Jaemin's POV
Aku masih berusaha mencerna situasi saat ini. Rasanya absurd melihat lima pria ini mondar-mandir di ruanganku, seperti keluargaku yang cemas di depan ruang operasi. Baekhyun dan Taehyun saling bertukar kekhawatiran, sementara Vernon berkali-kali melirik ponselnya, mungkin mengecek kapan dokter akan tiba. Hyunjin berdiri di sudut, diam tapi dengan tatapan waspada, sementara Jeno bersandar di dinding, kedua lengannya terlipat di dada, wajahnya lebih sulit kubaca daripada yang lain.
"Apa perutmu masih sakit?" tanya Baekhyun tiba-tiba, nadanya seperti seorang ibu yang khawatir.
Aku mencoba menjawab, tapi sebelum suaraku keluar, Taehyun menyusul dengan pertanyaan lain. "Apa kau sudah makan sesuatu tadi? Atau hanya minum air? Kalau hanya air, itu jelas masalah!"
"Hey, beri dia waktu untuk menjawab," sela Vernon, meskipun ia sendiri tampak tidak sabar menunggu reaksiku.
Aku hanya bisa memandangi mereka dengan kebingungan. Jujur saja, aku tidak tahu bagaimana harus menjawab saat ini, apalagi rasa sakit di perutku masih mengganggu.
"Diam, kalian semua," suara Hyunjin memotong keributan kecil itu. Pandangannya dingin, tapi nadanya cukup tegas untuk membuat suasana menjadi tenang. "Kau lihat sendiri, dia kesulitan menjawab karena kalian terlalu ribut."
Kelima pria itu langsung terdiam, bahkan Vernon hanya mengangkat tangan tanda menyerah.
Sebelum aku sempat merasa lega, suara bel pintu menyelamatkan kami. "Dokter sudah datang," ujar Jeno singkat sebelum ia berjalan cepat ke pintu untuk membukanya.
**
Dokter memeriksaku dengan cekatan, dan aku hanya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya dengan pelan. Setelah beberapa menit, ia akhirnya memberikan diagnosis.
"Kau mengalami gejala GERD," kata dokter itu. "Ini biasa terjadi jika kau melewatkan makan, terutama jika perutmu kosong dalam waktu lama. Kurangnya pola makan teratur membuat asam lambung naik, dan itu menyebabkan rasa sakit seperti yang kau alami."
Aku hanya mengangguk, meskipun rasa malu mulai muncul. Tentu saja ini salahku, pikirku.
Dokter memberikan beberapa obat untuk meredakan gejala sementara, lalu menuliskan resep untuk obat tambahan yang bisa dibeli di apotek. "Jangan makan makanan berat dulu. Mulai dengan sesuatu yang lembut seperti bubur, dan jangan lupa minum obat secara teratur," tambahnya sebelum pergi.
Ketika dokter pergi, suasana kembali hening. Tapi tidak lama.
"Aku akan membuatkanmu bubur," kata Hyunjin tiba-tiba, tanpa menunggu persetujuan siapa pun. Ia berjalan ke dapur kecilku dengan langkah tenang, meninggalkan kami yang masih duduk diam.
"Dia benar-benar serius," gumam Taehyun dengan nada bercanda, mencoba mencairkan suasana.
Ketika Hyunjin kembali, ia membawa semangkuk bubur hangat dan duduk di sampingku. "Makan pelan-pelan," katanya sambil menyerahkan sendok padaku.
Aku mengulurkan tangan untuk mengambilnya, tapi ia langsung menarik sendok itu kembali. "Tunggu. Aku akan membantu."
Aku menatapnya dengan bingung. "Apa? Tidak perlu, aku bisa sendiri—"
"Tidak usah keras kepala," potongnya dengan nada datar. "Dokter bilang kau tidak boleh terlalu banyak bergerak. Jadi biarkan aku."
Aku tidak tahu harus bagaimana menolak, jadi aku hanya membiarkan Hyunjin menyuapiku perlahan. Rasanya... aneh. Tapi juga hangat. Ia begitu telaten, bahkan meniup sendok sebelum menyuapiku, memastikan aku tidak kepanasan.
"Jangan terburu-buru," katanya lagi.
Aku tidak bisa menahan senyum kecil. Ada sesuatu yang menenangkan dalam caranya mengurusku, membuatku merasa nyaman dengan perhatian yang diberikannya.
"Terima kasih," gumamku pelan, lebih kepada diriku sendiri daripada kepadanya.
Hyunjin hanya mengangguk, tidak berkata apa-apa, tapi aku bisa melihat sudut bibirnya sedikit terangkat.
Dalam keheningan yang nyaman itu, aku merasa ada sesuatu yang berubah. Meskipun hari ini penuh dengan rasa sakit dan kelelahan, aku merasa... diterima. Seolah-olah, untuk pertama kalinya setelah tinggal sendirian, aku memiliki orang-orang yang benar-benar peduli.
**
Sudut Pandang Ketiga
Setelah memastikan Jaemin tertidur kembali setelah minum obat dan pain killer, kelima pria itu meninggalkan kamar dengan langkah pelan, menutup pintu kamar Jaemin dengan hati-hati. Mereka semua beranjak ke ruang tamu kecil Jaemin dan duduk di sofa yang sempit, masing-masing dengan ekspresi serius yang jarang terlihat pada mereka.
Hyunjin, yang duduk di ujung sofa, menyilangkan lengannya di dada. Ia memulai pembicaraan dengan nada datar tapi tegas, "Ketika aku membuatkan bubur untuk Jaemin tadi, aku memeriksa kulkasnya."
"Ada apa dengan kulkasnya?" tanya Vernon sambil mengerutkan dahi.
"Isinya hampir kosong," jawab Hyunjin. "Hanya ada beberapa bahan makanan yang mungkin sudah ada sejak dia pindah ke sini. Aku ragu dia memasak atau bahkan makan dengan benar."
Mendengar itu, Baekhyun langsung bersandar ke sofa, menghela napas panjang. "Kukira dia hanya lupa makan hari ini. Tapi kalau seperti itu, ini masalah lebih besar."
"Aku juga memperhatikan apartemennya," Vernon menambahkan, melirik sekeliling ruang tamu yang sederhana. "Tempat ini masih terlihat kosong. Hanya ada furniture esensial seperti sofa ini, meja, dan kasur. Tidak ada dekorasi atau benda pribadi yang menunjukkan dia merasa 'tinggal' di sini."
Taehyun, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Mungkin dia memang tidak terbiasa hidup mandiri. Pindah ke kota baru, tinggal sendirian... itu tidak mudah untuk semua orang."
"Dia bahkan tidak mengunci pintu apartemennya tadi malam," tambah Hyunjin, nadanya mengandung teguran. "Itu menunjukkan dia tidak terlalu memperhatikan sekelilingnya."
Jeno, yang duduk di sudut sofa dengan kedua lengannya terlipat, akhirnya berbicara. "Dia tidak hanya tidak memperhatikan sekelilingnya. Dia juga tidak memperhatikan dirinya sendiri." Tatapannya menyapu ke arah kamar Jaemin, meskipun pintunya tertutup. "Dia terlihat seperti seseorang yang tidak tahu bagaimana menjaga diri."
Semua orang terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Jeno.
"Kau benar," gumam Baekhyun akhirnya. "Dia terlihat seperti tipe orang yang terlalu fokus pada hal-hal lain sampai melupakan dirinya sendiri. Entah itu karena dia terlalu sibuk, atau dia tidak terbiasa memikirkan kebutuhannya sendiri."
Vernon menghela napas panjang, lalu tersenyum kecil meskipun ada nada prihatin di wajahnya. "Jadi, apa yang harus kita lakukan? Tidak mungkin kita membiarkannya begini terus. Kalau tidak, kita akan sering begadang seperti ini."
Taehyun menepuk bahunya pelan, mencoba mencairkan suasana. "Kurasa ini saatnya kita mengajari Jaemin bagaimana cara bertahan hidup dengan benar. Mulai dari makan teratur, mungkin?"
"Dan memastikan dia punya makanan di kulkasnya," tambah Hyunjin sambil mengangkat satu alis.
Jeno berdiri dari sofa, melirik ke arah mereka. "Kita mulai dengan langkah kecil. Besok, aku akan memastikan dia makan sesuatu yang benar di kampus. Sementara itu, kalian bisa membantu dengan caramu masing-masing."
Vernon menyeringai. "Baiklah, Jeno sudah berbicara. Kita akan memastikan si kecil Jaemin tidak kelaparan lagi."
Meskipun suasana mulai mencair dengan candaan Vernon, mereka semua tahu bahwa ini bukan sekadar tentang makan atau kulkas kosong. Mereka semua sadar, Jaemin membutuhkan lebih dari sekadar perhatian biasa.
To Be Continued..
Jangan Lupa Like and Comment nya ya^^
KAMU SEDANG MEMBACA
F For Five || MobxJaemin
Fanfiction🔞🔞 "Lima? Kalian serius? Bagaimana mungkin kalian semua bisa menyukaiku bersamaan? Aku bahkan tidak memberikan alasan untuk kalian menyukaiku? Dan lagi bagaimana bisa kalian membiarkan orang yang kalian sukai bersama orang lain?" Jaemin tidak perc...