38

16 5 9
                                    

ASSASSINO

Ini seperti menunggu dalam kubangan tangis yang tiada henti. Perasaan marah dan takut menjadi satuan yang tidak bisa di definisikan sejak satu jam yang lalu, ketika Alena duduk di depan ruang operasi membiarkan Diego ditangani dokter. Sejak saat itu pula, Alena tidak pernah mengeluarkan sepatah katapun selain meremas kedua tangannya di atas paha dan membiarkan pandangannya menetap di atas punggung tangannya sendiri tanpa menangis. Entahlah, setelah Cedro mengatakan kalau kemungkinan besar Diego tidak akan selamat Alena merasa telinganya berdenging, kepalanya nyaris meledak namun dia bertahan disana.

Kata dokter. ada 3 peluru tertanam di tubuh Diego, Luka sobek di pinggul, satu tusukan di perut, dan bekas cambukan di seluruh tubuh. Dokter bilang, Diego masih bertahan sebab tembakan tidak mengenai area sensitif begitu pun luka lainnya. Meski tetap saja dia mengakui kekuatan Diego dalam bertahan di keadaan separah itu.

"Bagaimana dengan Giampaolo?" Giordano menjauh sedikit dari depan ruangan untuk menjawab telfon dari Tommaso.

"Aku dan polisi masih mencarinya. Diego?"

"Masih di tangani Dokter. Aku harap kau berhasil menangkap Giampaolo, aku ingin sekali mencabik cabik sialan bajingan itu"

"Aku berjanji. Tunggu saja aku disana, besok malam ku pastikan Giampaolo sudah ada di tanganku"

Begitu panggilan berakhir, Giordano menghampiri Alena kemudian menyentuh bahu wanita itu "pulanglah bersama Francesco. Aku akan langsung menghubungimu kalau Operasi nya sudah selesai"

Dovo menahan lengan Giordano, lalu menggeleng geleng pelan memberi tahu kalau tidak perlu mengganggu Alena dulu. Jadi Giordano hanya menghela nafas dan kembali diam. Sekarang suasana menjadi sunyi kembali, hanya ada deru nafas berat di kursi tunggu, sementara Alena belum mengangkat pandangan sampai saat ini. Hanya terus diam sebab tidak tau harus melakukan apa di situasi ini. Ingin menangis tapi tidak bisa, penyesalan menderanya dan membuatnya merasa tidak seharusnya mengeluhkan apa yang terjadi.

Sampai saat seorang suster keluar dari ruangan sambil berlari terburu buru lalu kembali kedalam beberapa detik kemudian dengan membawa alat kejut jantung (Defibrillator). Alena sontak berdiri dari duduknya mendekati pintu ruangan mengintip kedalam, dan menutup mulut melihat keadaan di dalam menjadi ricuh dimana Dokter terus berusaha memompa jantung Diego namun tidak ada reaksi sama sekali.

Giordano menarik Alena "ayo pulang. Kau harus istirahat" katanya sembari membawa Alena keluar dan menuntunnya masuk ke mobil sementara Giordano sendiri menyetir.

"Dia tidak akan selamat" Alena menelan ludah, membasahi kerongkongannya yang terasa kering sambil menoleh pada Giordano.

"Harusnya kau bilang dia akan selamat"

"Kufikir dia akan mati"

"Aku tau"

Alena tertawa culas sambil menunduk "kita hanya berusaha membohongi diri masing masing dengan mencoba berharap pada hal yang tidak mungkin"

"Apa yang harus kukatakan Alena. Hatiku juga terasa sakit"

Alena menutup wajahnya, pada akhirnya tangisnya luruh "aku bisa apa tanpanya Giordano. Aku bisa apa? Apa yang bisa kulakukan tanpa dia?" Suara Alena bergetar selaras dengan bahunya "aku  merasa dadaku sesak atas rasa bersalah yang tidak bisa ku tolerir. Aku yang salah, semuanya salahku"

"Satu satunya alasan karna dia terlalu mencintaimu"

Alena meremas dadanya sendiri "aku bahkan tidak pernah mengungkapkan rasa cinta dengan benar. Mengabaikan ketulusannya, meragukan cintanya setiap saat, aku mungkin harus menyalahkan diriku berkali kali lipat dari ini tapi intinya inilah ujungnya. Aku sudah tidak punya kesempatan lagi"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASSASSINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang