut mikir. 📍No plagiat! 📍...