happy reading chiiders!
.
.
.
.Magma dengan telaten membukakan wadah mika yang berisikan buah strawberry. Kembali lagi di ruangan yang sama, putih, berbau obat dan pendingin AC, dengan di temani oleh pemuda setia.
Neva juga tidak tahu mengapa dirinya bisa kembali lagi seperti beberapa bulan lalu. Tubuhnya kembali berbaring lemah di ranjang rumah sakit. Tangannya kembali di tusuk dengan sebuah jarum. Perasaannya kembali hampa seperti dulu.
"Kenapa kamu bisa kayak gini, sayang?.." Suara Magma terdengar begitu halus.
Neva menggeleng tanda tak tahu, di rumah dia hanya memakan seperti biasa, beraktivitas seperti biasa dan tidak keluar rumah selain bermain dengan Magma dan juga Darel.
"Jangan nggak tau, harus tau." Tegas Magma.
"Aku nggak tau, Magma. Tiba-tiba aja pagi hari badan aku udah panas. Aku juga nggak tau.." Suara Neva melemah. Tidak mungkin juga hanya karena dirinya memakai AC di dalam kamar membuat dirinya seperti ini.
Tidak mungkin juga Neva memiliki riwayat penyakit. Neva berani jamin tidak ada riwayat penyakit yang begitu parah ataupun keras. Hanya tipes yang sedang dia alami sekarang.
Magma bersikeras menegaskan Neva untuk memberi tahu kenapa bisa sampai masuk kembali ke dalam ruangan ini. Sedangkan sang empu ikut menggeleng dengan seru menjawab setiap pertanyaan Magma yang memaksa.
"Aku nggak mau ada hal serius sama kamu. Kamu makan aneh-aneh? Atau kamu buat apa berujung lupa?" Tanya Magma.
"Aku udah bilang aku nggak tau! Jangan paksa aku buat jelasin.. Aku nggak tau.. Hiks." Air mata meluruh melewati pipi putih Neva yang sedikit mengempis. Pipi tembam itu kini sudah tidak ada lagi. Hal itu juga membuat Magma semakin khawatir akan keadaan Neva.
"Oke.. Aku berhenti tanya, aku nggak bakal tanya lagi. Tapi satu, kenapa pergelangan tangan kamu di perban? Pertanyaan ini kamu nggak bisa bohong Neva.. Bukti udah ada di depan mata." Sambung Magma.
Neva bergerak tak nyaman, lengannya dia usapkan pada hidung dan matanya. Bertujuan untuk buatkan menyeka air mata dan ingus. Mata Neva berganti menatap objek, pergelangan tangan dan terbalut sebuah perban putih yang sepertinya sudah di ganti.
"Aku.."
"Aku apa? Aku potong? Aku sayat? Kenapa kayak gitu? Ayah baik, semuanya baik, mama juga baik. Kenapa ngelakuin hal itu? Kalo semisal aku nggak ada, kamu nggak ada yang ngawasin lagi gimana?" Ujar Magma.
Neva menangis dengan keras, air matanya sudah tidak bisa kembali di bendung seperti awal. Ucapan Magma memang santai, tapi itu sangat penuh akan tekanan.
"Berhenti nangis. Nggak ada yang marahin kamu, sayang.." Sifat Magma terlampau lembut sudah beberapa hari lalu, semenjak Magma mengubah logat panggilan mereka.
"Nggak ada emang! Tapi kamu.. Nanya nya pake nada gitu! Aku makin nangis.. Hiks." Ketus Neva.
"Kenapa juga harus nangis? Sayang sama air mata kamu. Aku nggak ada bentak sama sekali Neva, nada bicara aku juga gapapa. Kenapa?.."
Neva menggeleng, "Aku gapapa, mending kamu pulang. Aku butuh waktu sendiri." Sifatnya langsung berubah total, air matanya masih keluar tapi nada bicaranya sudah berbeda.
Magma selalu menduga hal ini akan terjadi. Neva ketika di rumah atau sangatlah aneh, ketika sedang menangis maka Magma di perintah untuk pulang, setelah tertawa lalu berubah sedih kembali di perintah untuk pulang. Dia juga ingin menenangkan pacarnya dari tangisannya itu, memangnya kenapa harus pulang?.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐀𝐆𝐌𝐀 [𝐁𝐋 𝐋𝐎𝐊𝐀𝐋] ✓
Teen Fiction𝗗𝗜 𝗟𝗔𝗥𝗔𝗡𝗚 𝗞𝗘𝗥𝗔𝗦 𝗨𝗡𝗧𝗨𝗞 𝗠𝗘𝗡𝗝𝗜𝗣𝗟𝗔𝗞 [𝗣𝗟𝗔𝗚𝗜𝗔𝗥𝗜𝗦𝗘] 𝗖𝗘𝗥𝗜𝗧𝗔 𝗜𝗡𝗜. [ 𝗣𝗥𝗢𝗦𝗘𝗦 𝗥𝗘𝗩𝗜𝗦𝗜 ] Magma Raynald Sebastian, laki-laki yang terkenal karena sifat nakal dan most wanted di sekolahannya. Sifatnya terla...