DUA PULUH SATU

869 26 0
                                    

Happy Reading 🤍

Kenyamanan terlihat jelas dari wajah anak kecil tersebut saat duduk bersama Dimas, Rafa, dan Rifan. Meskipun mereka baru bertemu satu kali dengan Dimas sebelumnya, dan itu sudah lama, anak kecil itu terlihat memiliki daya ingat yang kuat.

Sebelum susternya meninggalkan anak asuhnya bersama Dimas, Rafa, dan Rifan, Dimas memutuskan untuk bertanya tentang nama anak itu.

"Sus, si dedek namanya siapa?" tanya Dimas dengan ramah.

"Namanya Keenan," jawab susternya dengan senyum.

"Oh, makasih ya, Sus," ucap Dimas sambil tersenyum balik. Susternya juga tersenyum dan kembali ke menjalankan tugasnya menjaga anak-anak asuhnya, meninggalkan Keenan bersana tiga laki-laki yang menerimanya dengan hangat.

"Naan, kenalin ini Om Rifan," ucap Rifan sambil memperkenalkan diri.

Keenan melihat Rifan dengan senyum kecil mengangguk.

"Dan yang di samping Om ini, Om Rafa," ucap Rifan sambil menunjuk Rafa.

Keenan melirik ke arah Rafa dan tersenyum lagi.

"Kalo ini, Om Dimas," ucap Dimas sambil memperkenalkan dirinya.

Keenan menatap Dimas dengan rasa kehangatan dan senyum di bibirnya.

"Lo kok bisa kenal dia, Dim?" tanya Rafa pada Dimas.

"Dulu saya pernah ketemu dia, Mama-nya juga," jawab Dimas.

"Oh, di mana?" tanya Rafa tertarik dengan cerita Dimas.

"Di Braga juga," jawab Dimas.

"Om ganteng kaya Naan," ucap anak kecil tersebut sambil menunjuk wajah Rafa.

Rafa tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Naan. "Wah, makasih, Naan."

Rifan kemudian menyelipkan lelucon. "Harusnya kita juga udah punya anak, tau. Apalagi lo, Fa," ucap Rifan pada Rafa dan Dimas dengan nada bermain-main.

Dimas cepat-cepat membela diri, "Saya masih 28, Bos."

Rafa ikut tertawa. "Lo gausah bawa-bawa gue, Rif. Lo juga harusnya udah punya anak, kan?"

Rifan mempertimbangkan kata-kata Rafa dan akhirnya tertawa serta mengangguk mengakui kebenaran itu. Mereka saling berjabat tangan dan tertawa bersama, menikmati momen kebersamaan yang penuh kelucuan. Anak kecil, Keenan, juga ikut tertawa melihat keakraban di antara mereka.

"Naan, mamanya kerja?" tanya Rifan lagi.

"Iya," jawab Naan singkat.

"Kalau mama kerja, papa kemana?" tanya Rafa, tertarik dengan kehidupan Naan meskipun ia menyadari pertanyaannya mungkin terdengar agak naif.

Keenan memiliki mata cokelat, kulit putih, dan rambut sedikit ikal. Mereka melihat kepolosan dan kerentanan dalam kata-kata dan ekspresi Keena.

"Naan gak punya papa," jawab Naan dengan tegas.

Ucapan Keenan tiba-tiba membuat mereka mengerti mengapa anak kecil ini sangat mudah akrab dengan mereka bertiga. Mungkin karena Keenan tidak memiliki sosok seorang ayah, ia merasa kenyamanan dan kehangatan dalam kebersamaan mereka.

"Oh, sorry ya, Om. Gak tahu," ucap Rafa dengan rasa bersalah.

"Gapapa," jawab Keenan dengan wajah polosnya. Rafa menyadari bahwa Keenan mungkin belum memahami segala hal di usianya yang masih sangat kecil.

Rafa menjadi penasaran ingin tahu berapa umur Keenan. Melihat Keenan bisa bicara dengan lancar dan menggunakan bahasa dengan baik, perkiraan Rafa adalah umur Keenan sekitar 4 atau 5 tahun.

A Journey Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang