EMPAT PULUH LIMA

858 14 1
                                    

Udara sejuk khas pegunungan menyapa Zeandra saat ia membuka jendela kamarnya. Cahaya mentari pagi menembus  kaca jendela dan menyorot  wajahnya. Ia menarik napas  dalam-dalam, menghirup udara  sejuk yang menyegarkan.  Pemandangan kebun te yang  menjalar hijau hingga ke ujung  mata menghiasi matanya. Seketika hati Zeandra merasa  sedikit tenang.

Kemarin, setelah dari kantor  Rafa, Zeandra bersikeras tidak  ingin pulang ke apartemennya. Ia  takut untuk menghadapi Rafa,  takut untuk terjebak dalam  kekacauan yang baru terjadi.

Sebagai opsi, Maya menawarkan  Zeandra untuk tinggal di villa  orang tuanya di Pangalengan.  Villa itu terletak di lereng gunung  dengan pemandangan kebun teh  yang sangat indah. Maya  berharap Zeandra bisa  menenangkan diri di sana dan  jauh dari kerumunan orang di kota.

Zeandra menanggapi tawaran  Maya dengan senyum kecil. Ia menginginkan kesunyian dan  ketenangan untuk menenangkan  pikirannya. Villa di Pangalengan seolah-olah menjadi pelarian  yang ia butuhkan.

"Mama,  Keenan  mau  main  di  kebun  teh!"  teriak  Keenan  dari  luar  kamar.  Ia  sudah  tidak  sabar  ingin  menjelajahi  kebun  teh  di  sekitar  villa.

Zeandra  tersenyum  sedikit  mendengar  teriakan  Keenan.  Ia  merasa  lega  melihat  Keenan  yang  ceria  dan  lupa  akan  masalah  yang  menyergapnya  selama  beberapa  hari  terakhir.

"Iya,  Sayang.  Nanti  kita  main  di  kebun  teh,"  jawab  Zeandra  dengan  nada  yang  lembut.  Ia  kemudian  mengambil  seteguk  kopi  hangat  yang  sudah  disiapkan  di  meja.  Rasa  pahit  kopi  menyeruak  di  lidahnya,  mengingatkannya  pada  rasa  pahit  yang  ia  rasakan  selama  beberapa  hari  terakhir.

Zeandra  ingin  menghampiri  Keenan  yang  sedang  bermain  dengan  Suster  Ida  di  halaman  villa.  Saat  ia  hendak  beranjak,  ponselnya  berbunyi.  Nama  "Mama"  tertera  di  layar.

"Hallo,  ada  apa  Ma?"  tanya  Zeandra  dengan  nada  yang  sedikit  gemetar.

"Di  mana  kamu?"  tanya Iren  dengan  nada  yang  ketus.

"Kenapa  Ma?  Aku  di  apartemen,"  jawab  Zeandra  dengan  nada  yang  mencoba  menenangkan.

"Bohong,  di  mana  kamu  Zea?"  tanya Iren  dengan  nada  yang  mendesak.

"Mama  kenapa  tiba-tiba  nelpon?"  tanya  Zeandra  dengan  nada  yang  sedikit  marah.

"Zeandra,  Mama  tau  kamu,  Mama  tau  sifat  kamu.  Sekarang  jawab  Mama,  di  mana  kamu.  Rafa  datang  ke  rumah  dan  nyari  kamu.  Dia  bilang  kamu  kabur,"  ucap  Iren  dengan  nada  yang  menegur.

"Ma  aku..."  Zeandra  ingin  menjelaskan  semuanya,  tapi  Iren  menghentikannya.

"Mama  gak  mau  denger  apapun  dari  kamu  Zeandra.  Mama  tau  kamu  menikah  sama  Rafa  karena  terpaksa.  Walaupun  Mama  gak  tau  apa  alasannya,  tapi  jangan  kayak  anak  kecil.  Kamu  kabur-kaburan.  Kasihan  Keenan.  Dia  baru  merasakan  punya  ayah.  Jangan  biarkan  dia  kehilangan  ayah  barunya  karena  keegoisan  kamu,"  ucap  Mama  Iren  tanpa  mendengarkan  penjelasan  dari  Zeandra.  Andai Iren  tau  apa  yang  terjadi.

Zeandra  mencoba  menjelaskan,  tapi Iren  sudah  menutup  teleponnya.  Zeandra  merasa  sedikit  frustasi.  Ia  ingin  menjelaskan  semuanya  pada  Mamanya, tapi  Mamanya itu  terlalu  cemas  dan  tidak  mau  mendengarkan  penjelasannya.

Namun,  suara Iren  yang  menyalahkannya  masih  terngiang  di  telinganya.  "Jangan  biarkan  dia  kehilangan  ayah  barunya  karena  keegoisan  kamu,"  kata-kata  itu  mengusik  hatinya.

A Journey Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang