part 2

226K 10.6K 563
                                    

Happy Reading!

Terkadang aku masih suka berharap, kalau rasa itu masih ada di hatimu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terkadang aku masih suka berharap, kalau rasa itu masih ada di hatimu.

* * * * * *

Semenjak kejadian di perputakaan itu, aku berusaha untuk tidak bertemu dengan Kak Ethan. Ini memang konyol, untuk apa aku menghindarinya ya, kan?

Akupun bingung alasannya kenapa.

Hari ini Lavine tidak sekolah, membuat mood-ku jelek saja. Aku masih ingat kejadian tadi pagi, saat Mama dan Papa sangat jengkel membangunkanku. Salahkan saja Lavine yang tiba-tiba menelponku tadi malam dan bilang dia tidak bisa sekolah.

* * * * * *

Jarwo sudah berkokok dengan nyaring untuk kesekian kalinya. Namun, aku sama sekali tidak berniat bangun dari kasur dan berpisah dengan selimut hangatku.

Sangat malas memikirkan kalau hari ini Lavine kesayanganku tidak sekolah. Pasti sangat... sangat... sangat... tidak seru.

TOK TOK TOK

Suara ketukan di pintu membuatku menghela nafas kasar.

"Ace bangun sayang..." suara lemah lembut Mama terdengar memanggil namaku di balik pintu. Aku menarik selimut sampai sebatas hidung, mencoba tidak menghiraukan panggilan Mama di luar.

"Ce bangun udah siang lohh...."

"Satu jam lagi Ma..." jawabku malas.

"Bangun Ce!" Suara Mama sudah terdengar jengkel di luar sana, dan ayolah... aku benar-benar malas sekolah hari ini!

"Aduh Mama jangan ganggu deh, aku lagi mimpi nikah sama Calum Hood," aku tidak yakin dengan jawaban.

"Ce bangun deh! Mama panggilin Papa nih sekarang."

"Iya, panggilin aja.''

"Acelin Bellvania Benette!" oke, itu suara Papa.

Silahkan ucapkan selamat tinggal untuk kasur nyamanku. Juga rentetan rencana meliburkan diri yang sudah terbayang-bayang di kepala.

* * * * * *

Dengan langkah yang terseok-seok, aku berjalan ke kantin dengan sangat malas. Biasanya, aku akan memilih memakan bekalku di bukit hijau bersama Lavine. Tapi, entah kenapa saat Mama menawarkan kotak bekal padaku, aku menolaknya mentah-mentah.

"Please deh Ma, aku kaya anak TK banget deh bawa bekel segala."

Alasan yang cukup bagus untuk anak kelas XI kan? Dan Mama yang mendengar jawabanku pun hanya bisa menatapku bingung.

"Buk bakso cekernya satu sama es jeruk," kataku pada Buk Yuli yang sudah menjadi langgananku dan Lavine sejak kelas X. Buk Yuli pun mengangguk dan mulai menyiapkan pesananku.

"Tumben sendirian Ce, Lavine-nya kemana?" tanya Bu Yuli yang sedang membuat es jeruk pesananku.

"Gak masuk Buk, sakit hati diriku," jawabku sambil menepuk-nepuk dada dengan dramatis.

"Aduh... sakit hati kenapa atuh? Kamu kan jones-jones tetap bahagia!" ucapan Bu Yuli membuatku terkekeh geli, walaupun sebenarnya sedikit nge-jleb juga sih.

"Aduhh Buk Yuli tau banget deh, perhatian banget sih sama aku hehehe."

Buk Yuli saja perhatian denganku, masa kamu engga, sih?

Setelah mendapatkan satu mangkuk bakso super dan segelas es jeruk pesananku. Aku langsung berjalan ke arah meja paling pojok yang kosong.

Sambel enam sendok

Gak usah pake kecap

Saus dua sendok aja

Dan dengan cepat aku menghabiskan baksoku, yang berhasil membuatku tersedak. Lebih parahnya lagi, es jeruk yang kubeli tadi sudah habis. Bagus! Aku akan mati tersedak di kantin dan menjadi berita utama di majalah sekolah nanti.

Tukkk

Seseorang meletakkan sebuah air mineral di depanku. Aku mendongak dan mendapati Kak Ethan tengah menatapku dengan ekspresi yang tidak bisa kubaca.

"Diminum dulu," katanya sambil mengedikkan dagu ke air mineral di depanku.

Tanpa pikir panjang kali lebar lagi, aku langsung meneguk air itu sampai tandas.

"Udah lega?"

"Udah!" jawabku dengan sumriah. Kak Ethan mengangguk, lalu wajahnya serius menatapku.

"Lain kali kalau makan hati-hati gak usah cepet-cepet. Istirahatkan lumayan lama, 30 menitan. Untung ada gue tadi. Kalau gak mungkin lo bisa mati gara-gara kesedak,'' ujarnya, seperti seorang Ayah yang sedang menasihi putrinya yang sudah berbuat salah.

"I-iya kak," aku menggaruk tengkukku yang sama sekali tidak gatal. Kak Ethan lalu menarik kursi di depanku dan duduk dengan santainya, sambil menikmati hot chocolate dengan asap yang masih mengepul sedikit.

"Hot chocolate?" tanyaku pada Kak Ethan yang tengah asyik menyesap minumannya. Ia pun hanya menjawab dengan anggukan.

"Panes-panes gini minum yang kaya gitu?"

Udara siang hari ini sangat-sangatlah panas, bahkan lebih panas dari kemarin. Dan laki-laki di depanku sedang meminum hot chocolate dengan santai, seperti meminumnya di musim hujan.

"Biasa aja."

"Oh." Aku lalu berpaling, memandang lalu-lalang murid yang berjalan di sekitar koridor kantin melalui kaca jendela di sampingku. Kak Ethan masih asyik menyesap hot chocolate-nya yang belum habis. Kami berdua terdiam, tidak ada yang ingin memulai pembicaraan. Lebih tepatnya, aku sedang memikirkan topik apa yang ingin kubicarakan dengannya.

Kak, apa kabar?

Gimana persiapan buat ujiannya?

Masih suka main game sampai malem?

Masih suka sama-

Aku langsung menggelengkan kepala, sebelum topik aneh lain muncul satu-persatu di kepalaku. Aku menyerah untuk memulai pembicaraan lebih dulu, dan membiarkan Kak Ethan yang (mungkin) ingin mengobrol denganku memulainya.

Satu menit

Dua menit

Lima menit

Enam menit

Enam menit berlalu dan kami berdua masih saja diam. Kak Ethan sibuk memainkan gelas hot chocolate-nya yang sudah kosong, dan aku sibuk memandang ke luar sana. Sebentar lagi jam istirahat akan berakhir, hanya beberapa murid yang masih ada disini termasuk kami.

Tettttt....

Akhirnya, bel tanda jam istirahat berakhir pun berbunyi. Kak Ethan bangkit dari duduknya, begitu juga denganku.

"Ok, gue balik ke kelas. Bye," ia lalu pergi meninggalkanku yang belum sempat membalas ucapannya.

Aku terus memandang punggung itu, hingga akhirnya tidak terlihat lagi di pintu masuk kantin.

Andai kita bisa kembali ke masa lalu

Bersambung



you again ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang