part 4

169K 6.8K 47
                                    

Happy Reading!

"Gimana, lutut lo masih sakit gak?" tanya Lavine untuk kesekian kalinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gimana, lutut lo masih sakit gak?" tanya Lavine untuk kesekian kalinya.

"Enggak Lavine," aku menjawabnya dengan jengkel. Setelah kejadian jatuh ku tadi (read: saat masa hukuman), Lavine terus-terusan menanyai ku. Apa kakiku masih sakit? Atau perih? Memarnya gimana?

Aish, padahal itu hanya luka kecil, walau aku juga sedikit mengalami keseleo di pergelangan kaki. Dan berkat Pak Sutomo, satpam sekolah kami yang memiliki bakat dalam memijat. Kaki pun pulih, setelah hampir meremukkan Lavine yang setia berada di sampingku. Dan jujur saja, pijatan Pak Sutomo itu memang benar-benar ampuh!

Juga menyakitka

"Ohh yaudah," ia menghempaskan badannya dan ikut duduk di sofa bersamaku.

"Gue bingung sama lo," celetuk Lavine.

"Bingung kenapa?" aku mengambil sirup jeruk yang baru dibuatkan Bik Asri dan langsung meneguknya dengan cepat. Benar-benar hari yang panas, dan sirup jeruk itupun hanya tinggal setengah gelas.

"Kenapa tiba-tiba bisa jatuh?" Lavine menoleh padaku dengan kedua alis tebalnya yang hampir menyatu di ujung.

"Kesandung batu," jawabku sambil menggerak-gerakkan kaki yang tadi keseleo. Rasanya masih sakit, tapi setidaknya aku bisa berjalan. Walaupun jalan picang-pincang itu sama sekali tidak keren. Mungkin besok aku harus membawa parsel atau semacamnya sebagai tanda terimakasih untuk Pak Sutomo yang tampan nan berani.

"Gue serius deh, lo bener-bener jatuh gara-gara kesandung? Padahal di lapangan kan gak ada batu yang gede-gede amat sampai bisa buat lo jatuh!"

"Lavine bawel! Ace bete deh!" aku memutar bola mata, juga mendengus kesal, karena Lavine menanyakan hal itu untuk kedua kalinya.

"Kan gue penasaran!'' Lavine terdiam, wajahnya memandangku, tampak berpikir sampai akhirnya senyum miring—menyebalkan itu muncul di bibirnya.

"Gara-gara Kak Ethan ya?" Lavine menatap mataku dalam, mencoba menggali jawaban dari tebakannya yang lebih mirip sebuah pernyataan. Aku benar-benar tidak kuat ditatap seperti itu. Jadi, dengan cepat berpaling ke layar tv yang menyala.

"Gak lah Vine, kenapa coba gue mesti jatuh cuman gara-gara dia!"

"Gue tahu kok, Ce," Suara Lavine tiba-tiba berubah, ia menekan ucapannya pelan, berusaha membuatku membenarkan tebakkannya tadi.

"Dia manggil lo, Celin, kan?" lanjutnya membuatku menegang di tempat.

Walaupun aku tidak melihatnya, aku bisa merasakan Lavine yang menatapku dengan iba.

"Ee—emang kenapa sih kalau dia manggil gue, Celin? Lagian gue gak mesti dipanggil Ace juga kok. Sepupu gue ada yang manggil gue Iin, Vania, Cece lagi,'' aku menjawabnya dengan santai, mencoba untuk mengubah topik yang sedang kami bicarakan.

you again ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang