Bab 29: Perubahan yang Tak Terelakkan

2 1 0
                                    

Langit sore itu kelabu, langit seakan ikut merasakan ketegangan yang melingkupi mansion Salvatici. Walaupun pertempuran dengan keluarga Moretti telah usai, dampak dari kejadian tersebut masih membekas di setiap sudut rumah. Arlo berdiri di balkon, memandang jauh ke horizon yang semakin gelap. Walau mereka telah menang, perasaan berat masih menghantui.

"Lio, kita harus bicara," kata Elias, yang muncul di belakang Arlo dengan wajah serius.

Arlo menoleh, menyadari bahwa meskipun mereka telah berhasil mengalahkan musuh, banyak hal yang belum selesai. "Tentang apa, Bang?"

Elias mengambil napas dalam-dalam sebelum berbicara lagi. "Tentang dirimu. Tentang apa yang terjadi setelah ini."

Arlo memandang ke bawah, matanya kosong, seolah mencari jawaban dalam kekosongan di depan mata. "Lio tidak tahu, Bang. Lio melasa sepelti sudah menjalani semua ini, tetapi tetap saja tidak ada yang belubah. Lio masih melasa asing dengan meleka, dengan kelualgaku. Lio bukan anak yang meleka halapkan, bukan anak yang meleka inginkan."

Elias menghela napas dan mendekat. Ia tahu betul betapa beratnya perasaan Arlo, bagaimana ia merasa terasing dalam keluarganya sendiri. "Kamu tahu, Lio, kita semua berjuang dengan caranya masing-masing. Tapi kamu harus ingat, kita ini keluarga. Keluarga itu bukan tentang siapa yang layak atau tidak layak. Keluarga adalah tentang menerima satu sama lain dengan segala kekurangan dan kelebihan."

Arlo menundukkan kepalanya. "Tapi bagaimana Lio bisa menelima meleka kalau Lio melasa meleka tidak pelnah benal-benal menelima Lio?"

Elias menepuk bahu Arlo dengan lembut. "Karena mereka menyayangimu, Lio. Mungkin tidak selalu dengan cara yang kamu inginkan, tapi mereka mencintaimu. Bahkan papamu, yang selama ini keras dan tak pernah menunjukkan perasaannya, sebenarnya sangat peduli padamu."

Arlo diam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Elias. Ia tahu apa yang dikatakan Elias bukan sekadar hiburan kosong, tetapi kenyataan yang sulit untuk diterima. Selama ini, ia terlalu fokus pada rasa sakit dan kekecewaan, sampai ia lupa untuk melihat cinta yang ada di sekitar dirinya.

Di ruang keluarga, Luciano berdiri di dekat jendela, menatap keluarganya yang sedang berkumpul. Wajahnya tampak lelah, tetapi ada sesuatu yang berbeda di dalam tatapannya. Meskipun ia tampak kuat di luar, perasaan bersalahnya masih belum hilang sepenuhnya. Ia merasa gagal sebagai seorang papa, terutama kepada Arlo.

Dante, Marco, dan Rico duduk di dekat meja, berbicara tentang langkah berikutnya setelah pertempuran. Namun, ketiganya tidak bisa menghindari kenyataan bahwa pertempuran ini telah mengubah mereka semua. Mereka kini melihat Arlo bukan lagi sebagai anak bungsu yang lemah, melainkan sebagai seseorang yang juga memiliki keberanian dan kekuatan untuk melindungi keluarga mereka.

Luciano akhirnya berjalan menuju meja, duduk di antara anak-anaknya. "Aku tahu aku bukan papa yang sempurna. Aku tahu banyak dari kalian merasa aku tidak pernah ada untuk kalian, terutama untuk Arlo," katanya dengan suara pelan namun tegas. "Tapi aku ingin kalian tahu, aku mencintai kalian semua lebih dari apapun."

Arlo yang berada di luar, mendengar kata-kata itu. Tiba-tiba, hatinya terasa lebih ringan, meskipun masih ada banyak hal yang harus ia selesaikan. Ia tahu bahwa ini bukan akhir dari perjalanan panjang mereka, tetapi setidaknya, untuk pertama kalinya, ia merasa ada ruang untuknya di dalam keluarga ini.

Sore itu, keluarga Salvatici akhirnya berkumpul bersama, tidak lagi sebagai orang-orang yang terpecah, tetapi sebagai satu kesatuan yang kuat. Mereka mungkin masih banyak yang harus diperbaiki, namun mereka tahu bahwa bersama-sama, mereka bisa menghadapi apapun yang datang.

Di luar rumah, langit mulai cerah, menandakan akhir dari badai. Perjalanan mereka belum berakhir, tetapi mereka tahu bahwa bersama, mereka akan menghadapi apapun yang ada di depan.

"ARLO  SALVATICI"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang