16 - Rivalry

104 15 0
                                    

Keempat pria itu tidak langsung merespons, hanya terdiam dalam keheningan yang canggung. Mereka saling menatap, mencoba membaca pikiran satu sama lain.

"Apa kita semua memikirkan hal yang sama?" tanya Hyunjin akhirnya, memecah keheningan. Jeno mengangguk tipis, mengonfirmasi tanpa banyak bicara. "Mungkin."

"Jadi, siapa yang menginginkannya?" ujar Vernon tanpa basa-basi, seolah memastikan bahwa mereka semua berada pada pemikiran yang sama.

Hening lagi. Mereka mengamati reaksi masing-masing dengan cermat, menganalisis gerak-gerik dan ekspresi satu sama lain. Ketegangan terasa, tetapi tidak ada yang berkata apa-apa.

"Apa ini artinya kita semua menginginkannya?" Baekhyun akhirnya angkat bicara, suaranya tenang namun tegas. Ia berdiri tegak di samping Taehyung, seolah menegaskan bahwa mereka berdua memiliki posisi yang sama.

Suasana di ruangan itu mendadak terasa berat. Tak ada yang berani bicara, namun sorot mata masing-masing pria berbicara lebih banyak daripada kata-kata. Mereka semua saling membaca, mencoba memahami isi kepala satu sama lain tanpa perlu mengatakan apa-apa.

Hyunjin akhirnya melangkah mendekat, kedua tangannya disilangkan di dada. "Baiklah, sebelum ini menjadi lebih canggung... kita harus jujur. Aku tidak akan berpura-pura, aku memang memikirkan Jaemin. Tapi aku tahu kalian juga begitu."

Vernon mendengus kecil, menahan senyum. "Tentu saja. Sejak kapan kau jadi ahli membaca pikiran, Hyunjin?" Nada bicaranya ringan, tapi ada ketegangan yang terasa jelas.

Taehyung menatap ke arah Jeno, yang sejauh ini hanya diam. "Kau tidak akan berkata apa-apa, Jeno? Atau kau hanya menunggu kami semua menyerah duluan?"

Jeno mendesah pelan, matanya menatap lurus ke arah mereka satu per satu. "Tidak ada yang perlu diperebutkan di sini. Jaemin bukan sesuatu yang bisa kalian klaim. Dia punya hak untuk memilih."

Kata-kata Jeno membuat suasana semakin serius. Baekhyun, yang biasanya menjadi yang paling santai di antara mereka, melangkah maju, berdiri di samping Taehyung. "Kau benar, Jeno. Tapi fakta bahwa kita semua... memiliki perasaan ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Pertanyaannya sekarang adalah: bagaimana kita akan menghadapi ini?"

Hening lagi. Kali ini lebih panjang. Pikiran masing-masing dari mereka berputar cepat, mencoba mencari jalan keluar dari situasi yang rumit ini.

"Aku tidak akan mundur," ujar Hyunjin akhirnya, memecah keheningan. "Tapi aku juga tidak akan melakukan sesuatu yang memaksa. Aku ingin Jaemin memilih dengan kemauannya sendiri."

Vernon mengangkat bahu, setuju. "Setuju. Tidak ada gunanya bersaing untuk sesuatu yang bukan keputusan kita. Tapi aku tidak akan pura-pura tidak peduli."

Taehyung melirik ke arah Baekhyun, yang mengangguk kecil. "Kami juga tidak akan mundur. Tapi kami tahu bahwa ini bukan tentang siapa yang pertama mengklaim. Ini tentang siapa yang benar-benar bisa membuat Jaemin memilihnya."

Semua mata akhirnya tertuju pada Jeno. Sebagai yang memiliki interaksi bersama Jaemin berbeda daripada dirinya yang biasanya, pendapatnya menjadi yang paling dinantikan. Jeno tetap diam beberapa saat sebelum akhirnya berbicara.

Dalam situasi seperti ini, Jeno akhirnya menghela napas panjang, menyandarkan tubuhnya ke sofa. Wajahnya tenang, tetapi ada kilatan keseriusan dalam sorot matanya.

"Aku rasa pembicaraan ini terlalu dini untuk dibahas," ucap Jeno dengan nada datar, namun tegas. Ia melirik satu per satu wajah teman-temannya, memastikan kata-katanya tertangkap dengan jelas. "Apa kalian bahkan benar-benar sadar dengan perasaan kalian sendiri?"

Pertanyaan itu menggantung di udara, menuntut jawaban yang tidak segera datang. Jeno melanjutkan, suaranya lebih dalam, penuh pertimbangan. "Yang kita rasakan sekarang, aku yakin hanyalah ketertarikan. Jaemin... dia seperti variabel baru dalam hidup kita. Berbeda dari orang-orang yang biasanya kita temui. Dia tidak menempel, tidak mencari perhatian. Dia polos, tapi bukan berarti dia naif. Itu sesuatu yang tidak biasa bagi kita, dan mungkin itu yang membuatnya menarik."

Ia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya meresap ke dalam pikiran mereka. "Tapi apa kalian yakin perasaan ini lebih dari sekadar ketertarikan sesaat? Seserius yang kalian bicarakan tadi? Aku ragu."

Tatapan Jeno menajam, menekankan maksudnya. "Kita semua tahu kebiasaan kita. Berganti pasangan seperti mengganti baju, menjadikan hubungan sebagai permainan yang tidak pernah berlangsung lama. Apa kalian yakin kalian benar-benar bisa menaruh perasaan pada seseorang yang baru saja kalian temui tiga kali?"

Ruangan itu kembali hening. Tidak ada yang membalas, tidak ada yang berusaha menyangkal. Kata-kata Jeno menyeruak ke dalam, menantang mereka untuk berpikir lebih dalam daripada sekadar mengikuti impuls hati.

Dan di tengah keheningan itu, Jeno mengalihkan pandangannya ke jendela, menghindari tatapan mereka, seolah tidak ingin terlihat terlalu peduli. Namun, jelas terlihat bahwa pikirannya lebih jauh daripada yang ia ucapkan.

Suara pintu shower yang terbuka dari kamar Jaemin memecah keheningan yang menekan di ruangan itu. Deritnya terdengar jelas, disusul langkah-langkah ringan yang menandakan ia tengah menuju kamarnya. Jeno segera menatap teman-temannya dengan isyarat tegas.

"Kita lanjutkan ini nanti," ujarnya singkat, memastikan pembicaraan mereka tidak berlanjut di depan Jaemin.

Tanpa banyak kata, mereka semua berdiri dan mulai meninggalkan apartemen Jaemin. Masing-masing kembali ke lantai mereka untuk bersiap menuju kampus. Keheningan tadi tergantikan oleh aktivitas pagi, seolah tak ada yang baru saja terjadi.

**

Jaemin membuka pintu apartemennya setelah mendengar ketukan lembut. Di depan pintu, Baekhyun berdiri santai dengan Taehyung yang bersandar di dinding samping. Senyum tipis mereka menyambutnya.

"Apa kau sudah siap? Lebih efisien kalau kita pergi bersama, yang lain sudah menunggu dibawah." kata Baekhyun sambil melirik pakaian Jaemin yang sudah rapi. Jaemin hanya mengangguk, mengambil tasnya, dan mengikuti mereka.

Di lantai parkir, sebuah Alphard hitam mengkilap sudah menunggu. Hyunjin terlihat duduk di kursi depan, sementara Vernon berdiri di samping mobil, sibuk mengetuk layar ponselnya. Jeno berdiri tak jauh, menyilangkan tangan dengan ekspresi datar.

"Sejak kapan kau punya Alphard?" cetus Baekhyun saat Vernon membuka pintu geser mobil untuk mereka.

Vernon hanya mengangkat bahu dengan santai. "Baru saja. Aku memesannya sejak hari pertama orientasi. Mobil kita semua tidak ada yang praktis untuk kita semua yang sekarang berenam."

Jeno menggelengkan kepala, sementara Baekhyun hanya menghela napas. Kebiasaan Vernon untuk membeli apapun yang terlintas di pikirannya memang tidak lagi mengejutkan. Jaemin yang berdiri di samping Taehyung hanya tersenyum kecil, merasa canggung dengan obrolan itu.

"Sayang sekali," gumam Taehyung sambil memasuki mobil dengan langkah santai. "Kalau kita pakai mobil Hyunjin, aku bisa saja memangku Jaemin untuk menghemat ruang."

Ucapan itu membuat Hyunjin menoleh dari kursi depan dengan alis terangkat, sementara Vernon yang sudah duduk di kursi pengemudi menahan senyum kecil. Baekhyun mendesah berat, sementara Jaemin, dengan pipi yang mulai memerah, hanya menunduk tanpa tahu harus merespons seperti apa.

"Taehyung, cukup," ujar Jeno akhirnya, suaranya terdengar tajam namun terkendali. Taehyung hanya terkekeh kecil, puas melihat reaksi Jaemin yang tampak gugup.

Dengan cepat, Vernon menyalakan mesin, dan mobil meluncur keluar dari parkiran. Suasana di dalam Alphard berubah menjadi lebih santai, meskipun ada ketegangan halus yang masih terasa di antara mereka.


To Be Continued..
Jangan Lupa Like and Comment nya ya~~

Ternyata masih ada revisi yang kemarin guys.. Kalo besok ga update berarti aku lagi ngerjain punya mereka ya^^

F For Five || MobxJaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang