part 34

90.6K 4.4K 66
                                    

Happy Reading!

Aku bangun dari posisi menelungkup di meja saat bel pulang berbunyi. Menghentikan gerakan tangan yang memainkan liontin burung angsa dari kalung yang kukenakan.

Bu Intan yang mendapat jam mengajar Bahasa Indonesia di jam akhir sudah keluar kelas. Aku melirik Lavine di sampingku yang sudah memanggul tasnya bersemangat, begitu juga dengan anak-anak lain. Sepertinya mereka benar-benar tidak sabar bertemu lauk-pauk buatan Mama mereka di rumah.

Aku memasukkan pulpen ke dalam kotak pensil. Gerakanku sangat lambat, terbukti dengan decakan tidak sabaran Lavine. Aku menoleh ke arahnya, dan disitulah dia menatapku seperti melihat Adam Levine yang tiba-tiba nyasar duduk di samping dia.

''Muka lo pucet banget, Ce!'' katanya panik.

''Dan badan lo panes!'' lanjutnya setelah menaruh telapak tangan di dahiku. Aku mengedik acuh, memilih meraih botol airku di kolong meja dan meneguk isinya pelan.

Jujur saja, aku memang merasa tidak enak badan lagi. Apalagi setelah ulangan fisika. Beuh, kepalaku rasanya berdentam-dentam seperti ada diskotik di dalamnya.

''Gue panggil A--''

''Kenapa?'' aku menoleh, begitu juga dengan Lavine. Ada Alan yang sekarang berjalan menuju mejaku, juga Gio yang berjalan kalem di belakangnya.

''Ke--'' dia menghentikan ucapannya, kemudian berdecak pelan. Entah kenapa, tapi Lavine malah menyingkir dan pergi bersama Gio meninggalkanku juga Alan di dalam kelas. Aku tidak begitu peduli, melanjutkan mengemasi barang-barangku. Aku ingin cepat pulang, kepalaku sudah sangat sakitt.

''Kan udah gue bilang, kalau belum enakan jangan sekolah dulu,'' gerutu Alan di sampingku. Aku melempar diriku lagi ke atas kursi, duduk sambil menyenderkan kepala ke tembok di sampingku. Sebagai ganti, Alan mengemasi sisa-sisa barangku.

Srekkk

Bunyi resleting tas yang ditutup terdengar, sontak aku membuka mata yang sempat tertutup sebentar.

''Bisa bangun? Atau perlu gue gendong?''

''Gak usah,'' aku mencoba bangun, dibantu Alan yang memegang lenganku.

Tas ranselku dipanggulnya dengan bahu kanan. Kami berjalan pelan menyusuri koridor yang sudah sepi. Hanya ada beberapa siswa yang masih tersisa.

''Yah, non Ace kenapa?'' itu suara khawatir Pak Bono yang langsung menghampiri kami saat keluar dari gerbang sekolah.

''Kayanya Ace sakit lagi pak,'' suara Alan terdengar samar di telingaku. Kemudian, dia menuntunku lagi memasuki mobil. Mendudukkan ku dengan lembut.

''Langsung pulang! Jangan mampir kemana-mana! Nanti sore gue ke rumah,'' aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Alan menepuk kepalaku ringan, sebelum bunyi pintu mobil yang ditutup terdengar.

''Jangan dikasi mampir kemana-mana ya pak,''

''Iya den.''

Tapi, Alan, aku bukan jenis gadis yang sangat penurut.

* * * * * *

''Totalnya 75.000 dik,'' aku segera mengeluarkan uang dari dompet, membayar kue-kue yang kubeli.

''Terimakasih sudah berbelanja di Mama's Bakery,'' aku mengangguk sambil menampilkan senyum pada penjaga kasir.

Meraih kantong belanjaanku dan berjalan keluar dari toko. Ya, aku mampir ke Mama's Bakery untuk membeli beberapa cupcakes. Aku tahu, Alan tadi sudah berpesan agar aku tidak kemana-mana. Tapi, aku malah melanggar dan memilih mampir ke toko kue.

Salahkan instagram yang tiba-tiba memunculkan postingan Mama's Bakery dengan cupcakes lucu mereka.

Aku masuk ke dalam mobil, setelah berhasil menyebrangi jalan raya yang lumayan padat. Menaruh kantong belanjaan penuh cupcakes lucu-lucuku di kursi saat Pak Bono hampir melajukan mobil, dan aku menghentikannya. Tunggu, seperti ada sesuatu yang kurang. Entahlah tapi--PONSEL KU TERTINGGAL DI SANA.

''Pak, hp saya ketinggalan, tunggu dulu.''

''Biar saya saja yang ambil non.''

''Ah gak pa-pa, pak,'' tukasku.

''Tap--''

''Yaudah, tunggu dulu ya pak,'' aku bisa mendengar helaan nafas pasrah Pak Bono saat aku membuka pintu mobil.

Memasuki Mama's bakery lagi, aku langsung menuju meja yang terletak di pojok yang sempat kududuki tadi.

Tempat dimana semuanya dimulai

Untung saja, ponselku ada disana, masih utuh. Aku segera mengambilnya dan keluar dari Mama's Bakery. Aku masih melihat mobil jemputanku di pinggir jalan.

Kaca depannya terbuka, ada Pak Bono disana yang mengawasiku. Jalan masih ramai, kendaraan berlalu lalang dengan cepat. Sangat sulit mencari celah sampai aku bisa menyebrang kesana. Kepalaku makin berdenyut-denyut karena bunyi klakson nyaring beberapa kendaraan yang terdengar keras.

Aku melihat jalanan yang tiba-tiba terbayang menjadi dua. Aku menggelengkan kepala pelan, berharap dengan begitu bayangan-bayangan aneh yang diciptakan mataku bisa sirna. Perlahan aku mulai melangkahkan kaki, menengok ke kanan-kiri bergantian memastikan tidak ada kendaraan yang mendekat. Aku sedang menoleh ke bawah, mendapati tali sepatu kananku terlepas ketika bunyi aneh itu terdengar.

Bunyi klakson yang dipencet keras-keras. Lengkingannya sangat membuat telinga sakit. Aku segera mendongak, terkejut. Tidak ada yang bergerak lambat seperti di film-film.

Malah, aku bisa menangkap semuanya dengan cepat. Sebuah mobil warna silver bergerak cepat ke arahku. Bunyi klaksonnya terdengar makin dekat. Aku diam, tidak sempat bergerak sedikitpun, bahkan untuk memejamkan mata juga tidak ketika sesuatu menghantamku keras. Aku bisa merasakan tubuhku melayang, lalu terhempas dan menubruk kerasnya aspal. Kepalaku terbentur hebat, aku tidak bisa merasakan sakitnya untuk beberapa sesaat, sebelum nyeri itu benar-benar menerjang.

Sunyi terasa untuk beberapa detik dan kehebohan itu terdengar. Suara jeritan orang-orang, bunyi langkah-langkah yang mendekat. Aku menatap langit biru di hadapanku, yang entah kenapa terasa sangat indah sekarang.

Cerah. Tak berawan.

Pandanganku mengabur, entah kenapa aku merasa sangat mengantuk. Perlahan-lahan kelopak mataku mulai menutup dan semuanya terasa gelap.

Bersambung

Yee update🎉🎉🎊
Gua hampir melupakan cerita ini kalau gada yg komen minta buat update ehe :))))

Sorry kalau ada typo dan semacamnya. Males edit wks

you again ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang