Beberapa minggu berlalu sejak pertemuan penuh emosional itu. Keluarga Salvatici, yang dulu dihantui oleh kebisuan dan jarak, kini mulai berfungsi kembali sebagai satu kesatuan. Mereka bekerja lebih erat, berkomunikasi lebih terbuka, dan saling menjaga satu sama lain dengan cara yang tak terungkapkan—hanya melalui tindakan, tatapan, dan sentuhan. Namun meskipun ada kedamaian kecil di dalam rumah mereka, ancaman keluarga Moretti tetap mengintai, memicu kekhawatiran yang mendalam.
Pagi itu, Arlo bangun dengan rasa aneh di dadanya—sebuah perasaan cemas yang semakin hari semakin membebani dirinya. Ia tahu bahwa keluarga Moretti tidak akan membiarkannya begitu saja. Mereka ingin lebih dari sekadar menghancurkan nama keluarga Salvatici; mereka ingin menghancurkan Arlo, simbol kelemahan mereka yang tertinggal.
Namun, kali ini Arlo tidak merasa takut. Seiring berjalannya waktu, ia belajar bahwa ia tidak lagi sendiri. Keluarga yang dulu ia anggap acuh kini bersatu untuk melindunginya. Bahkan di tengah kegelapan, mereka adalah cahaya yang membimbingnya.
Setelah sarapan, Arlo duduk di ruang tamu dengan kakak-kakaknya. Dante dan Marco sedang memeriksa beberapa dokumen bisnis yang penting, sementara Rico menatap layar ponsel, membaca kabar terbaru dari luar. Luciano, seperti biasa, duduk di kursi besar di ujung ruangan, fokus pada laporan yang diberikan oleh pengawal dan pengacara keluarga.
"Arlo," panggil Dante, suaranya tenang namun serius, "kita akan mengadakan pertemuan keluarga dalam beberapa jam. Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan tentang keluarga Moretti. Kami akan melibatkanmu dalam rencana ini, karena kamu sekarang bagian dari semua ini."
Arlo mengangguk pelan, meskipun hatinya masih berat. "Lio tahu, bang. Lio siap."
Ketika pertemuan dimulai, suasana di ruang kerja keluarga Salvatici terasa sangat tegang. Luciano berdiri di depan meja besar, tatapannya tajam, penuh kewaspadaan. "Kita sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Keluarga Moretti semakin dekat dengan kita, dan kita harus bergerak lebih cepat dari mereka."
Rico menambahkan, "Mereka sudah mulai berani menembus perbatasan kita. Mereka tahu kita sedang sibuk dengan konflik internal, dan itu memberi mereka kesempatan untuk menyerang."
Dante melirik ke arah Arlo, yang duduk di sisi meja, tangan terlipat di atas paha. "Arlo, kami tahu ini berat bagimu, tapi kamu harus siap. Keluarga Moretti akan mencoba untuk memanfaatkan setiap kelemahan yang mereka bisa. Kamu adalah titik fokus mereka. Itu berarti, kita harus lebih waspada."
Arlo menatap mereka dengan tatapan serius. "Lio tidak akan lali. Lio tahu apa yang halus Lio lakukan."
Marco tersenyum tipis, merasakan kedewasaan yang baru dalam diri adiknya. "Kamu bukan lagi bocah kecil yang merasa takut, Arlo. Kami akan bersamamu menghadapinya."
Luciano, yang selama ini selalu tampak tegas dan terkendali, akhirnya berkata, "papa sudah membuat keputusan. Kali ini, kita tidak akan bertahan hanya untuk bertahan. Kita akan menyerang mereka lebih dulu. Tidak ada lagi yang bisa mengancam kita."
Semua yang hadir di dalam ruangan itu merasa kekuatan dalam keputusan papa mereka. Meskipun begitu, Arlo masih merasakan ketegangan di dadanya. Menyadari bahwa dalam hidupnya, segala sesuatu bisa berubah dalam sekejap.
Setelah pertemuan selesai, Arlo berjalan ke luar mansion. Ia menuju taman belakang, tempat yang sering ia kunjungi ketika ingin berpikir dengan jernih. Suasana sejuk pagi itu memberinya waktu untuk merenung.
Tiba-tiba, langkah seseorang terdengar di belakangnya. Arlo menoleh dan melihat Luciano berdiri di sana, dengan wajah penuh perhatian.
"Papa..." Arlo mulai berbicara, suaranya sedikit bergetar. "Apa yang akan teljadi jika kita kalah? Lio tidak tahu halus bagaimana lagi."
Luciano mendekat, menempatkan tangan di bahu Arlo, memberikan dukungan yang hangat. "Kita tidak akan kalah, Arlo. Keluarga ini akan bertahan, apapun yang terjadi. Kita tidak akan membiarkanmu pergi lagi."
Arlo merasakan sesuatu yang luar biasa dalam kata-kata papa nya. Ada kekuatan dalam setiap kalimat yang diucapkan Luciano, dan untuk pertama kalinya, Arlo merasa benar-benar dihargai.
"Telima kasih, pah," Arlo berbisik, hampir tidak percaya bahwa ia bisa merasa seaman ini, bahkan di tengah ancaman yang besar.
Luciano membalas senyum Arlo dengan pelukan yang erat. "Selama papa masih hidup, kamu akan selalu aman, Arlo. Kamu bukan hanya anakku. Kamu adalah alasan aku bertahan hidup hingga saat ini."
Di tengah kegelapan yang terus mengancam, Arlo akhirnya merasakan kedamaian yang sesungguhnya. Keluarganya akan selalu ada di sisinya. Tidak peduli apapun yang akan terjadi, ia tahu kini bahwa ia memiliki kekuatan yang tak terukur: cinta dari keluarga yang tak akan pernah menyerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
"ARLO SALVATICI"
ActionArlo Salvatici, anak bungsu keluarga mafia ternama, lahir di tengah tragedi yang merenggut nyawa mamanya. Namun, kehadirannya justru dianggap sebagai kutukan. Dibenci oleh papa dan Abang-abangnya, Arlo tumbuh dalam cemoohan, tamparan, dan perlakuan...