Rumah keluarga Salvatici kini terasa kosong dan sunyi. Kehilangan Arlo membawa duka mendalam yang menyelimuti setiap sudut mansion megah itu. Luciano, Dante, Marco, dan Rico tak lagi hidup seperti biasa; mereka tenggelam dalam rasa bersalah yang tak kunjung reda.
---
"Kehampaan yang Menyiksa"
Di ruang kerjanya, Luciano Salvatici menatap meja kayu besar yang dipenuhi dokumen, tetapi pikirannya melayang jauh. Wajah tegasnya kini terlihat lebih tua, penuh kerutan penyesalan.
Dante masuk tanpa mengetuk. "Papa," panggilnya, suaranya berat.
Luciano mengangkat wajahnya perlahan. " Hmm Apa lagi?" tanyanya dengan nada lelah.
"Kita harus cari Arlo. Kalau dibiarkan terlalu lama, kita mungkin tidak akan pernah bisa menebus semua ini."
Luciano terdiam, matanya memerah. "Apa menurutmu dia mau melihat wajah kita setelah semua yang terjadi?" gumamnya parau.
Dante mengepalkan tangan. "Mungkin dia tidak mau. Tapi dia adik kami. Kita tidak bisa menyerah."
---
"Makan Malam Tanpa Arlo"
Di meja makan, suasana semakin pilu. Marco hanya menatap kosong ke piringnya, sementara Rico memainkan garpu tanpa makan sedikit pun.
"Kalau dia di sini, pasti udah ngomong 'lapal' bukan 'lapar,'" gumam Marco lirih, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Rico menghela napas. "Dan kita malah menertawakan dia setiap kali dia ngomong."
"Lebih dari itu," Dante yang baru masuk menyela. "Kita juga menghina, memaki, bahkan menyakitinya. Kita semua keparat."
Semua terdiam. Kata-kata Dante menusuk hati mereka masing-masing.
---
"Misi Pencarian Dimulai"
Luciano akhirnya mengumpulkan semua bodyguard keluarga Salvatici. "Cari Arlo di mana pun dia berada," perintahnya tegas. "Aku tidak peduli apa pun caranya. Bawa dia kembali, hidup-hidup."
Para bodyguard menyebar ke seluruh penjuru kota, bahkan hingga ke desa-desa terpencil. Namun, Arlo bukan anak biasa. Ia telah belajar bertahan sendiri sejak kecil dan kini membuat dirinya sulit dilacak.
Laporan-laporan datang tanpa hasil yang pasti. Satu kabar menyebutkan seorang bocah bekerja di pelabuhan kecil. Namun, ketika tim tiba, bocah itu sudah pergi.
---
"Kenangan yang Menyiksa"
Di kamarnya, Marco mendapati sebuah buku tua milik Arlo. Di halaman belakangnya terdapat tulisan sederhana: "Aku cuma mau jadi anak baik." Marco menggenggam buku itu erat, air matanya menetes tanpa ia sadari.
Rico lebih memilih melampiaskan rasa bersalahnya dengan memukul dinding kamar hingga tangannya berdarah. "Kalau dia nggak balik... kita nggak akan pernah bahagia lagi," gumamnya dengan suara bergetar.
Dante, yang biasanya paling tenang, tak mampu menyembunyikan emosinya. Ia duduk di tepi tempat tidur Arlo, menatap boneka hiu kecil yang selalu menemani adiknya. "Maaf, Lio..." bisiknya. "Kami nggak pernah jadi abang yang pantas buatmu."
---
"Janji yang Baru"
Suatu malam, Luciano memanggil ketiga putranya ke ruang keluarga. Wajahnya terlihat lelah, tetapi tatapannya dipenuhi tekad.
"Kita tidak akan berhenti sampai Arlo kembali," katanya mantap. "Aku tidak peduli apa pun yang harus kita lakukan. Kita akan menemukannya. Dan kali ini... kita akan memperbaiki semuanya."
Ketiga putranya mengangguk. Di dalam hati, mereka tahu bahwa jalan untuk mendapatkan kembali Arlo tidak akan mudah. Tetapi mereka semua sepakat: keluarga ini tidak akan lengkap tanpa si bungsu mereka.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
"ARLO SALVATICI"
БоевикArlo Salvatici, anak bungsu keluarga mafia ternama, lahir di tengah tragedi yang merenggut nyawa mamanya. Namun, kehadirannya justru dianggap sebagai kutukan. Dibenci oleh papa dan Abang-abangnya, Arlo tumbuh dalam cemoohan, tamparan, dan perlakuan...