Selamat membaca!
***
-ALI-
Jadilah gue sekarang ini, menjalankan kehidupan gue, baik di sekolah maupun di rumah seperti biasanya. Setidaknya gue sudah berusaha, kan?"Li, nomor dua jawabannya apa?" Bisik Brandon yang berada di seberang gue. Omong-omong, sekarang kami sedang melaksanakan Ujian Sekolah.
Gue pura-pura tidak mendengar pertanyaan Brandon dan terus menghitamkan bundaran berisi huruf itu.
"Anjir, Li!"
"Brandon Salim! Sedang apa kamu?!"
Gue tertawa dalam hati melihat kejadian itu. Siapa suruh nyontek. Begini-begini gue juga alim, tau.
Gue membaca menyenderkan punggung ke sandaran kursi sambil memikirkan jawaban. Namun, ketika menoleh ke jendela, gue segera teringat Prilly. Apalagi saat melihat lapangan basket.
Asal kalian tau, salah satu alasan mengapa gue bisa sampe jatuh cinta sama Prilly adalah gue sering merhatiin dia diam-diam. Terutama waktu hari Senin, jam 09.30, waktu kelasnya sedang ada pelajaran olahraga.
Namun sekarang, lapangan itu sepi. Seperti turut kehilangan Prilly.
Gue menghela nafas panjang. Ini sudah memasuki bulan ketiga semenjak Prilly koma, dan setiap hari gue selalu ngunjungin dia dan ngajak ngomong dia.
Tapi masih aja belum ada perkembangan. Prilly masih diam. Prilly masih tertidur.
Prill, apa lo lagi mimpi indah sampai-sampai lo nggak mau bangun?
Gue nggak bisa mendeskripsikan rasa kangen gue kepada cewek itu. Bayangkan-- gue biasanya liat dia, liat senyumannya, denger celotehannya, denger dia ngomel.. Dan sekarang yang bisa gue denger adalah suara dari mesin pendeteksi jantung di samping Prilly. Dan gue cuman bisa lihat dia yang memejamkan mata.
Gue kembali mengerjakan soal bahasa inggris gue.
Lima belas menit kemudian, waktu ujian sudah selesai dan gue meransel tas gue.
"Anjir lo! Pake sok-sokan nggak denger pula! Gue jadi kena marah, kan." Omel Brandon saat gue berjalan melewati mejanya.
"Siapa suruh nanya ke gue? Gue kan cowok alim."
"Najong! Pulang lu sono!"
Gue menggelengkan kepala dan berjalan keluar kelas.
"Ali, tunggu!"
Sisi berlari kecil menghampiri gue.
"Apaan, Si?"
"Lo mau ke rumah sakit, kan? Gue ikut ya!"
Gue hanya mengangguk singkat. Oh ya, sekedar informasi, ketika gue sampe di Jakarta waktu lalu, gue segera ngabarin temen-temen gue yang kenal sama Prilly dan Gritte.
Mereka shock dan langsung berdatangan menghampiri Prilly. Termasuk...
"Gue juga ikut."
Digo.
"Li," Panggil Sisi. "Akhir-akhir ini lo keliatan murung banget, tau. Jarang senyum, jarang bercandaan juga kayak dulu."
"Masa? Gue biasa aja, kok." Kata gue.
"Iya, lo kayak bukan Ali yang gue kenal."
"Ini semua pasti karena Prilly, kan? Karena lo cinta sama dia, kan?" Digo tiba-tiba bersuara.
Gue terdiam. Bukan karena gue nggak mau ngakuin, tapi gue nggak mau bikin keributan di sini.
"Oke. Gue anggep itu iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be With You
General Fiction"Karena jatuh cinta padamu adalah hal terindah di dalam hidupku." Hidup bersama dua orang kakak laki-laki yang overprotektif bukanlah sebuah hal yang menyenangkan bagi Prilly. Padahal cewek itu ingin sekali merasakan jatuh cinta. Semua cowok yang m...