MOC 64

422 51 1
                                    

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

Ara melaju kencang, mengabaikan detak jantungnya yang berdegup cepat. Angin menerpa wajahnya saat ia melintasi jalanan sepi, dan rasa bebas mengalir dalam dirinya. Semua keraguan dan rasa bersalah seakan sirna ketika ia mendekati lokasi balapan yang sudah dijanjikan dengan Arkan.

Setibanya di tempat yang ditentukan, Ara melihat beberapa motor terparkir dan beberapa remaja berkumpul, tertawa dan berbincang. Di antara mereka, Ara langsung mengenali Arkan yang tengah berdiri di dekat motornya, tampak sedang menjelaskan sesuatu kepada temannya. Ara pun langsung menghampiri Arkan.

"Eh, udah dateng Ra!" ucap Arkan dengan semangat.

"Belum, gue masih tidur di rumah," jawab Ara dengan nada sarkastik.

"Pake nanya! Udah tau gue udah disini, ya berarti gue udah dateng!" ucap Ara kesal.

"Kan basa-basi Ra," ucap Arkan sambil tersenyum.

"Basa-basi lo gak jelas," balas Ara.

"Hehe, udah yuk langsung aja gak sih?" ajak Arkan.

"Ayo, tapi ada taruhannya gak?" tanya Ara, menantang.

"Enggak," jawab Arkan singkat.

"Ck! Balapan kok gak ada taruhannya, ya gak seru lah!" keluh Ara.

"Yaudah deh, kalau lo kalah, lo harus transfer gue," ucap Arkan dengan serius.

"Oke, tapi kalau lo kalah, lo harus transfer gue juga" tantang Ara.

"Oke, siapa takut!" Arkan menjawab dengan percaya diri.

Mereka pun mempersiapkan diri untuk balapan, semangat dan tantangan terpancar di wajah keduanya. Suara motor menggelegar, dan suasana semakin memanas saat mereka bersiap di garis start.

Mereka mengambil posisi di garis start, masing-masing dengan motor yang siap melaju. Suara mesin mengaum, dan semua perhatian tertuju pada mereka.

"3... 2... 1!" ucap teman Arkan, lalu meniup peluit.

Mereka pun langsung menancap gas.

Garis finish pun sudah dekat, dan Ara bertekad untuk menang. Ia mengencangkan gas motornya, menyalip Arkan di detik terakhir, dan berhasil melintasi garis finish lebih dulu. Kemenangan itu membuatnya begitu bersemangat, tapi ia tergoda untuk memiringkan motornya agar terjatuh dengan dramatis. Ia pun terlentang di tanah.

"Ra, lo gapapa?" teriak Arkan, cemas.

Ara mengangkat jari jempolnya, menunjukkan bahwa ia baik-baik saja, lalu memejamkan matanya untuk sejenak. Namun, tiba-tiba ia merasa dirinya diangkat seperti karung beras. Saat membuka matanya.

"Ini siapa dah?" batin Ara dengan kebingungan.

Orang itu membawanya ke mobilnya. Ara membuka matanya sedikit dan mencium parfum yang tak asing.

"Mampus gue! Ini Ka Chika!" batin Ara, semakin panik. Jantungnya berdegup kencang.

Chika menaruh Ara di kursi belakang mobilnya, lalu segera menjalankan mobil.

"Duh! Gue harus gimana ini?" batin Ara, pikirannya kacau.

Ara berusaha menenangkan dirinya. "Tenang Ara tenang..." ia mencoba meredakan kecemasan.

"Gak bisa! Gue gak bisa tenang! Siapapun itu tolongin gue!" batin Ara semakin putus asa.

Mobil melaju cepat menuju sebuah apartemen, dan sesaat kemudian, Chika menggendong Ara lagi. Begitu sampai di dalam kamar, Chika langsung menaruh Ara di kasur dengan lembut.

My Older CousinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang