Hujan

9.2K 702 17
                                    

Selamat membaca!

***
-PRILLY-
Huh. Lengkap sudah semua yang bikin moodku hancur.

Ali nggak masuk.

Padahal kalo liat wajahnya sekilas aja udah bisa bikin aku happy.

Ali, kalo lo bisa tau isi hati gue.. Lo bener-bener udah bikin gue jatuh cinta setengah mati sama lo.

Berawal dari salah masuk ke mobil lo, saling tau aib pake shampoo bayi sama princess, insiden aku digangguin.. Sampe sekarang.

Dan bodohnya, aku baru sadar itu akhir-akhir ini. Setelah aku terjebak dalam situasi yang membuatku pening sendiri.

Padahal ini pilihanku. Tapi aku ragu-ragu sendiri. Aneh, memang.

Yah.. Namanya aja masih ababil.

"Prill, makanan lo kok cuman diaduk-aduk gitu, sih? Mubazir tau." Kata Gritte sambil menepuk bahuku.

Aku tersadar dari lamunanku dan kembali menatap mangkok bakso yang berada di depanku.

Tiba-tiba saja terbayang wajah Ali.

Astaga. Apa gini kalo orang jatuh cinta? Apa gini rasanya kalo kangen banget sama seseorang?

Padahal belum ada sehari, loh.

Aku menghela nafas panjang. "Gue udah kenyang." Kataku sambil berdiri dari sana.

"Kenyang? Makan aja baru dikit!" Gritte menarik tanganku untuk kembali duduk. Tapi aku menggeleng dan meninggalkan Gritte dan Sisi.

Aku menghela nafas panjang. Aku lagi mau sendirian aja sekarang. Lagi mau semedi. Eh, nggak deng.

"Prilly,"

Aku menoleh ke asal suara. Digo berjalan menghampiriku.

"Ya?"

"Lo hari ini keliatan kusut banget," Digo memperhatikan wajahku dengan seksama. "Lo sakit?"

"Gue sehat, kok." Aku berusaha tersenyum.

"Yakin? Oh, atau lo ada masalah? Lo bisa cerita sama gue, Prill. Gue selalu siap dengerin." Kata cowok itu dengan ekspresi bersungguh-sungguh.
Digo tuh terlalu baik. Aku sampe nggak tega.

Aku tersenyum kecil. "Gapapa kok, Go," Kataku sambil memperlebar senyumanku. "Nih liat. Gue baik-baik aja, kan?"

"Lo senyum aja bisa bikin gue meleleh liatnya," Digo mengacak rambutku.

Aku hanya tertawa. Hambar.

Itu yang terjadi padaku setiap kali aku membayangkan senyum manis Ali.

Prilly, cukup. Aku tuh lagi bareng Digo, yang entahlah bisa disebut pacar ato bukan. Nggak etis kalo aku mikirin cowok lain.

"Ke kelas, yuk?"

Aku mengangguk dan berjalan bersisian dengan dia menuju ke kelas.

"Oh ya, Prill," Panggil Digo. "Gue nggak bisa nganter lo pulang, gue harus temenin Sisi buat beli buku hari ini." Katanya dengan tatapan meminta maaf.

See? Bahkan orang yang ngakunya cinta sama aku masih lebih mentingin cewek lain.

Aku nggak cemburu, tentu saja.

"Lo gapapa kan?" Tanyanya.

Aku menggeleng. "Ya gapapa, lah. Toh Sisi juga sahabat lo kan."

Digo tersenyum. "Pengertian deh. Makasih, ya." Katanya.

To Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang