Happy Reading!
Aku terbangun dengan kepala yang terasa sangat pusing. Bahkan, kelopak mataku sangat berat untuk dibuka. Seperti ada penjepit yang menahannya untuk tetap tertutup. Sulur-sulur cahaya matahari menerobos celah kecil dari korden jendela yang terbuka. Bunyi nyaring kokok ayam jantan sudah terdengar di telingaku. Ah Jarwo si ayam jantan--alarm kesayanganku.
Aku melirik jam monyetku yang menunjukkan pukul 06.10. Hendak bangun dari posisi tidur, tapi badanku malah jatuh lagi ke tempat tidur. Kepalaku terasa sangat pusing dan berat. Aku melarikan tangan kanan ke dahi lalu ke bagian leher dan dapat merasakan suhu tubuhku yang panas. Ck, jangan bilang kalau aku sakit.
Kenapa aku sakit-sakitan begini?
Secara bersamaan pintu kamarku terbuka, lalu sosok Papalah yang kulihat disana, sudah lengkap dengan pakaian kerjanya. Beliau masuk ke kamarku sambil menaikkan sebelah alis, tampak tidak suka melihatku yang masih tidur-tiduran di kasur padahal sekarang sudah menunjukkan jam enam lebih.
''Kenapa belum bangun, Acelin?'' tanyanya yang terdengar menakutkan di telingaku. Aku berdehem pelan, tenggorokanku rasanya sangat kering dan kupastikan suaraku juga serak.
''A--aku sakit, Pa,'' jawabku.
Kemudian yang kulihat Papa sudah duduk di pinggir kasur, tangannya menempel di dahiku dan sedetik kemudian dia menggeleng pelan.
''Ck, badan kamu panas sekali.''
''Kamu nggak usah sekolah dulu. Nanti Papa yang kirim surat ke sekolah. Sekarang istirahat, nanti biar Papa suruh Mama buatin bubur,'' aku mengangguk meng 'iya' kan, karena perintah Papa sama sekali tidak boleh dilanggar. Setelah menepuk kepalaku pelan dan membuka korden, papa keluar dari kamarku, menyisakan parfum maskulinnya yang malah membuat kepalaku makin pening.
* * * * * *
Author's POV
Alan baru saja sampai di sekolahnya, ketika dilihatnya Om Raja (yang tak lain adalah Papa Ace) memasuki mobil pajero hitamnya dan keluar dari area sekolah. Ia mengernyit bingung.
Kenapa Om Raja datang ke sekolah?
Alan mengedikkan bahu acuh, melanjutkan jalannya menuju ke kelas. Sampai di kelas, tak beda dari hari biasa, sejauh mata memandang yang bisa Alan lihat hanya keadaan kelasnya yang gaduh. Beberapa anak cowok yang duduk di rentetan bangku belakang berkumpul menjadi satu gerombolan besar di pojok kiri kelas.
Beberapa dari mereka terduduk santai di atas meja, saling tertawa keras entah membicarakan apa. Alan bisa melihat Gio diantaranya yang kini sedang melambaikan tangan ke arahnya. Alan membalasnya dengan senyum keren sok-sok kalem. Lalu menelusuri matanya lagi melihat beberapa anak cewek baris depan yang duduk anteng di bangku masing-masing.
Dan dia langsung teringat pada Ace
Alan langsung melangkahkan kakinya keluar kelas. Berjalan menuju kelas XI MIPA 1, yang ada di samping kelasnya sendiri. Alan memasuki kelas yang keadaannya tak jauh beda dari kelasnya sendiri--gaduh dengan anak-anak cowok di pojokan dan anak-anak cewek yang anteng di tempat duduknya.
Matanya mencari-cari sosok gadis manis dengan pipi bakpao itu. Tapi, tidak ada. Bahkan dia juga tidak menemukan Lavine yang biasanya selalu bersama Ace. Alan melirik jamnya yang menunjukkan pukul 06.30, tidak mungkin sekali kalau dua gadis itu belum ada di sekolah.
Laki-laki itu lalu memilih pergi ke taman hijau, tempat yang juga biasanya didatangi Ace pada saat jam istirahat. Tapi, untuk pagi ini, siapa tahu gadis itu sedang ada disana sambil membaca novel. Dan lagi-lagi, dia tidak menemukannya disana.
Alan mengambil ponselnya, menekan nomor seseorang yang sedang dicari-carinya. Dering pertama terdengar, lalu baru di dering kelima lah panggilan itu terjawab.
''Halo Alan,'' suara serak itu terdengar, membuatnya mengernyitkan dahi dalam.
''Lo dimana?'' bahkan dia tidak membalas salam dari Ace.
''Bales salam dulu kek, gak sopan banget,'' Alan memutar matanya jengkel.
''Iya. Halo Ace...''
''Nah gitu dong hehe--huk huk huk,'' Alan mengernyitkan dahinya mendengar suara batuk itu.
''Lo dimana?''
''Di rumah,''
''Ngapain?''
''Gue sakit, jadi eng--''
Tut... tut... tut...
Suara panggilan yang terputus pun terdengar. Cepat-cepat Alan memasukkan ponselnya lagi ke saku celana, berlari menuju kelasnya, mengambil tas dan langsung pergi ke parkiran sekolah.
Gio yang melihat laki-laki itu terburu-buru pun, tak segan langsung ikut berlari mengejarnya. Berteriak memanggil nama Alan, hingga membuat hampir sesisi koridor di pagi ini menoleh ke arahnya.
Gio meringis, dia merasa seperti orang gila berteriak tidak karuan seperti ini.
''Woey bro! Mau kemana lo?'' tanyanya setelah sampai di parkiran.
''Pulang,'' jawab Alan yang sekarang tengah memakai helm.
Gio ternganga mendengar jawaban santai Alan, sampai akhirnya Alan sudah menghidupi mesin motornya dan laki-laki itu langsung gelagapan.
''Ma--maksud lo pulang?! Ngapain? Lo gila? Gak! Gak bo--''
''Izinin gue. Makasi, Yo,'' Alan pun menggas motornya, meninggalkan Gio yang masih ternganga di tempat.
Alan memang gila, Gio mengakui itu. Tapi sekarang, sepertinya ALAN BENAR-BENAR KEHILANGAN OTAKNYA. Gio menggeleng pelan sambil berdecak jengkel, tidak habis pikir kalau Alan main cabut-cabut begitu saja padahal dia baru datang.
Tidak ingin memikirkan prilaku sahabatnya yang kurang waras itu, Gio pun melangkahkan kakinya kembali menuju kelas.
Sedangkan di lain tempat, Ace yang terduduk di depan meja belajarnya menggeram kesal sambil melihat layar ponselnya. Dia jengkel.
Kenapa Alan main memutuskan panggilan begitu saja? Padahal tadi dia sedang di kamar mandi, mencuci muka, lalu tiba-tiba ponselnya berdering nyaring yang sukses membuatnya berjalan cepat dan hampir terpeleset di kamar mandi kaerna mengejar panggilan itu agar tidak mati lebih dulu. Dan sekarang....
Ck, Ace menaruh ponselnya sedikit membanting ke atas meja belajar. Berjalan pelan lagi menuju kamar mandi, melaksanakan ritual cuci muka yang sempat terhalang oleh panggilan si banci jablay menyebalkan itu.
* * * * * *
Ace's POV
Aku sedang tidur-tiduran di kasur. Memandang langit-langit kamar sebagai objek paling menarik yang bisa kulakukan sekarang. Hanya itu. Mama tidak mengizinkanku keluar kamar selagi bubur yang beliau masak untukku belum matang. Aku disuruh tidur. Tidur, tidur dan tidur.
Seperti tidak ada hal lain yang bisa kulakukan selain tidur
Aku membenamkan kepala di guling yang tengah kupeluk erat. Mencoba memejamkan mataku untuk tidur seperti suruhan Mama. Tapi tidak bisa, yang ada mataku malah terbuka lebar, memandang jendela kamar dengan langit biru cerah tanpa awan.
Bunyi derit pintu yang terbuka tidak membuatku berniat untuk berbalik. Posisiku yang sekarang membelakangi pintu, membuatku tidak bisa melihat orang yang masuk ke kamar. Hingga sebuah parfum yang tercium familiar di hidung, membuatku berbalik dan berhasil dikejutkan dengan seorang laki-laki yang kini berdiri di pinggir kasur.
''Alan?''
Bersambung
Hi Guys! Gue mau nanya.
Apa di part-part sebelumnya ada yang aneh?
Jadi gini, waktu gue iseng2 baca cerita ini di perpus. Ada beberapa part yg msh make nama Pram, Ari dan bahkan isinya msh sama kaya part dulu. Padahal itu udh gue edit. Gue publishnya lewat pc btw.
Jadi, apa beberapa part You Again kaya gt di wattpad kalian?
Thank You❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
you again ✔
Teen Fiction❛❛Kita bertemu lagi. Lalu aku mulai mencintaimu seperti dulu lagi. Pada akhirnya kamu akan menyakitiku juga seperti dulu, kan? Begitu sederhana, namun dapat terpatri dengan indah di ingatanku. Kamu bukan hanya tentang masa laluku, bukan juga tent...