39

1.8K 469 92
                                    


Keesokan paginya, udara masih terasa dingin. Gracia sudah bangun sejak beberapa waktu lalu, namun bukannya segera beranjak dari tempat tidur, ia malah memilih merubah posisinya menjadi benar-benar menatap Zee. Tubuh kesayangannya tergulung dalam selimut, dengan wajah polos yang tampak begitu menggemaskan.

"Kesayangan aku mukanya kaya bayi banget, lucu." gumam Gracia.

Gracia tersenyum kecil, menyandarkan kepalanya pada telapak tangannya. Ia membiarkan dirinya terlarut dalam momen itu, memperhatikan setiap detail dari anaknya.

Rambut Zee yang sedikit berantakan, nafasnya yang teratur, hingga gerakan kecil saat ia menggeliat tanpa sadar. Rasanya seperti keajaiban yang selalu ia syukuri setiap hari.

"Terima kasih, Tuhan," batinnya lirih.

Ia merasa begitu amat bersyukur, diberikan kesempatan untuk menjadi seorang ibu lebih panjang, merasakan cinta yang begitu mendalam seperti ini. Hangat. Nyaman. Seolah dunia hanya milik mereka berdua.

"Dunia akan hilang kalo kamu nggak ada, sehat-sehat terus ya sayang."

Kalimat itu terasa begitu nyata, begitu dalam. Zee adalah dunianya, pusat dari segala rasa cinta dan harapannya. Kehadiran anak itu memberi arti pada setiap langkah, setiap hembusan napas, dan setiap keputusan yang ia ambil.

Zee bergeliat sedikit, mungkin suara lembut mamanya masuk ke dalam mimpi. Gracia tersenyum kecil, membiarkan anak itu tetap tenggelam dalam tidurnya.

"Semalem agak ndak nyenyak ya bobonya? Ututu kacian bayi aku, gapapa deh sekarang puasin dulu bobonya. Mama ndak bakal bangunin dulu." gumam Gracia gemas sambil merapikan selimutnya.

Gracia menyentuh lembut pipi Zee, merasakan kehangatan. Hatinya terasa penuh. Tak ada yang lebih membahagiakan daripada melihat anaknya tumbuh dengan baik, sehat, dan tetap menjadi sumber kebahagiaannya setiap saat. Ia tahu, tanggung jawabnya sebagai seorang ibu tidak mudah, tetapi detik-detik seperti ini mengingatkannya bahwa semua pengorbanan itu berharga.

Mata Gracia kemudian beralih ke jam dinding di kamar itu, hari ini mereka memiliki rencana. Gracia tak lupa bahwa hari ini ia akan mengantar Zee ke makam Sean.

Hati Gracia terasa berat, meskipun ia berusaha tetap terlihat tenang. Semalam Zee sempat gelisah dalam tidurnya, gumaman kecil yang melontarkan nama 'Papa' membuat Gracia sulit memejamkan mata setelahnya. Ia tahu, mungkin Sean yang kini berada di atas sana merindukan anaknya, sama seperti bagaimana Zee kadang masih mencari kehadiran sosok ayah meski tanpa kata-kata.

"Dari lubuk hati kamu yang paling dalam, Zeevara itu pengen punya papa nggak sih? Serius deh mama penasaran banget, tapi kalo nanya langsung takut... takut kamu salah paham malah ngira mama yang pengen nikah." batin Gracia.

Gracia tenggelam dalam pikirannya, terus memandangi wajah Zee. Ia melamun cukup lama, mengenang perjalanan mereka berdua hingga saat ini. Tanpa peran laki-laki selain sang papi, sejak sang papi tak ada Gracia selalu menyadari bahwa ia harus terus berjuang menjadi sosok yang cukup untuk Zee.

Namun, lamunan itu buyar ketika ia merasakan gerakan kecil di sampingnya. Refleks, Gracia menunduk, terkejut melihat Zee yang kini membuka matanya setengah dan mendusel manja di pelukannya.

"Eh, udah bangun?" tanya Gracia lembut, sambil mengusap punggung Zee yang hangat.

"Hmm... mama," gumam Zee, suaranya serak khas bangun tidur, namun tangannya tetap melingkar erat di pinggang Gracia.

Gracia tersenyum kecil, hatinya mencair seketika. Ia membalas pelukan itu erat, mengecup lembut puncak kepala Zee.

"Iya, sayang, mama di sini. Kamu mau bobo lagi atau kita siap-siap sekarang?" tanyanya pelan, namun Zee hanya bergumam tidak jelas, kepalanya malah semakin menyender di dada Gracia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Beloved S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang