Happy Reading!
Disaat kita mengetahui hal yang membuat kita sakit hati, berhentilah untuk mencari tahu
* * * * * *
''Lo, ngapain disini?'' aku diam, menelan ludah susah payah dan berusaha memeras otak mencari jawaban yang cocok untuk kuberikan padanya. Alan yang menunggu jawabanku sekarang tampak curiga.
''Gu--gue ja--jalan-jalan. Iya! Jalan-jalan hehehe...'' jawabku sambil tertawa dibuat-buat. Alan menatapku makin curiga.
''Gak percaya gue,'' nah lho, aku harus jawab apa sekarang?
Masa iya aku jujur bilang kalau ngikutin Kak Ethan sama Githa kesini. Kan rasanya aku kurang kerjaan banget trus--
''Lo ngikutin Githa sama Ethan?'' mataku membulat sempurna mendengarnya. Kenapa Alan tahu? Kenapa?! Jangan-jangan dia juga ngiku--
''Gue nggak ngikutin mereka. Pas aja gue lagi jalan-jalan kesini trus ketemu mereka tadi,'' aku mendengus.
Ini Alan cenayang ya? Bisa baca pikiran? Kenapa dia main motong-motong kata hatiku daritadi?!
Asex
Kata hati cuy
''Ya enggaklah! Kurang kerjaan banget ngikutin mereka kesini!'' elakku dengan jengkel. Aku harus bersandiwara. Sangat malu rasanya kalau Alan tahu aku kesini hanya untuk ngintilin dua orang itu.
''Sayangnya lo nggak pinter bohong, Ce,'' desisnya sambil menampilkan senyum miring.
Aku memutar mata jengkel. Mau seberapa keras aku berbohong padanya. Nyatanya, dia bakal tahu. Karena Alan itu sama kaya Lavine, sama-sama tahu kalau aku nggak bisa bohong.
''Iya gue ngaku! Gue ngikutin mereka! Puas?!'' raungku dengan kesal.
Alan malah tertawa, membuat kedua matanya berkamuflase menjadi satu garis lurus, menyembunyikan bola mata indah yang sering membuatku iri.
''Okay, jadi daripada lo kesini cuman buat ngintilin mereka. Mending kita nonton! Kemarin lo udah bilang 'iya' waktu gue ajak,'' kini Alan memainkan kedua alisnya berniat menggodaku.
Aku menatapnya sengit, lalu menarik tangannya kasar dan menyeretnya menuju bioskop. Siapa tahu aku bisa bertemu dengan Githa juga Kak Ethan disana, kan?
''Wow, sepertinya ada yang tidak sabar menonton bersama cogan ini.''
''Berisik!'' ketusku yang dibalas bunyi cekikikan kecil Alan yang terdengar menyebalkan di telingaku.
* * * * * *
Kami--maksudku aku dan banci menyebalkan ini--Alan, memutuskan menonton salah satu film romance yang sedang hits-nya sekarang. Judulnya 'Magic Hour'.
Kata mbak-mbak bioskopnya sih bagus, sedih terus bikin nangis. Jadi, mari kita buktikan omongan dari mbak-mbak itu kalau film ini memang benar bagus.
Jujur saja, aku memilih film ini karena melihat Githa dan Kak Ethan sedang mengantri di loket pembelian tiket film Magic Hour. Jadi dengan cepat aku menyeret Alan untuk ikut mengantri disana. Untung saja kami berdua kebagian tiket yang hanya tersisa dua lagi.
Mungkin, aku akan menarik beberapa kataku yang mendeklarasikan kalau Alan menyebalkan--setidaknya hanya untuk sekarang--. Karena laki-laki ini memang super sekali!
Dia memilih tempat duduk yang ada di belakang Githa juga Kak Ethan. Jadi, aku bisa mengawasi dua orang itu selagi film diputar.
Maaf untuk Alan karena aku telah membuang-buang uangnya untuk tiket film Magic Hour, yang sama sekali tidak ku tonton. Karena aku sibuk menonton dua orang di depanku yang terlihat sangat mesra.
Berasa nonton film VIP
''Kisah Cinta Githa dan Ethan"
Waow
Produsernya gue nih
Aku bahkan tidak menyadari ketika hampir seisi bioskop menangis sedih melihat tokoh utama (yang entah siapa namanya karena sudah kubilang dari pertama film ini dimulai aku tidak menontonnya) sedang menangis pilu di depan layar sana.
Aku sedang fokus. Fokus menontoni Githa yang sedang menyender di bahu Kak Ethan dengan manjanya.
Ya, hatiku panas melihatnya. Tapi, bagaimana? Aku bukan siapa-siapa yang berhak cemburu untuk itu, kan? :) Itu hak mereka, karena mereka sudah BERTUNANGAN.
Aku menonton adegan klimaks dari film VIP yang sedang kutonton ini. Ketika tiba-tiba Kak Ethab mendekatkan wajahnya ke arah Githa dan--
Huftt
Aku lebih dulu menutup mata. Aku tidak ingin melihatnya, karena tanpa aku melihat kelanjutannya pun aku sudah tahu kelanjutannya.
''Lo kenapa?'' suara itu refleks membuatku membuka mata. Dan yang kudapati adalah orang-orang yang sudah berdiri dari duduknya dan mulai meninggalkan ruangan bioskop. Aku melarikan tanganku ke pipi menghapus air mata yang bodohnya malah jatuh.
Ck, aku, menangis?
''Gak pa-pa,'' jawabku pelan.
''Lo nangis bukan karena filmnya yang sedih 'kan?'' ohh filmnya sedih? Aku nggak tahu, tapi mungkin bisa jadi alasan yang bagus.
''Iya, sedih banget,'' kataku berlagak mengingat potongan-potongan film tadi. Tapi, aku tidak bisa mengingat satu pun adegan dari filmnya.
Yang aku tahu hanya; seorang gadis bernama Raina yang menyukai hujan. Udah itu saja, itu pun aku tahu karena membaca sinopsisnya di google sebelum film diputar.
''Iya sedih,'' aku langsung memalingkan wajahku ke Alan. Kini, cowok itu memandangku sambil tersenyum tipis.
''Gue tahu lo nggak nonton film-nya, tapi lo nontonin mereka,'' katanya sambil mengedikkan dagu ke arah pintu keluar bioskop yang sedang ramainya dengan orang-orang yang berdesakan keluar.
Aku bisa melihat Kak Ethan dan Githa diantaranya. Bergandengan tangan sambil tertawa.
''Tahu aja lo, hahahaha...'' aku tertawa miris sambil masih menghapus air mataku yang lagi-lagi malah jatuh.
''Udah, jangan nangis,'' katanya yang tiba-tiba sudah mengulurkan kedua tangan menghapus air mataku. Aku bergeming. Sentuhan dari ujung-ujung jarinya di kulit pipiku terasa menyengat, mengirim sebuah sinyal ke seluruh tubuhku untuk diam terpaku mengamati wajahnya yang--tampan.
''Jelek banget tau kalau nangis mulu,'' ujarnya.
''Yok, pulang!'' ia meraih tanganku. Membawa ku keluar dari ruang bioskop yang sudah sepi.
Entah kenapa, aku merasa terlindungi di genggaman ini. Dan tanpa kusadari, aku mengeratkan genggaman tanganku padanya.
Bagaimana, jika laki-laki ini yang pada akhirnya membuatku melupakanmu?
Bersambung
Calum tetap akan sayang gue koqq💏💏
#sakingbingungmaunulisapahAh iya, maaf kalau ada typo tayang tayang❤❤❤ Gue gasempet cek ulang lg wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
you again ✔
Roman pour Adolescents❛❛Kita bertemu lagi. Lalu aku mulai mencintaimu seperti dulu lagi. Pada akhirnya kamu akan menyakitiku juga seperti dulu, kan? Begitu sederhana, namun dapat terpatri dengan indah di ingatanku. Kamu bukan hanya tentang masa laluku, bukan juga tent...