Bab 8: Kehangatan yang Tak Pernah Ada

17 0 0
                                    

Bersama Elias, Arlo perlahan menemukan dunia yang sebelumnya tidak pernah ia kenal. Ia belajar tentang arti perhatian dan kasih sayang tanpa syarat. Meski bekas luka emosionalnya belum sepenuhnya sembuh, setiap hari bersama Elias menjadi momen berharga yang membantu Arlo bangkit.

---

"Rutinitas yang Menenangkan"

Pagi itu, Arlo sedang duduk di teras sambil menikmati semangkuk sereal yang Elias siapkan. Sinar matahari menerpa wajahnya yang mungil. Meski tubuhnya kecil, ada semangat baru dalam dirinya.

“Arlo, kamu mau ikut abang ke pasar hari ini? Ada bahan yang harus kita beli buat makan malam nanti,” Elias bertanya sambil menyiapkan tas belanja.

Arlo mengangguk antusias. “Mau, Bang! Lio bantu bawa belanjaannya, ya.”

Elias tertawa. “Lio bawa yang ringan aja. Jangan terlalu capek.”

Di pasar, Arlo memperhatikan Elias yang ramah dengan semua orang. Setiap pedagang menyapa Elias dengan senyuman, dan Elias selalu memastikan Arlo tidak tertinggal di belakangnya.

“Bang Elias... semua orang suka sama abang, ya?” tanya Arlo pelan sambil berjalan di sampingnya.

“Yah, mungkin karena abang suka senyum,” jawab Elias dengan santai.

Arlo terdiam sejenak, lalu berkata lirih, “Lio pengen kayak abang.”

Elias berhenti sejenak dan memandang Arlo. Ia berjongkok agar sejajar dengan Arlo dan berkata, “Lio nggak perlu jadi seperti abang, Lio. Kamu cukup jadi diri sendiri. Kamu itu spesial.”

Arlo menunduk, pipinya memerah. “Lio spesial?”

“Banget,” jawab Elias sambil mengacak rambut Arlo.

---

"Pelajaran yang Berharga"

Di suatu sore, Elias mengajak Arlo berjalan-jalan ke taman kota. Di sana, Elias memperkenalkan Arlo pada berbagai permainan sederhana yang membuat anak itu tertawa lepas.

“Bang Elias, Lio nggak pelnah main kayak gini sebelumnya...” Arlo berkata sambil memegang layangan yang Elias ajarkan untuk diterbangkan.

“Beneran? Lio nggak pernah main waktu kecil?”

Arlo menggeleng pelan. “Lio lebih seling disuluh ini-itu. Kalau Lio main, pasti dimalahin.”

Elias terdiam sejenak. Hatinya terasa sakit mendengar cerita itu.

“Kalau gitu, mulai sekarang kita kejar semua yang Lio lewatkan,” ujar Elias dengan senyuman hangat. “Lio punya waktu banyak untuk main sekarang.”

Arlo tersenyum, matanya berbinar-binar. “Benelan, Bang? Lio boleh main kapan aja?”

“Boleh banget. Tapi inget, kalau udah malam, harus belajar juga, ya.”

---

"Malam yang Menenangkan"

Malam itu, setelah makan malam, Elias mengajak Arlo duduk di ruang tamu sambil menonton film. Film pilihan Elias adalah komedi ringan yang membuat mereka berdua tertawa sepanjang malam.

Di tengah tawa mereka, Arlo tiba-tiba berkata, “Bang Elias... kalau Lio punya abang kandung kayak abang, pasti Lio nggak akan sedih lagi.”

Elias menoleh, sedikit terkejut. “Lio, abang ini udah kayak abang kandung Lio, kan?”

Arlo mengangguk, tapi matanya terlihat berkaca-kaca. “Tapi... abang kandung Lio nggak pelnah kayak abang. Meleka nggak pelnah peduli sama Lio.”

Elias memeluk Arlo erat. “Dengar ya, Lio. Abang mungkin bukan keluarga kandung kamu, tapi abang akan selalu jadi abang kamu. Kamu nggak sendiri lagi.”

Air mata mengalir di pipi Arlo. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli padanya.

---

"Harapan Baru"

Setiap hari bersama Elias adalah kesempatan bagi Arlo untuk merasakan kasih sayang yang selama ini ia rindukan. Meski ia masih menyimpan rasa takut dan trauma, ia mulai belajar percaya bahwa tidak semua orang akan menyakitinya.

Di malam-malam tertentu, Arlo masih sering terbangun dari mimpi buruk. Tetapi kali ini, ia tahu bahwa Elias selalu ada untuk menenangkannya.

“Bang Elias, Lio takut...”

“Tenang, Lio. Abang ada di sini. Kamu ngak perlu takut lagi kamu aman disini.”

Arlo memeluk Elias erat, seperti seorang adik kecil yang tidak ingin kehilangan abangnya.

---

"Masa Lalu yang Masih Membayangi"

Meski kehidupan baru ini memberikan Arlo harapan, bayangan masa lalu keluarganya masih menghantui pikirannya. Terkadang, ia bertanya-tanya, apakah mereka mencarinya? Apakah mereka peduli kalau ia tidak ada?

Namun, setiap kali pikiran itu muncul, Elias selalu berhasil mengalihkan perhatian Arlo dengan kehangatan dan perhatian yang tulus.

Hidup bersama Elias mungkin tidak mewah, tetapi bagi Arlo, itu jauh lebih berarti daripada apa pun yang pernah ia miliki sebelumnya.

---

"ARLO  SALVATICI"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang