Lalu Bagaimana

8.7K 682 21
                                    

Selamat membaca!

***
-ALI-
"Emangnya kenapa? UNAS gue masih dua bulan lagi."

Kaia menggeleng. "Bukan itu. Lebih tepatnya ini masalah beasiswa yang lo ajuin ke Juilliard."

Man, gue lupa tentang hal itu.

"Udah ada kabar?" Tanya gue, disambut anggukan kepala dari Kaia.

"Setelah lo ikut audisi tahun lalu, merenga nge-apply pengajuan lo. Dan setelah lo lulus, lo bisa langsung ke sana." Jelas Kaia yang langsung membuat gue melongo.

"L-lo nggak bercanda, kan?" Tanya gue dengan bingung. "Lo nggak ngerjain gue, kan?"

Kaia menggeleng. "Buat apaan? Gue nggak sekurang kerjaan itu. Nih," Dia menyodorkan sebuah amplop putih berkop logo Juiliard.

Tanpa basa basi gue segera membuka amplop itu dan mengeluarkan isinya.

Dan... Benar saja. Gue diterima di Juiliard.

Bukankah harusnya ini menjadi kabar terbaik yang pernah gue denger? Bukankah harusnya sekarang gue lompat-lompat, bahkan jungkir balik dari ujung yang satu ke ujung yang lain?

Namun yang terjadi sekarang bertolak belakang. Gue cuman bisa berdiri di tempat itu, dengan tubuh kaku dan mata masih menatap tulisan di kertas itu.

Gue.. Keterima di Juilliard.

Impian gue. Keinginan gue. Kebahagiaan gue.

"Li.. Lo seneng, kan?" Kaia memegang bahuku.

"Gue.." Gue menurunkan kertas itu dan menatap Kaia. "Nggak tau.."

Kaia menghela nafas. "Ali, ini mimpi lo, kan? Lo kepengen jadi musisi lulusan Juilliard, kan?"

I do. Gue pengen banget jadi lulusan Juilliard. Universitas itu adalah satu-satunya alasan mengapa gue selalu berkutat di dalam dunia musik.

Namun sekarang.. Kenapa begini?

Di satu sisi, gue menolak pergi karena tidak sanggup meninggalkan Prilly. Namun di sisi lainnya.. Gue sangat sangat ingin pergi dan bersekolah di sana.

"Jangan sampe lo ngehapus mimpi lo buat sesuatu... Yang gak pasti." Ucap Kaia sebelum dia kembali masuk ke dalam kamar Prilly.

Tangan kiri gue mengepal. Prilly bukan sesuatu yang nggak pasti. Dia pasti bangun dan dia pasti kembali bareng-bareng kita.

Tapi mimpi gue juga bukan hal yang sepele.. Gue nggak bisa gitu aja melupakan Juilliard setelah beasiswa gue di apply. Beasiswa ini benar-benar kesempatan langka, dan gue nggak mungkin menyia-nyiakan hal itu.

Sama saja seperti mengabaikan sebuah berlian di depan mata lo.

Gue menghela nafas panjang dan berbalik meninggalkan tempat itu menuju ke parkiran mobil. Gue butuh mandi dan istirahat. Bulan-bulan ini sudah banyak yang membuat gue tertekan dan stress.

Ujian di sekolah, kuliah, dan juga Prilly.

Gue rasa gue hampir gila. Dan ajaib sekali kalo gue masih waras sampe sekarang.

Sambil berjalan, pikiran gue di sibukkan oleh banyak hal. Dan detik itu, gue tau harus menceritakan semuanya kepada siapa.

***
Dan di sinilah gue. Menunggu seseorang untuk ditemui.

"Sorry. Lo udah nunggu lama, ya?"

Gue menoleh kesamping dan mendapati seorang cewek dengan penampilan stylish berdiri di sana. Dia guru musik gue--dulu--Kak Mila.

To Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang