CHAPTER 08

6.5K 419 11
                                    

Typo tandai!
Selamat membaca 📖

.

.

.

•••

Di mansion Bagaskara, tepat pada pukul 06.20 pagi. Semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan, tersisa Fazlan yang belum tiba.

Bagas selaku tuan rumah menatap satu persatu anak dan istrinya. "Dipta, panggil Nata untuk sarapan bersama. " suruh Bagas pada anak keduanya.

Mendengar namanya disebut, Dipta mendengus kesal lalu beranjak dari kursi. Sedangkan putra pertama, keempat dan kelima hanya diam ditempat.

Dhea menatap suaminya dengan kesal. "Kenapa mas suruh Dipta panggil anak itu? Kalau dia ada, sarapan pagi kita akan berantakan. " ujar Dhea.

Bagas menoleh kearah sang istri dan menatap penuh hangat pada wanita itu. "Mas tau sayang, tapi mas sengaja ingin mengajaknya sarapan bersama. Ada yang mau mas tanyakan sama dia. " jelas Bagas seraya mengusap kepala Dhea.

Dhea mengangguk saja, kemudian menatap Dipta yang sudah kembali namun dengan memar di wajahnya. Segera Dhea menghampiri Dipta. "Kenapa muka kamu memar kayak gini, sayang? " tanya Dhea khawatir.

Dipta meringis saat tangan Bunda nya menyentuh wajahnya. "Sakit Bunda. " keluh nya.

Bagas beranjak, begitu pula dengan ketiga putranya lagi. "Siapa yang memukul mu, Dipta? " tanya Bagas dengan rahang yang mengeras.

Dipta terdiam, lalu menoleh kebelakang. Dimana Fazlan berjalan santai menuruni tangga tanpa ekspresi rasa bersalah.

Dipta kemudian menatap keluarganya dan menggeleng sebagai jawaban, dia seketika merinding saat mengingat ancaman Fazlan yang seperti nyata.

"Kalau berani nginjakin kaki disini, atau ketuk pintu gue. Gue penggal kepala lo, terus gue jual. Lumayan kan gue dapat duit? "

"Ini bukan sekedar ancaman, tapi peringatan terakhir. Camkan itu. "

Dipta menggeleng, lalu menghela nafas frustasi. Pipinya sakit karena pukulan Fazlan yang sangat kuat, dia yakin tulang rahang nya pasti tergeser.

Ancaman nya itu seakan nyata, dan dia merasa tidak percaya jika Fazlan berani memenggal kepalanya. Tapi, melihat sorot mata Fazlan yang serius, dia yakin pemuda itu akan melakukannya.

Apalagi, yang dia tau jika Fazlan adalah pemuda yang tetap berdiri diatas pendiriannya. Seberapa kuat hempasan angin dia akan tetap berada diatas pendiriannya. Apa yang sudah ia katakan, maka itu yang akan ia lakukan. Itulah yang Dipta ketahui tentang adik yang tidak dianggapnya ada.

•••

"Nata tunggu! "

Fazlan tidak mengindahkan panggilan Egan, setibanya disekolah tadi Egan langsung menhampiri nya. Sepertinya, Egan menunggunya sejak tadi.

Dan juga, Fazlan  heran dengan  sikap tokoh protagonis pria nya yang sedikit berbeda dari perkiraan nya sendiri.

Tanpa Fazlan ketahui, jika kehadirannya di dalam dunia novel berhasil mengubah alur novel yang sebenarnya.

𝐅 𝐀 𝐙 𝐋 𝐀 𝐍 : 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐎𝐟𝐟𝐢𝐜𝐞 𝐁𝐨𝐲 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang