Matahari baru saja terbit, memancarkan sinarnya yang lembut ke seluruh mansion Salvatici. Namun, di balik keindahan pagi itu, ketegangan mulai terasa semakin nyata. Setiap sudut rumah ini dipenuhi dengan perasaan yang berat, seperti menyimpan badai yang siap datang. Semua orang tahu bahwa waktu mereka semakin terbatas.
Setelah pertemuan keluarga beberapa hari yang lalu, seluruh anggota keluarga Salvatici mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi ancaman yang semakin mendekat. Arlo merasa beban di pundaknya semakin berat, namun hatinya juga terasa lebih kuat. Ia tahu bahwa peranannya dalam keluarga ini bukan hanya sebagai anak yang dilindungi, tetapi juga sebagai bagian penting dari masa depan mereka.
Luciano berdiri di depan cermin besar di ruang kerjanya, mengenakan jas hitam yang rapi, wajahnya serius. Sementara itu, Dante, Marco, dan Rico sibuk mengatur strategi, memastikan setiap langkah yang akan diambil telah dihitung dengan cermat. Semuanya bekerja dengan penuh fokus, menyadari bahwa keputusan mereka tidak hanya menentukan hidup mereka sendiri, tetapi juga nasib keluarga Salvatici.
“papa,” kata Arlo tiba-tiba, memasuki ruangan dengan langkah tegas. “Lio siap. Lio tahu kalian khawatil, tapi Lio ingin ikut tellibat dalam lencana ini.”
Luciano menoleh, tatapan matanya masih penuh ketegasan, namun ada sedikit kehangatan yang tak bisa disembunyikan. “Arlo, ini bukan lagi masalah seberapa siap kamu. Ini tentang memastikan kita semua tetap hidup. Kamu masih terlalu muda untuk terjun langsung ke dalam pertempuran ini.”
“papa,” jawab Arlo, suaranya penuh keyakinan, “Lio bukan lagi anak kecil yang bisa kamu lindungi telus-menelus. Lio ingin melindungi kalian juga. Lio ingin beljuang belsama kelualga.”
Dante mengangkat alisnya, merasa bangga dengan keberanian adiknya. “Dia benar, pah. Kita semua harus bekerja bersama untuk melawan mereka. Jika kita terpisah, kita hanya akan menjadi sasaran empuk.”
Marco menatap Arlo, melihat perubahan besar dalam dirinya sejak beberapa minggu lalu. “Kamu sudah berkembang, Arlo. Abang yakin kita bisa mengandalkanmu.”
Luciano menghela napas panjang, mengingat kembali masa-masa sulit saat ia merasa takut akan kehilangan keluarganya. Namun, ia tahu Arlo benar—kini saatnya untuk bergerak maju bersama, bukan mundur. Dengan tegas, ia berkata, “Baiklah. Tapi kamu harus selalu ingat, apapun yang terjadi, keselamatanmu adalah prioritas kami. Jangan pernah lupakan itu.”
Arlo mengangguk, merasa lebih kuat dengan keputusan yang telah dibuat. Di luar ruangan, Elias, yang selama ini berperan sebagai teman dan sekutu mereka, berdiri dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia tahu bahwa apa yang mereka hadapi bukanlah ancaman biasa, dan sekali pertempuran dimulai, semuanya akan berubah.
Setelah semua persiapan selesai, keluarga Salvatici berkumpul di ruang makan besar. Keheningan yang mencekam mengisi ruangan, hanya suara gemericik kopi dan dentingan peralatan makan yang terdengar. Semua orang tahu bahwa makan pagi ini mungkin menjadi yang terakhir dalam suasana yang damai.
“Ada yang harus kalian ketahui,” kata Luciano, memecah keheningan. “Keluarga Moretti tidak hanya mengincar kita sebagai keluarga. Mereka ingin menghancurkan seluruh kerajaan bisnis yang telah kita bangun. Jika kita tidak bertindak sekarang, kita bisa kehilangan segalanya.”
Rico, yang selama ini lebih memilih bertindak diam-diam, menatap Luciano dengan serius. “Kita sudah siap, pah. Tetapi kita perlu tahu satu hal lagi—siapa yang akan memimpin pasukan kita. Ini bukan hanya sekedar pertempuran fisik, ini juga pertempuran mental.”
Luciano menatap anak-anaknya, satu per satu. Di saat yang penuh ketegangan ini, ia menyadari bahwa semua orang di dalam ruangan ini memiliki peran yang tak tergantikan. “Kalian semua akan memimpin dengan cara kalian masing-masing. Kalian tahu apa yang harus dilakukan. Papa hanya akan memastikan kita bergerak bersama, tanpa ada yang tertinggal.”
Setelah makan pagi selesai, mereka semua bergegas menuju ruang bawah tanah mansion, tempat yang sudah dipersiapkan untuk rencana mereka. Arlo merasakan jantungnya berdebar kencang, meskipun ia berusaha menyembunyikan kecemasannya. Ia tahu bahwa hari ini, kehidupan mereka akan berubah selamanya.
Pintu ruang bawah tanah terbuka, dan mereka memasuki ruangan yang telah dipenuhi dengan peta-peta, senjata, dan berbagai alat yang akan digunakan untuk melindungi keluarga mereka. “Ini bukan hanya tentang kita,” kata Luciano, memandang peta yang terhampar di depan mereka. “Ini tentang masa depan keluarga Salvatici. Kita tidak hanya berperang untuk bertahan hidup. Kita berperang untuk memastikan keluarga kita tetap ada di dunia ini.”
Rencana telah disusun dengan cermat. Mereka akan menyerang keluarga Moretti di titik-titik lemah mereka, melumpuhkan sumber daya mereka, dan menghancurkan kepercayaan diri mereka. Namun, di balik semua strategi ini, Arlo tahu bahwa ada satu hal yang paling penting: mereka harus tetap bersama. Karena hanya dengan kebersamaan, mereka bisa mengalahkan musuh yang jauh lebih besar dari yang mereka kira.
Hari itu, saat keluarga Salvatici bergerak untuk menghadapi musuh mereka, mereka tidak hanya membawa senjata dan strategi. Mereka membawa harapan, kebersamaan, dan tekad yang tak bisa dihancurkan oleh siapapun, bahkan oleh keluarga Moretti yang berusaha merobohkan semuanya.
Di tengah persiapan yang semakin intens, Arlo merasa sesuatu yang lebih kuat daripada rasa takut: kebanggaan. Kebanggaan bahwa ia bukan hanya anak yang dilindungi, tetapi juga bagian dari sesuatu yang lebih besar. Sebuah keluarga yang tak pernah menyerah, meskipun ancaman selalu mengintai di setiap langkah mereka.
Dengan tekad yang bulat, mereka melangkah keluar dari ruang bawah tanah, siap menghadapi apapun yang akan datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
"ARLO SALVATICI"
ActionArlo Salvatici, anak bungsu keluarga mafia ternama, lahir di tengah tragedi yang merenggut nyawa mamanya. Namun, kehadirannya justru dianggap sebagai kutukan. Dibenci oleh papa dan Abang-abangnya, Arlo tumbuh dalam cemoohan, tamparan, dan perlakuan...