CHAPTER 29 - Debat

1K 109 7
                                    

"Nambah beban lagi. "

•••

Alam bawah sadar Fazlan...

"Abang! " Nata menyeru riang saat melihat Fazlan berjalan mendekatinya, tapi dengan raut wajah yang tak sedap di pandang.

Nata menggaruk keningnya, merasa bingung. Apa ada yang salah dengan tindakannya kali ini? Memanggil jiwa pria itu yang baru saja beristirahat?

Glup

Susah payah Nata menelan ludahnya sendiri, saat Fazlan berdiri di depannya dengan menatap dingin dirinya.

"B-bang, " Nata mundur kebelakang, Fazlan semakin dekat.

Tiba-tiba matanya memanas melihat ekspresi marah dari Fazlan, ingin rasanya Nata menangis melihat ekspresi itu.

"Hikss... " tidak tahan lagi, isakan nya lolos kemudian. Nata berjongkok sambil menyembunyikan wajahnya di sela-sela antara kedua lututnya.

Fazlan, pria berusia 24 tahun itu mengacak rambutnya frustasi. Dengan tangan terkepal, Fazlan meninju udara yang sama sekali tidak akan merasakan sakit.

Menarik nafas lalu di hembuskan nya pelan, Fazlan melakukannya berulang kali. Setelah dirasa emosinya sedikit mereda, pria itu duduk di atas rerumputan sembari menyandarkan tubuhnya di batang pohon dan mengabaikan tangis Nata yang berisik.

Dirinya butuh ketenangan, tapi entah kapan hari itu dia akan dapat. Dirinya lelah, butuh istirahat. Dia ingin sendiri, tapi....

"Bang, " panggil Nata lirih.

Fazlan tebak, pemuda itu pasti merasa bersalah. Dia tau itu. Fazlan tetap memejamkan matanya, biarkan Nata tenang dulu.

Melihat Fazlan yang tidak merespon nya, membuat air mata Nata luruh kembali. Pemuda itu merangkak mendekati Fazlan dan memeluk Fazlan.

Hanya itu salah satu cara agar Fazlan tidak mendiami nya. Nata menatap Fazlan, yang masih tidak mau membuka pejamannya.

"Ab-"

"Diam kalau lo gak mau gue bunuh ulang! "

Nata mengatupkan bibirnya mendengar perkataan Fazlan disertakan dengan ancaman dan nada suara yang berat.

Hening.

Nata diam, begitupula dengan Fazlan yang entah tidur atau tidak. Nata mencabut rumput didekatnya, ck membosankan.

Sesekali Nata akan melihat kearah Fazlan, yang masih enggan membuka pejamannya itu. Senyum Nata mengembang tiba-tiba, lalu berbaring dengan paha Fazlan sebagai bantalnya.

"Pinjam ya bang. " ucapnya.

Fazlan hanya berdehem saja, membiarkan pemuda itu berbaring dengan paha nya yang menjadi bantal.

Semilir angin lembut menerpa keduanya, burung-burung berkicauan seperti sedang bernyanyi bersama.

Fazlan mengerjapkan matanya, lalu tersenyum simpul melihat Nata yang sudah tertidur pulas.

"Fal? " panggil Arlan.

"Hm." dehem Fazlan singkat.

"Kapan Sailendra jemput lo? " tanya Arlan.

Terdiam sejenak, Fazlan kemudian menjawabnya. "Gak lama lagi, cuma gak tau kapan waktunya. " jawabnya.

"Terus kapan kita balik? " tanya Arlan lagi.

"Kalau soal itu, gue gak tau, Lan. " jawab Fazlan dengan lesu.

"Oh iya, ada yang pengen gue bicarain sama lo. Tapi setelah lo bangun tidur. " ujar Arlan dengan dingin.

𝐅 𝐀 𝐙 𝐋 𝐀 𝐍 : 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐎𝐟𝐟𝐢𝐜𝐞 𝐁𝐨𝐲 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang