6 bulan kemudian...
Jaemin berdiri di depan batu nisan, tatapannya kosong namun sarat akan perasaan yang bergejolak. Hembusan angin musim panas terasa menampar lembut wajahnya, membawa aroma rerumputan yang khas dan suara gemerisik pohon yang mengiringi keheningan sekitarnya. Ia menarik napas panjang, seolah berusaha menyerap setiap detail di tempat itu, seakan-akan momen ini menjadi semacam ritual yang harus dijalani.
Selama enam bulan yang berlalu sejak pertempuran sengit dengan Siwon, dunia Jaemin dan timnya berubah drastis. Setelah kekalahan Siwon, mereka menghadapi tugas berat—membersihkan sisa-sisa kekacauan yang ia tinggalkan. Satu per satu, jaringan tersembunyi dan kelompok-kelompok bawah tanah yang pernah dipimpin Siwon dibongkar dan dihabisi oleh tim mereka, yang bekerja tanpa lelah untuk memulihkan ketertiban di daerah mereka. Namun, meski kemenangan besar ini tampak memberi ketenangan, luka dalam yang ditinggalkan pertarungan terakhir itu tetap membekas, khususnya bagi Jaemin.
Di tengah upaya mereka, fakta mengejutkan tentang Yunho, yang selama ini dikenal sebagai perdana menteri yang kharismatik dan berpengaruh di Amsterdam, terungkap berkat data-data yang sudah dikumpulkan oleh Ivy selama ini. Foto dan bukti-bukti yang ditemukan dari markas Siwon tersebar ke publik, menunjukkan Yunho sebagai dalang dan orang yang mendukung Siwon dalam operasi mereka. Berita ini memicu kemarahan luar biasa dari masyarakat—kemarahan yang membakar ibukota dengan tuntutan agar Yunho diadili atas pengkhianatan dan kejahatannya. Meski pencarian dilakukan, Yunho menghilang bak ditelan bumi, hanya Jaemin dan teman-temannya yang tahu bagaimana keadaan Yunho sebenarnya.
Seluruh operasi pembersihan berjalan dengan cepat tanpa ada halangan yang berarti, selain dikarenakan kehilangan pemimpin seperti Siwon dan dukungan dari Yunho, tapi juga ambisi balas dendam tim yang memaksakan diri untuk meratakan semua orang yang terlibat dengan Siwon ataupun Yunho meski dengan keadaan mereka yang belum pulih.
Di balik semua operasi pembersihan dan penelusuran, ada satu bayangan yang terus membayangi hati dan pikiran Jaemin—Jeno. Dalam enam bulan yang panjang ini, tubuh Jeno tetap terbaring tak bergerak dalam kondisi koma. Setiap hari, Jaemin menunggu dengan sabar di samping ranjangnya, berharap bisa melihat setitik perubahan pada rekannya yang berharga. Meski dokter dan Irene tak memberi banyak harapan, Jaemin tetap menggenggam harapan kecil bahwa Jeno akan kembali.
Saat Jaemin tak di ruangannya, sisa tim yang tersisa tak henti-hentinya memantau keadaan Jeno. Kondisinya sempat memburuk berkali-kali, bahkan pada satu titik, denyut jantungnya nyaris berhenti. Namun, entah bagaimana, tubuh Jeno, seolah terlatih dengan daya tahan luar biasa, tetap bertahan. Bekas luka-lukanya kini menampakkan pola aneh, mirip tanda petir di sepanjang tubuhnya, mungkin efek dari prosedur ekstrem yang pernah dilakukan untuk menyelamatkannya.
Selain menghadapi situasi Yunho dan Jeno, Jaemin juga harus berhadapan dengan perubahan pada timnya. Rasa kehilangan akibat jatuhnya banyak rekan mereka dalam pertarungan terakhir itu membuat mereka menjadi lebih waspada dan berhati-hati. Mereka menjadi tim yang lebih keras dan dingin, tak ragu melakukan tindakan ekstrem demi menyelesaikan misi yang ada. Selama enam bulan ini, Jaemin sendiri telah berubah menjadi sosok yang lebih tegar dan penuh ketenangan meski di dalam dirinya, ada perasaan kosong yang sulit diisi oleh Jeno.
Langit Amsterdam mulai berubah warna menyambut malam. Jaemin menatap barisan batu nisan didepannya yang disusun rapi sebagai penghormatan kepada tim mereka. Dalam pikiran Jaemin, ia takut suatu saat nanti, nama Jeno menjadi salah satu yang diukir di batu nisan ini. Ia tak bisa membayangkan Jeno meninggalkannya secepat itu. Ia mengusap batu nisan didepannya, dan berjalan pergi kembali ke basecamp mereka.
Basecamp mereka saat ini juga sudah berubah dengan renovasi dan peralatan baru yang mereka ambil dari lab Yunho dan markas Siwon. Pertahanan gedung ini berkali-kali lipat dibandingkan sebelumnya.
Siwon yang dibawa Jaemin ke basecamp mereka juga masih tersimpan di ruang tahanan mereka. Seperti yang ia duga, ada banyak anggota yang melampiaskan kemarahannya pada Siwon. Sayang sekali tubuh Siwon hanya satu, jadi mereka terpaksa untuk membagi-bagi bagian tubuhnya untuk disiksa sesuai kemauan masing-masing anggota. Saat ini, Siwon hanya bersisakan tubuhnya tanpa tangan ataupun kaki. Lidahnya juga sudah tidak ada karena salah satu anggota merasa muak dengan teriakan dan ocehannya.
***
Malam semakin larut, dan suasana di ruang medis dipenuhi ketegangan yang tenang, seakan seluruh ruangan ikut menahan napas. Jaemin tak beranjak dari sisi Jeno, matanya terus menatap tubuh sahabatnya yang kini mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Irene dan dokter lainnya sudah menyelesaikan pemeriksaan awal mereka, memastikan bahwa meskipun kondisi Jeno masih sangat lemah, ada sinyal yang lebih stabil di detak jantungnya, seakan perlahan-lahan tubuhnya berjuang untuk kembali.
Setiap tarikan napas Jeno yang terdengar di monitor terdengar jelas di telinga Jaemin, seperti irama yang baru, menumbuhkan kembali rasa optimisme yang hampir memudar. Kenangan akan pertarungan mereka, luka-luka yang diterima Jeno, dan bagaimana ia bertahan tanpa pernah menyerah melintas cepat dalam pikiran Jaemin. Tidak peduli seberapa dalam koma Jeno, Jaemin selalu percaya bahwa temannya ini memiliki kekuatan luar biasa untuk kembali.
Di luar, malam semakin larut dalam kesunyian, menyelimuti bangunan tempat mereka bernaung dalam redupnya cahaya. Irene berdiri di sudut ruangan, memperhatikan Jeno dan Jaemin dengan pandangan penuh perhatian. Ia tahu seberapa besar ikatan yang mengikat kedua sahabat ini, dan meskipun pekerjaannya membutuhkan ketegasan, ia tak bisa memungkiri harapan yang mulai tumbuh kembali dalam hatinya.
Jaemin mengusap wajahnya, mencoba mengatasi perasaan yang berkecamuk dalam dirinya. Dia menyentuh punggung tangan Jeno, menggenggamnya erat, seakan memberikan dukungan dan kekuatan melalui sentuhannya. Lalu dengan suara pelan, hampir seperti bisikan, Jaemin berkata, "Kau sudah bertahan sejauh ini, Jeno. Aku tahu kau kuat... Aku percaya, kau akan bangun. Kita semua menunggumu di sini."
Waktu berlalu dengan lambat, namun Jaemin tetap di tempatnya, tak sekali pun beranjak. Ketika Irene hendak memintanya untuk beristirahat, Jaemin hanya menggeleng, tak ingin meninggalkan kekasihnyanya walau hanya sejenak. Ada sesuatu dalam dirinya yang memaksa untuk terus berada di sisi Jeno—seperti rasa tak ingin melewatkan momen penting.
Dan tepat ketika Irene hendak menyuruh Jaemin beristirahat, sesuatu yang hampir tidak terlihat menarik perhatian Jaemin. Ia menahan napas, merasakan jantungnya berdebar keras. Perlahan, jari tangan Jeno yang digenggamnya bergerak, memberi reaksi kecil yang sangat halus—nyaris tak terlihat. Meski hanya sedikit, pergerakan itu bagaikan gelombang harapan yang mengalir di seluruh tubuh Jaemin.
To Be Continued..
Jangan Lupa Like and Comment nya y^^
Yeay, entar lagi tamat^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Bond IN Bondage S2 || Nomin~
Fanfiction"Take one more step and I swear I'll kill you." Ujar Jaemin dengan raut wajah tenang namun membawa nafsu membunuh di matanya. "Be good and I'll bring you to Cloud Nine." Ujar Jeno. _BXB _Boys Love _Hardcore _BDSM _Torture _Punishment _Thriller BUKAN...