Hampir satu bulan aku berjuang mendekati Dilla. Belum terlalu banyak perkembangan mengenai hubunganku dengan Dilla. Masih sebatas teman biasa, dan aku belum merasa bahwa Dilla juga. menyukaiku Aku tak tahu apakah Dilla menyadari bahwa aku menyukainya dan menginginkannya untuk menjadi pacarku. Dari caraku mendekati Dilla sangatlah biasa, bahkan bisa dibilang sangat payah. Maklumlah, ini pertama kalinya bagiku, sulit sekali melawan rasa malu dan gugup di depan Dilla.
Aku sudah tak tahu lagi harus berbuat apa. Aku ingin segera mendapat kepastian dari Dilla. Karena kupikir aku sudah berjuang semampuku. Sudah saatnya aku tahu bagaimana perasaan Dilla padaku. Aku sangat takut, tapi aku tak akan pernah tahu jika aku tak mencobanya.
Malam itu, hari jumat, tepatnya tanggal tujuh mei. Aku coba memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku pada Dilla. Aku tak peduli jika dia menolakku. Lagipula, jika Dilla menolakku, aku tak akan merasa malu, karena masa-masa SMP hampir usai, jadi aku tak akan sering bertemu Dilla lagi. Tapi tentu saja harapanku Dilla mau menerimaku, meski saat itu Asyari adalah lelaki yang Dilla suka.
Aku mencoba memulai perbincangan dengan Dilla. Aku akan mengungkapkan perasaanku pada Dilla lewat SMS. Saat itu, aku tak punya keberanian untuk bicara langsung. Untuk bicara hal biasa saja aku sudah gugup, apalagi jika aku mengungkapkan perasaanku secara langsung.
"Dilla." Kusapa Dilla lewat SMS.
"Apa?" Balas Dilla.
"Aku mau cerita." Kataku.
"Iya silakan, cerita aja." Kata Dilla.
"Aku lagi suka sama cewek." Kataku.
"Siapa?" Tanya Dilla.
"Temen kelas." Kujawab.
"Dea? Ya udah tembak aja."
"Ih, bukan."
"Terus siapa?"
Aku tak langsung membalas pesan Dilla. Aku berpikir terlebih dahulu agar rangkaian kataku cukup menyentuh.
"Kamu. Aku suka sama kamu Dilla, aku mulai sayang sama kamu. Nggak tahu kenapa dan nggak tahu sejak kapan." Kataku.
"Kamu nggak becanda kan Van?"
"Aku serius, aku nggak tahu harus ngomong gimana lagi. Kamu mau kan jadi pacar aku?" Akhirnya aku mengucapkan itu, meski hanya lewat SMS. Sumpah, sejak detik itu perasaanku sangat tak karuan, detak jantungku tak lagi beraturan. Saat itu, lama sekali aku menunggu balasan dari Dilla, membuatku lebih lama menunggu dengan perasaan tegang seperti ini. Aku tak tahu, mungkin Dilla memang sedang berpikir, atau mungkin Dilla sengaja membuatku menunggu.
Saat itu, aku sedang di rumah, aku tak bisa diam, aku berjalan kesana kemari seperti orang kebingungan, seperti seorang lelaki yang menunggu istrinya yang sedang melahirkan.
Saat handphoneku bergetar, aku segera membukanya, dan itu balasan dari Dilla.
"Kasih aku waktu buat mikir ya."
Ah, sial. Harus lebih lama lagi sepertinya aku seperti ini. Aku tak bisa apa-apa lagi, aku tak mau memaksa Dilla untuk langsung memberiku jawaban. Aku berkata pada Dilla bahwa aku akan selalu menunggu jawabannya, dan aku juga bilang bahwa aku sangat berharap Dilla mau menerimaku. Mau nggak mau, aku harus tunggu sampai Dilla menjawab.
Malam itu aku tak bisa tidur, yang ada di pikiranku hanya Dilla. Aku masih sangat penasaran dengan jawaban Dilla. Ada rasa takut yang membuatku cukup tersiksa di malam ini.
Esok harinya, aku ingin mencari suasana lain agar aku tak terlalu memikitkan jawaban Dilla yang sampai saat ini bel kudapat. Aku memutuskan untuk pergi ke rumah Rizki, salah satu teman kelasku. Disana aku main playstation dengan Rizki dan Aris yang baru saja datang karena sebelumnya kutelpon.
Ternyata aku masih tak bisa fokus selama main playstation, karena Dilla terus memenuhi pikiranku sejak tadi malam.
Saat itu, sekitar jam sebelas siang, aku mengirim pesan pada Dilla untuk menagih jawaban darinya. Aku sudah tak tahan terus menunggu dengan rasa tegang seperti ini.
"Udah bisa jawab?"
Setelah mengirim pesan, aku kembali main playstation, sambil menunggu balasan dari Dilla. Saat itu aku main game sepak bola, dan aku dalam keadaan kalah dari Aris. Saat babak satu selesai, aku meminta waktu untuk membuka handphoneku. Ternyata Dilla sudah membalas pesanku. Aku tak mendengar handphoneku berdering.
"Iya, aku mau jadi pacar kamu, kita jalanin dulu aja."
Ya! Akhirnya Dilla menjawab, dan jawabannya sesuai dengan harapanku. Aku senang, lebih dari sekedar senang. Aku memperlihatkan balasan SMS dari Dilla kepada Rizki dan Aris, aku berniat untuk pamer karena sekarang aku punya pacar. Ah, aku tak bisa menyembunyikan rasa bahagiaku. Tiba-tiba aku mendapatkan suntikan semangat dari Dilla. Aku yang tadinya kalah dari Aris, aku berhasil membalikkan keadaan.
Aris dan Rizki memintaku untuk traktir mereka sebagai perayaan hari jadiku dengan Dilla.
"Silakan, jajan apa saja, terserah, abang yang bayar." Kataku sambil terus main playstation.
Sejak detik itu, aku tak sendiri lagi. Ada nama Dilla dihatiku yang sekarang berstatus sebagai pacarku.
Setelah dari rumah Rizki, aku langsung pulang dan segera masuk ke kamar. Aku terus membaca balasan SMS Dilla tadi secara berulang-ulang. Kucubit pipiku sendiri, untuk memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi.
Hari ini, 8 mei 2010, akan kuingat sebagai hari paling membahagiakan selama aku hidup. Aku sangat berterimakasih pada Tuhan, karena telah mengizinkanku untuk memiliki Dilla. Dilla, yang sejak kemarin menghuni hati dan pikiranku. Dilla, wanita pertama yang membuatku jatuh hati untuk pertama kalinya. Dilla, yang menjadi pelabuhan pertamaku, aku merasa tak perlu berlayar lagi.
"Selamat datang di kehidupanku Dilla. Aku berjanji akan menjagamu, menyayangimu, bagaimanapun keadaannya nanti. Maaf jika tak bisa memberi kesan yang indah di hari jadi kita, aku tak bisa berbuat banyak. Aku hanya bisa jujur bahwa aku menyayangimu. Selebihnya, aku akan berikan yang lebih berkesan dari ini, aku janji."

KAMU SEDANG MEMBACA
Karma
RomanceBeberapa part terakhir di private. "Karena sekuat apapun cinta terakhirmu, kamu takkan pernah benar-benar bisa lupa pada cinta pertamamu." Ya, aku setuju dengan kalimat itu. Sampai sekarang aku tak bisa lupakan Dilla, yang dulu pernah kuperjuangkan...