Bab 39: Persiapan Terakhir

1 0 0
                                    

Langit masih gelap, menyelimuti mansion dengan nuansa mencekam yang semakin terasa. Angin malam berhembus kencang, seperti menandakan badai yang tak terelakkan. Setiap sudut mansion terasa penuh dengan ketegangan, dan setiap langkah yang diambil seakan menggema dengan suara yang lebih berat dari sebelumnya. Keluarga Salvatici sudah tidak punya waktu lagi. Semua sudah dipersiapkan untuk pertempuran besar yang akan datang.

Arlo berdiri di depan jendela, menatap ke luar. Di luar, pohon-pohon yang bergoyang oleh angin seperti mengingatkannya bahwa dunia ini bisa berubah dalam sekejap. Namun, kali ini, ia tidak merasa takut. Ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Sesuatu yang lebih kuat, lebih tegas, yang membuatnya yakin bahwa meskipun ancaman datang, ia tidak akan mundur.

Di ruang utama mansion, Luciano duduk di meja besar yang dikelilingi oleh Dante, Marco, Rico, dan Bang Elias. Mereka semua tampak serius, wajah mereka menunjukkan tekad yang sama. Tidak ada kata-kata yang terbuang di antara mereka; semuanya fokus pada rencana terakhir yang telah disusun dengan cermat.

"Semua sudah siap?" tanya Luciano, suaranya yang dalam dan penuh otoritas membelah kesunyian di ruangan itu.

"Ya, papa," jawab Marco, matanya penuh dengan tekad. "Kami sudah mempersiapkan semuanya. Keluarga Moretti tidak akan bisa menembus pertahanan kita."

Rico menambahkan, "Semua posisi sudah diperiksa. Kami tinggal menunggu sinyal untuk bergerak."

Bang Elias yang berdiri di samping mereka menatap Luciano dengan serius. "Aku sudah memastikan aliansi dengan orang-orang yang bisa dipercaya. Mereka akan membantu kita jika kita terdesak."

Luciano mengangguk. "Bagus. Kami membutuhkan setiap sekutu yang bisa kita dapatkan."

Namun, meski semua persiapan tampak sempurna, ada satu hal yang terus menghantui pikiran Arlo—bagaimana jika mereka gagal? Bagaimana jika, pada akhirnya, semua yang telah mereka perjuangkan sia-sia? Perasaan itu seperti benih keraguan yang mulai tumbuh di dalam dirinya. Arlo menatap wajah ayahnya, dan untuk sekejap, ia merasakan kekhawatiran yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Apakah kita akan benal-benal bisa mengalahkan meleka, papa?" tanya Arlo, suaranya hampir terdengar ragu.

Luciano menatap Arlo dengan mata yang tajam, penuh kebijaksanaan. "Kita bukan hanya akan mengalahkan mereka, Arlo. Kita akan bertahan. Kita bukan hanya berjuang untuk diri kita sendiri, tapi untuk seluruh keluarga ini. Dan kita tidak akan pernah menyerah."

Dante menepuk bahu Arlo, memberikan dukungan yang tak terucapkan. "Kamu sudah lebih kuat dari yang kamu kira, adikku. Kami akan ada di sisimu."

Arlo merasakan ketenangan mengalir dalam dirinya. Meski ancaman besar menunggu mereka, ia tahu bahwa keluarganya adalah kekuatan terbesar yang dimiliki. Tidak ada yang bisa menghancurkan mereka jika mereka tetap bersatu.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar, dan seorang pembantu mansion masuk dengan membawa pesan. "Tuan Luciano," katanya dengan cepat, "Pesan dari orang luar. Mereka telah tiba."

Semua orang di ruangan itu berhenti sejenak, saling berpandangan dengan wajah serius. Ini adalah sinyal yang telah mereka tunggu-tunggu. Mereka sudah tidak punya waktu lagi.

"Ini saatnya," kata Luciano, berdiri dan menatap semua orang di sekelilingnya. "Semua posisi telah ditentukan. Sekarang kita bergerak."

Dengan langkah tegas, keluarga Salvatici mulai bergerak menuju tempat yang telah mereka siapkan untuk menghadapi keluarga Moretti. Masing-masing dengan senjata dan strategi yang telah dirancang dengan cermat, siap menghadapi ancaman yang datang dari luar.

Arlo merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Ia tahu bahwa pertempuran ini bukan hanya tentang hidup dan mati. Ini adalah tentang kebanggaan, tentang keluarga, dan tentang apa yang mereka perjuangkan. Ia tidak bisa membiarkan semuanya hancur begitu saja.

Sebelum mereka meninggalkan mansion, Luciano mendekatkan dirinya kepada Arlo. "Ingat, apa pun yang terjadi, kamu adalah bagian dari keluarga ini. Kita akan menghadapinya bersama-sama."

Arlo mengangguk, dan untuk pertama kalinya sejak lama, ia merasakan kedamaian dalam dirinya. Tidak peduli apa yang akan datang, ia tahu bahwa mereka akan menghadapi semuanya bersama.

Mansion yang begitu besar itu kini terasa lebih kecil, dan suasana yang mencekam semakin membayangi mereka. Namun, ada secercah harapan yang bercahaya di dalam hati mereka semua. Ini adalah pertempuran terakhir, dan tidak ada jalan mundur.

---

"ARLO  SALVATICI"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang