selamat pagi~~~
Rekomandasi lagu untuk chapter ini, Lana del Rey - Salvatore
happy reading guys~
Beberapa waktu yang telah ditentukan oleh Kinanti untuk sekedar membayarkan jasa servis laptop dengan segelas kopi latte dengan sebuah roti hangat langganannya. Kinanti sempat berpikir bahwa ini adalah keberuntungannya karena hanya dengan membayar kurang lebih dari seratus ribu laptopnya bisa diperbaiki kalau ke tukang servisnya tidak akan dapat harga segitu.
"Kamu sering ke tempat ini?"
Kinanti menoleh padanya. Ia mengangguk sambil tersenyum manis. "Sudah jadi langganan saya nih. Gimana menurut kamu makanannya?"
"Enak."
Kinanti tertawa kecil mendengar jawaban pria di sampingnya.
Hujan rintik-rintik kecil membasahi area hutan pinus di depan toko roti yang sedang mereka nikmati. Jam menunjukkan pukul sebelas siang tetapi rasanya seperti jam enam pagi. Cuaca sangat dingin ditambah kabut menyelimuti pepohonan.
"Kamu bukan asli orang sini?" tebak Kinanti.
"Iya. Saya lahir di Surabaya dan dibesarkan di Bali."
Kinanti mengangguk. "Ada pekerjaan? Kamu seorang dosen?"
"Bukan. Saya hanya sekedar ada seminar di sana waktu itu."
Mulut Kinanti membentuk huruf o sambil menganggukkan kepalanya sebelum menyeruput coklat panas yang ditambahi marshmallow.
"Kenapa gak ganti laptopnya? sudah banyak yang harus diperbaiki itu."
Pipi gadis itu memerah menambah kecantikan alaminya. "Belum benar-benar mati juga sih." Kemudian ia tertawa kecil. "Laptop itu hadiah ulang tahun almarhum ibu saya."
Satya menatapnya lekat. Ingin ia katakan bahwa ia merindukannya. Sangat rindu! Namun Asih memberikan petuah bahwa belum saatnya ia tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Dan Asih pula yang mengancamnya jika ia terburu-buru maka ia akan kehilangannya seperti beberapa waktu yang lampau.
Dan untuk saat ini hanya mengobrol kecil sambil menikmati secangkir kopi dan roti hangat yang disuguhi pemandangan alam yang menakjubkan di depannya, Satya sudah sangat bersyukur telah dipertemukan kembali dengannya dan ia berjanji akan selalu ada dan menjaganya.
***
Entah telah terhubung batinnya dengan Kinanti atau tidak, tetapi Satya bisa memprediksi bahwa nantinya suatu saat gadis itu akan kembali melihat ke Kawali. Untuk itu, Satya berencana tinggal sementara di Ciamis.
Dan benar saja tak menunggu lama, gadis itu datang seorang diri hanya di temani seorang sopir. Satya mengikutinya yang tengah menikmati semangkuk bakso. Asih yang tengah menatap keduanya kemudian menilai dengan matanya bagaimana Satya sudah sangat ingin membawa gadis itu ke dalam pelukannya, kehidupannya.
Kinanti tersenyum geli melihat uang logam lima ratus rupiah yang berwarna kuning keemasan. Kemudian ia mengangkat dan memejamkan sebelah matanya. Kejadian itu. Kejadian di mana mungkin itu pertama kalinya ia mengakui bahwa ia mencintai Dyah Pitaloka bukan sekedar pernikahan politik saja, tetapi benar-benar melihat seorang wanita. Pendamping hidupnya. Permaisurinya. Garwanya!
"Pak, bukannya uang ini sudah gak ada ya?"
"Ya masih atuh neng."
Keduanya saling tertawa menanggapi kalimat aneh Kinanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Padma
Historical Fiction⚠ PERLU DIINGAT BAHWA CERITA INI TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN SEJARAH ASLI⚠ Sebuah insiden tabrakan truk dengan mobil menewaskan sang supir dan seorang wanita berusia sekitar dua puluh dua tahun dengan luka parah. Diketahui dia adalah Kinanti Surya At...