Frustasi (2)

9.4K 727 39
                                    

Selamat membaca! Sambil putar lagu yang ada di media ya:D

***
-ALI-
Detik di saat gue denger dokter bilang gitu, gue merasa nggak bisa hidup lagi.

Kekhawatiran gue terjadi.

Prilly.. Nggak tertolong. Dia ninggalin gue.

"Nggak mungkin.. D-dokter bercanda, kan?" Seru gue.

Bodohnya, gue berharap dokter itu menjawab 'hahaha. Lo semua gue boongin, Prilly masih hidup, bego!' Tapi ternyata enggak.

Dokter menggeleng. "Prilly kehabisan banyak darah saat operasi," Jelasnya. "Dia sudah berjuang sangat keras untuk tetap bertahan hidup."

"Nggak mungkin.." Kaia menutup mulutnya dengan menggunakan tangan. Air mata mulai membanjiri wajahnya.

"Prill.. Lo ninggalin kita semua.." Gumam Kevin. Mungkin dia nggak kuat nahan sedih. Kevin pun nangis.

Gue nggak bisa nangis. Tenaga gue udah habis terkuras untuk memikirkan semua masalah ini.

Tanpa pikir panjang, gue segera masuk ke dalam ruang operasi itu dan menghampiri Prilly.

Wajahnya pucat. Air mata gue langsung turun dengan deras. Gue nggak kuat lagi. Ada ruang hampa di hati gue saat gue menyadari Prilly sudah pergi..

"Prill.. Lo nggak boleh pergi ninggalin gue." Gue menghampiri dan memegang tangannya. "Ijinin gue buat egois sekarang.. Gue nggak mau lo pergi."

Gue mendengar Kaia dan Kevin masuk ke dalam ruangan. Mereka berdiri di belakang gue.

"Apa lo memutuskan buat pergi karena lo marah sama gue? Karena kita belum baikan?" Gue merasa udah gila sekarang karena gue putus asa.

Gue nggak bisa ditinggal sama Prilly. Gue nggak sanggup.

"Ali.. Relain Prilly, Li. Dia udah nggak ada.." Kaia merangkul gue sambil terisak.

"Bodoh. Aku nggak bisa ngejagain Prilly, bun.." Gue mendengar Kevin bergumam pelan dengan suara yang terputus-putus.

"Gue minta maaf, Prill.." Bisik gue pelan. Ada rasa sesak di dada gue.

Tiba-tiba saja, alat pendeteksi jantung itu menampilkan tanda-tanda adanya jantung yang berdetak.

Awalnya, gue nggak percaya. Tapi pada detik itu gue sadar kalo Prilly masih berjuang untuk hidup. Gue segera berlari keluar dan berteriak memanggil dokter seperti orang kesetanan.

"Dokter! DOKTER!" Teriak gue. Tak lama kemudian, dokter berserta dua susternya datang dengan wajah panik.

"Ada apa!?"

"Prilly hidup! Jantungnya berdetak lagi!" Teriak gue. Kami bertiga langsung masuk kembali ke dalam ruang operasi dan benar saja, jantung Prilly kembali berdetak, dan mesin itu kembali mengeluarkan suara 'beep' nya.

"Bisa kalian keluar? Kami akan menangani Prilly." Kata dokter itu.

Kaia segera menarik gue dan Kevin untuk keluar. Gue punya harapan, walaupun itu kecil.

***
Sekitar empat puluh lima menit kemudian, dokter keluar. Wajahnya tidak setegang tadi.

"Bagaimana dok? Apa Prilly berhasil di selamatkan?" Tanya Kevin.

"Saya punya kabar gembira dan kabar buruk untuk keluarga Prilly," Kata dokter itu. "Kabar gembiranya, Prilly berhasil di selamatkan, dan itu seperti sebuah mujizat. Kabar buruknya, Prilly koma."

Semangat gue pulih sedikit. Meskipun tidak sepenuhnya.

Prilly koma.

"Dan kita tidak akan tau kapan dia bangun dari komanya. Hal itu bisa memakan waktu lama. Satu bulan, bahkan satu tahun," Lanjut dokter itu. "Saya juga tidak bisa menjamin ia akan bertahan pada masa komanya."

"Apa maksud dokter?" Tanya Kevin sambil mengerutkan dahi.

"Bisa saja dia meninggal saat koma, kita tidak akan tau."

Keheningan tercipta di antara kami bertiga.

"Rawat dia, dok. Saya akan tetap mempertahankan adik saya walaupun masih banyak kemustahilan yang tadi anda bicarakan," Kata Kevin. "Tapi kami akan kembali ke Jakarta."

"Baiklah kalau itu keputusanmu. Saya akan menghubungi cabang rumah sakit ini di Jakarta."

"Terimakasih, dok."

***
Gue menatap Prilly yang kini sedang terbaring tidak sadarkan diri di ruang rawat inap ini. Gue menggenggam tangannya yang terasa dingin.

"Prill.. Gue nyesel." Gumam gue pelan. "Seharusnya gue minta maaf duluan sama lo."

Gue menghela nafas panjang.

Beep.. Beep.. Beep..

Dokter bilang kalau detak jantungnya sudah kembali stabil. Hanya bunyi mesin itu saja yang membuat gue tau kalau cewek yang gue sayang itu masih bernyawa.

"Gue nggak sanggup liat lo kayak gini, Prill. Kenapa bukan gue aja yang koma? Kenapa harus lo?"

Banyak lebam di sekujur tubuhnya, hal itu membuat gue makin sedih. Kenapa harus dia?

"Prill, gue mohon.. Jangan tinggalin gue nantinya. Gue nggak sanggup.." Lanjut gue. "Gue nggak tau harus ngapain kalo lo sampe ninggalin gue."

Yang jelas, gue bakalan nyesel. Karena gue udah bertekad dalam hati buat ngejagain Prilly, tapi nyatanya, kenyataan berkata lain.

Gue hampir kehilangan dia.

Dan sekarang, gue nggak tau kapan dia membuka matanya dan nyebut nama gue.

Prill, gue akan selalu nunggu hari itu. Lo harus berjuang, karena gue akan berjuang untuk lo. Gue nggak akan ninggalin lo.

"Ali, lo makan dulu gih. Udah seharian lebih lo nggak makan, loh," Kata Kaia sambil berjalan masuk. "Sekalian mandi dan siap-siap, hari ini kita bakalan pulang ke Jakarta."

"Kak Ricky udah siuman?" Tanya gue.

Kaia mengangguk. "Udah. Barusan dia siuman dan langsung maksa buat pulang."

"Kak Ricky udah tau kalo Prilly koma?"

Kaia mengangguk lagi. Gue berdiri dari tempat duduk gue.

"Gue titip Prilly selama gue siap-siap."

"Pasti. Gue bakalan jagain dia." Kata Kaia sambil berjalan melewati gue dan duduk di samping Prilly.

Kita sama-sama berjuang, kan?

Gue harus yakin kalo Prilly bisa.

***
-KAIA-
Sebelumnya, aku nggak pernah lihat Ali sampe segininya sama cewek. Dan baru kali ini. Sama Prilly.

Gue udah punya orang yang gue suka sendiri.

Nah, jadi orang itu Prilly, ya? Kenapa gue nggak pernah sadar akan hal itu? Kenapa gue baru tau ketika Ali sendiri yang ngomong?

Kaia.. Kaia. Lo terlalu maksain Ali buat cepet cari pacar, sampai-sampai lo nggak sadar kalo adik laki-laki lo itu lagi nungguin orang yang tepat.

Aku menatap wajah Prilly yang masih terlelap dalam komanya dengan tatapan sedih.

Aku sadar kalau Ali begitu mencintai Prilly. Tapi apa Prilly juga begitu? Apa dia juga mencintai Ali sama seperti cowok itu mencintai dirinya?

"Prill.. Lo beruntung punya cowok yang sayang sama lo kayak Ali," Gumamku. "Lo beruntung.."

Aku menghela nafas panjang. "Lo juga harus tetap bertahan hidup, Prill. Meskipun gue tau itu berat." Kata gue sambil menatap kelopak matanya yang belum kunjung terbuka itu.

Aku pernah mendengar dari seseorang, ketika seseorang koma, dia masih bisa mendengar apa yang orang lain katakan. So, i keep talking to her.

"Tapi lo juga harus tau.. Di sini ada orang yang setia nungguin lo selain gue, Kak Nayla, Ricky dan Kevin,"

Aku menghela nafas panjang lagi.

"Dia.." Lanjutku. "Ali,"

***
Note:
Huaahhh akhirnya kelar juga ngetik part ini! Menurut kalian gimana?:D jangan lupa comments dan vote yaa!;)

Semoga suka!

Immafangirlyea xx

To Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang