Canny mencoba menutup matanya meski merasa tidak nyaman karena pelukan Rora yang begitu erat di sisinya. "Kau... bisa tidak lepaskan sedikit? Aku tidak bisa bernapas," keluhnya. Namun, Rora hanya menggumamkan sesuatu yang tidak jelas, masih asyik dalam posisinya.
Belum sempat Canny merasa lega, suara teriakan dari luar kamar menggema, "CANNYYYYYYY!!!"
Canny langsung membuka matanya. "Apa lagi sekarang? gumamnya pelan. Pintu kamar terbuka lebar, menampilkan Ella dengan wajah cerah penuh antusias.
"Hai, Rora!" sapa Ella sambil melambaikan tangan.
Rora yang setengah mengantuk langsung duduk. "Ella? Apa yang kau lakukan di sini? tanyanya.
"Aku akan tinggal di sini mulai sekarang!" jawab Ella dengan senyum riang sebelum berlari mendekati Canny. Ia langsung melompat ke sisi sebelah kiri Canny dan memeluknya erat.
Canny hanya bisa menghela napas. Dalam pikirannya, "Rora saja sudah membuatku pusing, sekarang di tambah Ella."
Rora melirik tajam ke arah Ella yang tampak nyaman memeluk Canny. "Ella, kenapa kamu harus tidur di sini? Ini kan kamarku dan Canny."
Ella melirik balik dengan senyum tipis. "Karena aku mau menemani Canny. Kalau kau merasa terganggu, kau saja yang pindah ke kamar lain."
"Enak saja!" balas Rora. "Ini kan kamarku, kenapa aku yang harus pindah? Kau yang pindah!"
Keduanya saling menatap dengan tatapan tajam, seperti dua kucing yang siap bertarung. Sementara itu, Canny hanya bisa menatap mereka dengan ekspresi datar.
Sudah cukup. Ia bangkit dari tempat tidur dengan gerakan mendadak, membuat Ella dan Rora terkejut. "Kalau kalian ribut terus, aku saja yang pindah. Kalian berdua tinggal saja di sini."
Tanpa menunggu jawaban, Canny berjalan ke pintu. Namun, sebelum keluar, ia menoleh ke arah mereka dengan tatapan tajam. "Dan jangan ada yang berani mengikutiku!"
Ella dan Rora saling melirik, lalu menunduk. Setelah pintu tertutup, keduanya saling menyalahkan. "Ini salahmu!"
.
.
.Canny berjalan keluar dari kamar dengan wajah kusut, berjalan menuju sofa di sudut ruangan, akhirnya bisa lepas dari kedua orang yang membuatnya kesal. "Akhirnya," gumamnya dalam hati sambil memejamkan mata, mencoba mencari ketenangan.
Tak lama setelah ia mulai terlelap, suara langkah pelan terdengar dari lorong. Ahyeon keluar dari kamarnya, mengenakan pakaian santai, dan melihat sosok adiknya tertidur di sofa dengan posisi tidak nyaman. Dahi Ahyeon mengerut. Ia mendekat dengan hati-hati dan menyentuh lengan Canny.
"Canny..." panggil Ahyeon lembut sambil mengguncang pelan lengan adiknya.
Canny mengerjabkan matanya, terbangun dari tidur singkatnya. Matanya bertemu dengan Ahyeon yang berdiri di sampingnya. "Kenapa tidur di sini? tanya Ahyeon, nada suaranya penuh perhatian. "Bukannya tadi kamu tidur di kamar Rora?"
Canny menggaruk belakang kepalanya, mencoba mencari jawaban. "Ah, itu... hmm..." gumamnya gugup.
Ahyeon tersenyum tipis. "Sudah, kakak tahu. Rora pasti membuatmu tidak nyaman, kan?"
Canny hanya menunduk, tidak ingin membahas lebih jauh. Ahyeon menghela napas kecil dan menggenggam tangan Canny. "Ayo, kakak antar ke kamar kamu saja, biar kamu bisa istirahat dengan tenang."
Canny mendongak, sedikit terkejut dengan sikap lembut Ahyeon. Tanpa kata, ia mengikuti kakaknya yang menggenggam tangannya dengan penuh kehangatan.
"Begini rasanya.... di perhatikan," pikir Canny dalam diam, hatinya hangat meski ia terlalu canggung untuk mengungkapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Bayang Ibu
AcakCanny, seorang gadis kecil berusia lima tahun, harus menghadapi kenyataan pahit setelah di tinggal pergi oleh ibunya dan keenam kakak perempuannya. Hidupnya berputar di sekitar perawatan perawatan ayah yang sakit dan berjuang dengan keterbatasan eko...