46 - The Aftermath

154 26 0
                                    

Jeno mengisyaratkan kepada Johnny dan Doyoung untuk bersiap. Tidak ada waktu untuk basa-basi dengan Siwon, mereka harus menemukan jalan keluar dari situasi ini dengan cepat. Dengan gerakan tegas, Jeno mengangkat senjatanya dan mengambil posisi defensif. Mark dan Jaehyun, yang kini menyadari bahaya, juga mempersiapkan diri untuk bertarung.

"Johnny, Doyoung, kita tidak punya pilihan lain. Kita harus buka jalan," Jeno berkata dengan suara serak, menahan rasa sakit dari punggungnya yang terluka.

Johnny mengangguk pelan, "Aku siap. Kita harus bertindak cepat, Jeno."

Tanpa peringatan, Siwon mengangkat tangannya, memberi sinyal kepada pasukannya untuk menyerang. Tembakan dilepaskan dari segala arah. Peluru menghantam tanah di sekitar mereka, memaksa tim Jeno untuk bersembunyi di balik pohon dan batu besar.

Jeno memutar otaknya, mencari celah. Pandangannya beralih ke sisi kanan, tempat di mana mereka bisa berlari menuju tebing curam yang mungkin bisa menjadi jalan keluar. Tapi itu berisiko, terlalu tinggi untuk turun dengan aman, namun satu-satunya pilihan.

"Ke tebing!" Jeno berteriak, memberikan perintah. Beruntungnya Mark dan Jaehyun masih memiliki persediaan untuk misi mereka yang bisa digunakan untuk membantu mereka menuruni tebing. Mereka sudah mempersiapkan alat pendaki jika skenario terburuk terjadi, dan kini saatnya menggunakannya.

Tanpa membuang waktu, mereka bergerak. Johnny dan Jaehyun menutupi mereka dengan tembakan, sementara Doyoung mengikat tali di pohon terdekat. Siwon memperhatikan dari kejauhan, wajahnya menyiratkan rasa puas, yakin bahwa kelompok Jeno tak akan berhasil lolos.

Jeno dan Mark adalah yang pertama mencapai tebing. Mark dengan cepat mengaitkan tali ke sabuknya dan mulai turun. "Jeno, kau berikutnya," Mark berseru, meskipun suaranya terdengar tegang. Dia tahu ini adalah langkah berbahaya, tapi lebih baik daripada menghadapi pasukan Siwon yang terus merangsek.

Namun sebelum Jeno bisa memasang talinya, tembakan menghantam bahunya tepat diatas lukanya. Dia terhuyung ke belakang, rasa sakit menyebar di seluruh lengannya. "Agh!" jeritnya, namun dia menahan rasa sakit, berusaha tetap fokus.

Jaehyun dan Jhonny segera mendekat, membantu Jeno berdiri. "Tidak ada waktu, Jeno! Kau harus turun sekarang!" desak Johnny, dengan suara penuh kekhawatiran.

Dengan susah payah, Jeno memasang tali di sabuknya, meskipun tangannya mulai gemetar. Dia menatap Doyoung yang bersiap mengikuti, namun sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, Siwon mengeluarkan senjatanya sendiri dan membidik langsung ke arah mereka.

"Dengar, Jeno. Kau bisa kabur hari ini, tapi kau tak akan bisa menyelamatkan semua orang. Aku jamin itu," kata Siwon dengan nada mengancam, sebelum melepaskan tembakan ke arah Doyoung.

Tepat sebelum peluru itu mengenai Doyoung, Johnny berlari ke depan dan mendorongnya keluar dari jalur. Peluru menghantam Johnny di lengan. Johnny mengerang kesakitan, tapi tetap berdiri tegak, melindungi temannya.

"Pergi!" teriak Johnny, meskipun lukanya serius. "Kami akan menahan mereka! Kalian semua harus pergi sekarang!" Jhonny menatap Jaehyun yang mengangguk untuk tetap tinggal agar Jeno dan lainnya bisa kabur.

Jeno menatap Johnny dan Jaehyun dengan cemas, tahu bahwa dia tidak ingin meninggalkan temannya. Tapi waktu hampir habis, dan mereka tak bisa membuang lebih banyak waktu.

Dengan rasa sakit di tubuh dan pikirannya, Jeno menggigit bibirnya dan berteriak, "Aku akan kembali untuk kalian!" Sebelum akhirnya dia turun bersama Mark dan Doyoung.

Siwon hanya bisa tersenyum saat melihat mereka kabur. "Lari saja, Jeno. Tapi kau tidak bisa menyembunyikan dirimu selamanya."

Begitu sampai di bawah, Jeno, Mark, dan Doyoung terengah-engah. Tapi mereka tahu tak bisa berhenti sekarang. Mereka harus kembali ke basecamp secepat mungkin dan menghentikan serangan yang sedang berlangsung di sana. Tekanan semakin kuat, dan Jeno merasakan beban besar di bahunya. Mereka berhasil lolos dari satu jebakan, tapi yang lebih besar masih menanti mereka di basecamp.

***

Jeno, Mark, dan Doyoung berlari dengan cepat menuju basecamp, langkah mereka dihantui ketegangan dan ketakutan yang semakin nyata saat jarak mereka semakin dekat. Meskipun mereka berusaha secepat mungkin kembali ke basecamp namun akhirnya tetap memakan waktu 2 jam untuk mereka sampai.

Di kejauhan, mereka bisa melihat bangunan basecamp yang biasanya menjadi tempat perlindungan dan rasa aman kini berubah menjadi pemandangan yang penuh kehancuran. Dinding-dindingnya yang dulunya bersih kini dipenuhi lubang bekas peluru, dan tubuh-tubuh yang tergelatak di tanah menunjukkan betapa brutalnya pertempuran yang baru saja terjadi. Bau darah dan asap masih menyelimuti udara.

Jeno berhenti sejenak, matanya menyapu pemandangan di depannya. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena luka-luka yang ia derita, tapi juga ketakutan akan apa yang mungkin dia temui di dalam. Ia menahan napas, memaksa dirinya melangkah ke depan, melewati mayat-mayat yang tergeletak tak bergerak di sekitar area itu. Beberapa anggota tim yang selamat berjaga di pintu depan, wajah mereka terlihat lelah dan penuh luka, tapi mereka tetap berdiri tegak, seolah siap untuk menghadapi ancaman baru kapan saja.

Tanpa sepatah kata pun, Jeno melewati mereka, sorot matanya kosong namun tegas. Dia tidak peduli dengan sekitarnya, tidak peduli dengan rasa sakit yang menyayat punggung dan bahunya, hanya ada satu hal yang memenuhi pikirannya: Jaemin.

Ia menahan nafasnya lagi, seolah-olah setiap tarikan nafas bisa menghancurkan ketenangan yang rapuh di dalam dirinya. Dia berjalan lebih cepat, matanya mengitari setiap sudut ruangan, setiap koridor yang pernah dia lewati bersama Jaemin dan timnya. Tapi Jaemin tak terlihat di mana pun. Setiap detik yang berlalu terasa seperti pukulan baru bagi hatinya, memicu perasaan putus asa yang semakin besar.

"Jaemin..." Jeno berbisik, suaranya hampir tak terdengar di tengah keheningan yang menyelimuti ruangan. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya, dan jantungnya berdegup semakin kencang, seolah siap meledak. Dia memaksakan dirinya untuk terus berjalan, menembus kekacauan yang tersisa dari pertempuran itu. Setiap langkah terasa berat, setiap langkah terasa seperti membawa dirinya semakin jauh dari harapan.

Mark dan Doyoung mengikuti di belakangnya, dengan rasa takut yang sama tergambar di wajah mereka. Mereka tahu betapa pentingnya Jaemin bagi Jeno, dan mereka juga merasakan ketegangan yang menggantung di udara.

Ketika Jeno akhirnya tiba di ruang utama basecamp, pemandangan di depannya membuat seluruh tubuhnya kaku. Ruangan itu tampak seperti medan perang kecil—meja-meja terbalik, peralatan berserakan, dan darah berceceran di lantai. Namun, tidak ada tanda-tanda Jaemin.

Jeno mulai kehilangan kendali. Matanya semakin liar mencari, tubuhnya tegang hingga nyaris tidak bisa bernapas. "Di mana dia?" pikirnya. Hatinya dipenuhi dengan kepanikan. Dia berlari ke arah pintu lain, membuka ruangan demi ruangan, hanya untuk menemukan kekosongan dan lebih banyak tubuh tak bernyawa.

"Jaemin!" jerit Jeno, suaranya penuh keputusasaan. Ia tidak peduli lagi siapa yang bisa mendengarnya. Dia butuh Jaemin—sekarang.


To Be Continued..
Jangan Lupa Like and Comment nya ya..

Bond IN Bondage S2 || Nomin~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang