Bab 34

414 65 10
                                    

Pagi ini, hanya Ruka yang menemani Canny di rumah sakit. Pharita harus pergi lebih awal ke kafe untuk membantu pekerjaan Ruka, sementara Asa menghadiri kelas pagi di kampus. Ketiga adiknya yang lain, Ahyeon, Rami, dan Rora sudah berangkat ke sekolah.

Awalnya Rora menolak untuk ke sekolah karena ia ingin menemani Canny, tapi Ruka melarangnya, dengan enggan akhirnya pergi ke sekolah bersama kedua kakaknya. Sedangkan Jennie sendiri pulang untuk menyiapkan beberapa kebutuhan Canny.

Kini, Ruka duduk sendiri di kamar rawat Canny. Ia sedang memeriksa jadwal kontrol dokter ketika pintu terbuka perlahan, Ruka menoleh kebelakang.

"Ella?" Ruka menoleh, sedikit terkejut.

"Hai, Kak Ruka." Ella melangkah masuk dengan senyuman tipis.

"Kenapa pagi-pagi sekali ke sini? Bukannya kamu harus ke sekolah? tanya Ruka.

Ella menggeleng, wajahnya terlihat lelah. "Tidak, Kak. Aku ingin menjenguk Canny. Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Sudah membaik. Tinggal menunggu masa pemulihan saja," jawab Ruka dengan lembut.

Ella mengangguk pelan. Pandangannya menyapu ruangan, mencari sosok Canny. "Terus, Canny di mana? Kok tidak ada di sini? tanya Ella

"Oh, dia sedang jalan-jalan di taman rumah sakit. Niki yang menemaninya," ujar Ruka santai.

Ella mengerutkan kening. "Niki? Siapa itu?"

Ruka tertawa kecil. "Sepertinya aku lupa belum bercerita, ya? Niki adalah orang yang menyelamatkan Canny saat kebakaran di gudang waktu itu."

Mendengar kata "kebakaran," wajah Ella langsung berubah. Matanya tampak sendu, dan ia menundukkan kepala. "Kak Ruka... maaf, ini semua gara-gara Papa. Canny sampai harus mengalami semua ini..."

Ruka menatap Ella penuh pengertian. Ia menghela napas, lalu menepuk bahu Ella. "Sudah, jangan terlalu menyalahkan diri sendiri. Semua sudah terjadi. Yang penting sekarang, Canny ada di sini bersama kita, dan dia selamat.

Ella menatap diam, rasa bersalah masih terpancar di wajahnya. Setelah beberapa saat, Ruka bertanya, "lalu, bagaimana dengan Papa? Apa sudah ada kabar?"

Ella menggeleng dengan lesu. "Belum, kak. Sampai sekarang aku tidak tahu Papa ada di mana...."

Ruka meraih bahu Ella dengan lembut, memberinya rasa nyaman. "Tenang saja. Kita pasti akan menemukan Papa. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, Ella."

Meskipun Ella adalah adik tiri, Ruka tetap memperlakukannya seperti adik kandung. Ia tahu, bagaimanapun juga, Ella juga mengalami beban berat dalam situasi ini.

.
.
.
.

Di luar ruangan, Rose berdiri mematung. Dari celah pintu yang sedikit terbuka, ia mengintip ke dalam. Matanya tertuju pada sosok Ella yang duduk di samping Ruka, terlihat lelah dan sedih.

Rose merasakan hatinya mencelos. Wajah putri yang pernah ia dekap dengan penuh kasih kini terlihat begitu jauh dan asing. Tubuhnya gemetar, dipenuhi rasa bersalah yang begitu dalam.

"Ella.... Mama rindu..." batinnya, namun kata-kata itu tak pernah terucap.

Rose memegang erat tas kecilnya, seakan-akan benda itu mampu menahan seluruh beban yang menghimpit dirinya. Ia ingin masuk, memeluk Ella, meminta maaf atas semua yang terjadi. Tapi langkahnya tertahan oleh ketakutan yang membelenggu.

Bagaimana jika dia membenciku?
Bagaimana jika dia mengusirku?

Sejenak, pikirannya kembali ke masa lalu. Keputusan untuk meninggalkan Ella dan hidup dengan identitas baru adalah pengorbanan terbesar dalam hidupnya. Namun, itu adalah satu-satunya cara untuk melindungi putrinya dari bayang-bayang gelap Sehun.

Dalam Bayang IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang