Selamat membaca!
***
-ALI-
"Lo mau ke rumah Prilly? Lo yakin?" Tanya gue. Ada dua masalah. Pertama, kakaknya Prilly. Kedua, gue nggak rela liat Digo mesra-mesraan sama Prilly."Yakin lah. Kenapa enggak?" Digo mengedikkan bahunya.
Lo nggak tau gimana ntar pas ketemu kakak-kakaknya Prilly, Go.
"Ya gapapa. Ntar pulang sekolah bareng gue aja. Gue tau." Kata gue sambil berjalan melewatinya.
"Thanks, Li!"
Gue mengacungkan jempol memutuskan untuk pergi ke taman belakang sekolah dan duduk di sana.
Sambil nelpon 'calon cewek' gue, pastinya.
Pada deringan kelima, telepon gue diangkat.
"Halo.."
Gue tersenyum kecil. Suaranya serak, pasti dia barusan bangun tidur.
"Halo, bego."
Hening selama beberapa saat, sebelum gue mendengar seruan Prilly yang keras banget kayak toa.
"ALIIII!!! Lo kok tau nomor gue?!"
Gila nih cewek. Suaranya kenceng banget.
"Yaiyalah. Masa gue nggak tau nomor hape calon pacar gue."
Terdengar decakan di seberang sana.
"Gombal mulu. Gue gigit ntar,"
"Emang tega gigit gue? Ntar nggak ada yang gantengnya kayak gue, loh." Gue terkekeh pelan.
"Idih! Pede," Katanya. "Gue kangen nih. Pengen ketemu."
"Gue juga bego. Ohya, ntar Digo mau ke rumah lo."
"Hah?! Ngapain?!"
"Ya mau jengukin lo, ntar dia berangkatnya sama gue."
Prilly mendengus. "Lo nggak bilang ke dia kalo kakak-kakak gue seremnya minta ampun?"
"Enggak. Ntar kan dia tau sendiri,"
"Lo juga ikut ke sini, kan?" Aku mendengar nada bicaranya yang sediksit berharap.
"Ikut, sayang."
"Yee. Belum jadi pacar udah manggil sayang-sayang."
"Gapapa kek, gue suka manggil lo gitu kok."
"Iyadeh iya. Apasih yang nggak buat kamu."
Gue tertawa mendengar perkataan itu. Beneran deh, Prilly tuh lucu banget.
"Cieee,"
"Udahan ah. Gue mau tidur. Dah! Muah!"
Tut.. Tut.. Tut..
Gue menggelengkan kepala sambil menurunkan ponsel dari telinga. Dasar.
Makin kesini, gue makin ngerasa kalo gue nggak sanggup ngelepasin Prilly.
Gue nggak mau kehilangan dia.Tapi di satu sisi, gue juga kasihan ngeliat kakak gue. Dia berkali-kali patah hati gara-gara cowok. Dan gue berasa adek yang nggak tau diri banget kalo ngerebut kebahagiaannya.
Gue menghela nafas panjang.
Lo harus bertahan sampe titik darah penghabisan. Demi kebahagiaan lo.
"Yep. Gue harus berjuang." Gumam gue pelan sambil berdiri dari sana dan berbalik menuju ke kelas.
Gue nggak sabar nanti sore. Paling nggak, gue bisa ketemu sama pujaan hati gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be With You
General Fiction"Karena jatuh cinta padamu adalah hal terindah di dalam hidupku." Hidup bersama dua orang kakak laki-laki yang overprotektif bukanlah sebuah hal yang menyenangkan bagi Prilly. Padahal cewek itu ingin sekali merasakan jatuh cinta. Semua cowok yang m...