Happy Reading 🤍
Akhirnya, Rafa bisa kembali bekerja dengan normal setelah dua minggu yang penuh dengan pekerjaan yang mengharuskannya berpergian dan menemui klien. Hal ini membuatnya jarang terlihat di kantor, seringkali langsung pergi ke tempat klien. Meskipun lelah, Rafa merasa bersyukur karena masih banyak perusahaan yang mempercayai kemampuan digital boost yang ia tawarkan.
Hari ini, Rafa sengaja datang agak siang untuk menghindari bertemu atau berpapasan dengan karyawan lain. Ia merasa belum memiliki energi yang cukup untuk bersosialisasi dan berinteraksi. Rafa mengira semua karyawan sudah datang hingga akhirnya suara sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai membuatnya mengalihkan pandangan. Rafa melihat Zeandra yang baru memasuki pintu utama kantor. Namun, begitu Zeandra menyadari keberadaan Rafa, ia segera mengalihkan pandangannya dan membuka tas yang ia bawa, memeriksa isinya sejenak sebelum pergi tanpa berbicara dengan Rafa. Melihat itu Rafa rasa ada sesuatu yang tertinggal, tanpa mengira sedikitpun bahwa Zeandra sedang menghindarinya. Jadi, ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya menuju lift, menuju lantai tempat ruangannya berada.
Setelah berhasil menghindari Rafa, Zeandra akhirnya berhasil masuk ke kantor, meskipun agak terlambat. Baginya, itu bukan masalah besar mengingat pekerjaannya tidak terlalu banyak saat ini. Ia memeriksa jadwalnya dan melihat bahwa hari ini lebih santai dibandingkan hari-hari sebelumnya. Hal itu memberinya sedikit lega dan kesempatan untuk bernapas.
Zeandra menyambut rekan-rekannya dengan senyuman dan menyapa mereka dengan ramah. Ia berjalan menuju mejanya dan menyusun ulang beberapa dokumen yang perlu ditinjau.
Setelah menyelesaikan tugas-tugasnya, Zeandra bingung apa yang harus dilakukannya selanjutnya. Jam istirahat masih sejam lagi, tapi tidak ada pekerjaan yang perlu ia kerjakan. Jadi Zeandra memutuskan untuk ke pantry dan buat secangkir kopi. Tapi siapa sangka, Rafa ada di sana? Zeandra ingin sekali pergi sekarang juga, tapi Rafa sudah terlanjur melihatnya. Terpaksa, Zeandra masuk ke pantry tanpa memberi salam pada atasan-nya itu.
"Zeandra," Rafa menyapa.
"Ya?" jawab Zeandra enggan.
"Lama tidak bertemu," ujar Rafa mencoba memulai percakapan.
"Ya," jawab Zeandra singkat.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Rafa dengan perhatian.
"Baik, bahkan lebih baik kalau tidak bertemu Bapak,"ucap Zeandra dengan nada sedikit kesal.
"Kamu masih marah?" tanya Rafa.
"Hah? Bapak pikir segampang itu?" Zeandra membalas dengan nada yang tajam.
"Lalu, saya harus melakukan apa?" tanya Rafa dengan sedikit rasa putus asa.
"Bapak gausah ngomong." Zeandra berkata tanpa banyak pikir.
"Kamu udah mulai berani sama saya?" tanya Rafa dengan nada menantang.
Zeandra semakin kesal dengan pertanyaan Rafa. Dia membayangkan Rafa sebagai tipe laki-laki yang jarang bicara, tapi ternyata harapannya salah.
"Bapak pikir saya takut sama Bapak?" bentak Zeandra dengan nada yang semakin tinggi.
Zeandra merasa kesal dengan sikap Rafa yang terus saja mencoba mengadu domba dan membuatnya frustasi. Ia ingin hubungan mereka sebagai rekan kerja menjadi profesional, tapi Rafa tampaknya sulit untuk bekerja seperti itu.
"ck, ngebentak giliran dibentak balik nangis," Rafa mencoba menantang lagi.
Cukup, Kesabaran Zeandra sudah habis. Dengan rasa kesal, Zeandra meninggalkan kopi yang sedang ia aduk dan melemparkan sendok ke wastafel. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Zeandra pergi meninggalkan Rafa sambil terus menggerutu di dalam hati, Wajahnya masih terlihat kesal dan kesalahan Rafa masih bergema di pikirannya. Maya yang melihat perubahan raut wajah Zeandra pun seketika menghentikan pekerjaannya.
"Kenapa, Ze? Kayaknya kamu kesal banget," tanya Maya dengan keprihatinan.
"Itu teh," jawab Zeandra singkat.
"Itu apa?" Maya bertanya lagi, penasaran dengan reaksi Zeandra.
"Ih, Teteh, aku kesel banget," Zeandra mengeluarkan isi hatinya dengan rasa frustrasi.
"Iya, apa?" Maya, yang masih penasaran, bertanya lagi.
"Udah deh, Teh. Teteh lanjut kerja aja. Aku masih kesel," Zeandra menjawab sambil masih terlihat kesal.
maya hanya tertawa melihat Zeandra yang kesal sendiri, lalu melanjutkan pekerjaannya sampai istirahat tiba dan Zeandra mengajak Maya untuk makan siang bersama. Dari sekian banyak rekan satu timnya, Zeandra hanya dekat dengan Maya dan Ari. Entah mengapa, mungkin karena mereka menerima Zeandra tanpa memandang umur yang terpaut cukup jauh.
"Teh, mau makan siang gak?" tanya Zeandra.
"Aku bawa bekal nih hari ini. Kamu berdua sama Ari aja, gimana?" jawab Maya.
"Kalau aku sama A Ari nanti pacar A Ari marah," kata Zeandra dengan menggoda.
"Kata siapa aku punya pacar?" kata Ari yang tiba-tiba muncul sambil membuka lebar senyumnya.
"Jadi, A Ari gak punya pacar?" tanya Zeandra penasaran.
"Kalo punya pacar, gak mungkin aku sama Ari terus," kata Maya dengan tawa renyahnya.
"Aku bukan gak punya, tapi belum punya," kata Ari dengan santai.
"Haha, ya udah, ayo kita makan siang di kantin kantor atau di luar?" tanya Zeandra sambil mengubah topik pembicaraan.
"Mending di luar aja, cuaca cerah sekarang," kata Ari setuju.
"Oke, kita cari tempat makan yang enak di sekitar kantor," usul Zeandra.
Ari dan Zeandra berjalan beriringan menuju lift untuk turun ke lantai dasar. Namun, sebelum pintu lift terbuka, seseorang memanggil Ari dengan suara yang cukup keras.
"Riiiii!!!!!!" panggil orang tersebut.
Ari menoleh dan melihat Rafa sedang mendekatinya bersama Zeandra.
"Ada apa, Pak?" tanya Ari dengan rasa penasaran.
"Mau makan siang?" tanya Rafa sambil melirik ke arah Zeandra yang terlihat malas.
"Iya, Pak. Apa Bapak mau bergabung?" Ari menawarkan, tanpa benar-benar paham apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Zeandra merasa tidak nyaman dengan kehadiran Rafa, tapi ia memilih untuk tetap diam saja. Ia mempertahankan sikap profesional dan tidak ingin menciptakan konfrontasi yang tidak perlu di lingkungan kerja.
Jika ada kritik dan saran, sangat boleh untuk diungkapkan, terimakasih🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
A Journey Of Love
Literatura FemininaSemuanya berawal ketika Zeandra dipindah tugaskan ke Bandung, yang mengubah kehidupannya secara drastis. Hidupnya menjadi sangat epik ketika ia harus berurusan dengan atasannya yang menurutnya annoying. Adu mulut seringkali memecah ketenangan, membu...