Nggak Masuk

8.8K 681 6
                                    

Selamat membaca!

***
-ALI-
"Kenapa lo keras kepala banget sih?" Gue menatap Sisi dengan kening berkerut.

"Apa salah kalo gue mau bareng-bareng lo? Apa lo nggak suka kalo gue ada di deket lo?"

"Bukan itu masalahnya!" Seru gue. "Lo tuh lagi sakit, Sisi. Dan bahaya kalo lo sampe kenapa-kenapa!"

"Gue baik-baik aja!" Sisi balas berteriak. "Lo nggak liat? Gue udah bisa pulang dari Hongkong ke Indonesia sendirian! Apa itu nggak cukup?"

"Nggak. Karena lo nggak bakalan tau kedepannya gimana." Gue menghela nafas. Gue capek.

"Lo udah punya pacar ya di sini?"

"Kita nggak bahas ini, Si."

"Gue tanya sama lo. Lo udah punya pacar?"

"Belum!" Gue bener-bener kesel. "Emang kenapa? Lo mau di sini makin lama, hah?"

Sisi menggeleng. "Kalo lo belum punya pacar.. Gue bakalan balik ke Hongkong.. Tapi bareng lo." Katanya.

Gue mengerutkan dahi.

"Supaya mama papa gue tau kalo pacar gue itu lo, Ali."

Gue terkesiap. "Tunggu dulu. Lo nggak bisa seenaknya nganggep gue pacar lo, Si." Kata gue tegas. "Karena gue nggak mau pacaran dulu."

Saat gue ngomong gitu, gue sadar kalo selama ini, gue nggak mau pacaran dulu karena diri gue sendiri, bukan karena tulisan Sisi di gitar gue.

"T-tapi gue kan udah balik..."

Dia ngomong mengenai tulisannya. Astaga, ini bikin semuanya makin ribet.

"Awalnya emang gue kira gue gak mau pacaran karena tulisan lo, tapi ternyata enggak," Kata gue. "Itu murni karena diri gue sendiri."

Gue harus ngeberesin masalah ini. Sekarang juga. Gue juga sadar kalo gue emang nggak cinta sama Sisi.

Gue cinta sama Prilly.

"Lo bercanda, kan?" Tanya Sisi.

"Enggak," Gue menggeleng. "Gue serius."

"Ali, gue nggak nyangka.." Sisi menundukkan kepalanya. "Gue nggak nyangka.."

"Sorry, Si. Tapi sepuluh tahun udah lebih dari cukup buat gue untuk nyadarin satu hal kalo gue.. Nggak cinta sama lo."

Maafin gue Si. Maafin gue kalo perkataan gue nyakitin lo. Tapi gue harus jujur sama diri gue sendiri.

Diluar dugaan gue, Sisi mengangkat kepalanya dan tersenyum samar menatap gue.

"Lo udah banyak berubah, Li.. Gue nggak sadar. Gue kira lo masih sama kayak dulu.."

"Remember this; people changed."

Gue harus tegas sama pilihan gue; Sisi atau Prilly.

"Iya, gue tau. Ternyata itu juga termasuk lo, ya?" Sisi tersenyum pedih.

Meskipun gue kasian, gue nggak mau nunjukkin itu. Biarin lah orang bilang gue kejam sama cewek.

"Oke, Li.. Kalo itu mau lo. Gue bakalan balik ke Hongkong."

Gue menghela nafas lega. "Gitu dong, ini baru namanya Sisi yang gue kenal. Nggak keras kepala." Gue tersenyum sambil menatapnya.

***
Gue sampe di rumah dengan tubuh pegal-pegal. Sehabis bimbingan belajar, gue pergi ke rumah Sisi. Dan baru jam delapan gue sampe rumah.

"Ali!" Kaia menggedor-nggedor pintu kamar gue. "Cepetan buka!"

"Masuk aja, pintunya gak dikunci."

To Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang