Selamat membaca!
***
-ALI-
Keesokan harinya, gue sedang duduk di taman belakang tanpa berbuat apa-apa. Gue inget dengan jelas waktu itu gue nelpon Prilly ketika cewek itu sedang demam.Gue inget kala itu ia benar-benar sedang bosan di rumah. Dan gue merindukan suaranya yang manja itu.
Astaga.. Prill. Mau sampai kapan lo tidur? Mimpi lo terlalu indah, ya?Gue menghela nafas panjang dan memejamkan mata. Mengingat semua kenangan kecil yang pernah gue lewati bersama cewek itu.
Gue.. Kangen lo.
Seharusnya, gue bisa pulang sekarang karena Ujian Sekolah gue udah selesai. Hari ini hari terakhir, omong-omong. Artinya, makin dekat waktu kepergian gue ke New York.
Tiba-tiba, ponsel gue berdering. Ada telepon masuk dari Kevin.
"Halo?"
"Li, lo masih di sekolah?"
"Masih. Kenapa?" Tanya gue sambil mengerutkan dahi. Masalahnya, nada bicara Kevin terdengar buru-buru.
"Keluar aja sekarang. Gue di depan."
Kemudian, telponnya dimatikan begitu saja. Dengan perasaan bingung, gue mengambil tas dan berjalan ke depan sekolah.
Sesampainya di sana, gue melihat Kevin yang sedang bersandar pada mobilnya.
"Vin!" Seru gue.
"Eh Li," Dia berjalan menghampiri gue.
"Ada apaan?"
"Gue barusan di kasi kabar sama Ricky," Ia menatap gue. "Jari telunjuk Prilly tadi gerak dikit."
Begitu gue mendengar hal itu, rasanya seperti ada secercah harapan lagi yang muncul. Gue makin optimis kalo Prilly bisa bangun.
"Serius?" Gue merasa wajah gue udah nggak se-suram belakangan ini. Gue bisa ceria walaupun cuman sedikit.
Kevin mengangguk. "Dokter bilang juga ada sedikit perkembangan dari Prilly."
"Syukurlah.." Gue menghela nafas lega.
Prill, gue tau kalo lo bakalan sadar. Karena gue yakin lo nggak akan ninggalin gue.
"Lo nggak mau ke rumah sakit?" Tanya Kevin.
Gue menggeleng. "Sebenernya gue mau, tapi.. Ada beberapa hal yang masih perlu gue urus. Mungkin ntar malem."
Kevin mengangguk mengerti. Ia berpamitan pada gue dan masuk ke dalam mobilnya.
Yah. Ada beberapa hal. Dan 'beberapa hal' itu menyangkut kepergian gue ke New York. Gue harus mengurus pasport gue, gue harus ngecek tabungan gue dan lain-lainnya.
Karena Juilliard sudah menunggu di depan mata. Gue hanya perlu mengorbankan sesuatu yang berharga bagi gue supaya gue bisa ke sana.
Segala sesuatu.. Selalu perlu pengorbanan, kan?
***
"Gimana? Paspor lo udah?" Kak Nayla mendatangi gue di dalam kamar, ketika gue mulai mengepak barang-barang penting gue ke dalam kardus; partitur, kaset lagu, dan dvd."Udah kok." Kata gue.
Kak Nayla duduk di samping gue dan mengelus pelan kepala gue.
"Lo udah dewasa sekarang.." Katanya. "Bentar lagi lo bakalan kuliah di luar negeri. Di universitas impian lo."
Gue menghentikan kegiatan gue dan terdiam.
"Uh, gue bakalan kangen banget sama adek gue yang dulu anti cewek ini," Kak Nayla mengacak rambut gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be With You
General Fiction"Karena jatuh cinta padamu adalah hal terindah di dalam hidupku." Hidup bersama dua orang kakak laki-laki yang overprotektif bukanlah sebuah hal yang menyenangkan bagi Prilly. Padahal cewek itu ingin sekali merasakan jatuh cinta. Semua cowok yang m...