• falling in love

42 17 7
                                    

"lu berdua... ternyata belum balik juga?"

Tidak ada yang lebih mengejutkan selain melihat Gavin dan Evo berkeliaran di kampusnya hari ini—Daffa tak habis pikir. Ia tahu alasan mereka berdua kemari untuk menonton konser dies natalis kampusnya 3 minggu yang lalu, hampir sebulan.

"banyak duit," sahut Evo sekenanya.

Daffa menghampiri mereka berdua yang berdiri di depan fakultasnya. Raut wajah herannya terpampang nyata. Sementara 2 pelaku hanya cengengesan tidak jelas.

"nunggu Haru sekalian libur, ntar balik bareng," jelas Gavin.

"dih, Haru balik bareng gua," kesal Daffa kemudian.

"lah, bareng ama gua—"

"bareng gua."

"bareng ama gua, anjir." Gavin berdecak kesal.

"lu berdua naik apa?!"

"pesawat."

Daffa menghela napas panjang. "ya udah lu berdua sekalian bareng ama gua."

Gavin dan Evo saling lirik, bingung. "lu kuat nyetir sampe sana?"

"gantian lah." Daffa mendengus sebal. Melihat raut 2 orang itu, ia jadi curiga. "jangan bilang kalian gak ada yang bisa nyetir?" tanyanya.

Lantas Gavin menyenggol lengan Evo. Membuat si empunya terkekeh kikuk. "bisa. tapi terakhir gua nyetir nabrak lampu merah, sim gua ditahan, hehe..."

"ditahan polisi?" Pikir Daffa itu aneh. Evo, kan, bisa membayar untuk mengambil sim-nya.

"ditahan bokap gua. jadi ga boleh nyetir dulu."

Daffa terdiam—tidak berekspektasi. Kemudian, ia hanya membuang napas panjang. Jika perjalanan tidak sampai 7 jam, mungkin aman-aman saja. Maka ia tetap menyuruh Evo dan Gavin untuk ikut dengannya saja.

"Daffaaaaaa!"

Belum Daffa melangkah pergi usai pamit, teriakan familiar terdengar. Ia menoleh ke samping, melihat Aldion dari seberang tengah berlari menghampirinya.

"kenapa lari-lari gitu? lu dikejar siapa?" Daffa bertanya heran.

Begitu tiba di hadapannya, Aldion membungkuk guna menetralkan napasnya. Lalu, ia mendongak lagi, tersenyum lebar memandang wajah si teman.

"dikejar bang Ferdi gara-gara kursi BLM kurang orang," ia terkekeh. Aldion sempatkan untuk balas senyuman 2 teman Daffa yang tidak ia kenal. Lalu merangkul pundak Daffa untuk dibawanya pergi, menuju ke fakultas.

"gua duluan, ya. kalian kalo gabut coba ke kostnya Haru sama Aldo, mereka ada di kost." Daffa berpamitan lagi pada Evo dan Gavin sembari melangkah.

"yoi, thanks, Daf!" Hanya Evo yang membalas. Ia senang, mendapat tumpangan gratis. Bukan ia akan tidak tahu diri, pasti Evo akan membalas entah dengan bensin atau makan.

Anehnya, Gavin diam saja bahkan sampai Daffa tidak terlihat lagi. Evo menoleh, menyenggol lengan temannya itu bingung.

"lu gapapa, Vin?" tanya Evo, merinding.

Gavin menggeleng, pandangannya kosong, secara tiba-tiba tangannya ia angkat untuk menepuk pundak Evo membuat si empunya kaget.

"kayaknya gua jatuh cinta."

Evo syok. "sama Daffa?" Hanya karena diberikan tumpangan? Yang bener aja, Gavin...? Cepat-cepat Evo menggeleng. "Vin, sadar, Vin. cowoknya temen lu itu." Lalu menepuk-nepuk pipi Gavin.

Yang kemudian ia dapatkan raut kesal dari si sohib. "itu... yang tadi sama Daffa. siapa namanya, Vo?"

Evo tertegun. Tangannya yang masih bertengger pada pipi Gavin pun ia berikan bonus pukulan lumayan keras hingga si empu meringis sambil terkekeh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 18 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

dunia (a story after highway) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang