PLS 23 (Sindiran Alethea)

28.2K 2.2K 294
                                    


𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰!!!




“Keluar! Keluar kamu!”

Tubuh Stella terus didorong keluar oleh seorang wanita berstatus Ibu Melvan dari ruang rawat laki-laki itu, pasalnya setelah kedatangan kedua orang tuanya mereka begitu menatap benci Stella bahkan menyalahkan perempuan itu atas apa yang menimpa putranya.

Dengan mimik sendu penuh kesedihan mendengar ucapan Dokter jika Melvan harus dirawat intensif karena pisau yang menembus perutnya dibaluri racun yang beruntung segera mereka tanggani, Stella memaksa Alghafar untuk membawanya ke rumah sakit menyusul dengan khawatir

Dorongan itu hampir membuat Stella terjatuh jika tidak ada Alghafar dibelakang tubuhnya, menahan pinggang rampingnya disertai tatapan teduh namun penuh sorot dingin pada si wanita.

“Jangan sekali-kali kamu mengganggu lagi anak saya! Semuanya karena kamu! Melvan harus terluka seperti ini!” dadanya naik turun, mencecar Stella dengan telunjuk terus memojokan wajah penuh bersalah itu.

“Tapi ini bukan salah saya, kepolisian sedang menyelidiki di tempat kejadian jadi saya mohon, Tante tenang dulu,” jawab Stella menenangkan.

“Saya tidak peduli! Kamu memang pembawa sial! Pergi dari sini dan jangan pernah menemui anak saya kembali! Pergi sebelum saya menuntut kamu!” amuknya ditahan sang Suami.

Ia melirik Alghafar yang mengusap bahunya, “Kita pulang, biarin mereka nenangin diri dulu.”

Stella akhirnya mengangguk, “Kalau begitu, saya pamit pulang Tante. Sampaikan maaf saya pada Melvan, saya berjanji akan mencari si pelaku dan memberikan hukuman setimpal padanya."

Alghafar lantas segera menuntun tubuh Stella meninggalkan koridor ini, kedua pasutri itu melepaskan nafas gusar dengan menatap sendu punggung gadis yang tadi mereka marahi.

“Aku gak tega Mas, dia anak yang baik. Tapi, kenapa harus menjadi incaran pria kejam seperti putra Damares itu,” gumamnya menatap sendu.

Jika bukan karena ancaman laki-laki itu saat baru memasuki ruangan, mungkin mereka akan membiarkan si gadis berduaan dahulu dengan putranya bahkan bisa jadi terlibat obrolan panjang yang hangat.

“Sudah, dia bukan urusan kita. Menjauhinya akan lebih baik untuk tetap hidup."

Ada rasa dongkol saat Alghafar memaksanya ikut pulang ke Mansion dengan dalih luka diwajahnya belum sempat ia obati pada Dokter, tentu saja siapa juga yang mau kulit wajahnya disentuh sembarangan oleh orang lain jika bukan gadis ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada rasa dongkol saat Alghafar memaksanya ikut pulang ke Mansion dengan dalih luka diwajahnya belum sempat ia obati pada Dokter, tentu saja siapa juga yang mau kulit wajahnya disentuh sembarangan oleh orang lain jika bukan gadis ini.

Alghafar bukan pria humble apalagi ramah, wajah kakunya disertai mata tajam itu tak elak membuat mereka yang ingin mendekat jadi sungkan atau lebih parahnya takut.

“Mamsky! Papsky! Stella pulang!” seruan Stella kala memasuki pintu, “Sepi banget pada kemana, eh Bibi. Mamsky sama Papsky kemana?”

Seorang pembantu setengah baya dihentikan oleh Stella, “Nyomud sama Tuan besar pergi keluar dulu Non, sama Non Thea lagih, katanya mau makan malam sama keluarga Tunangannya.”

Protagonis't Little SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang