Tahun Baru

1.2K 60 0
                                    

Aku mencintai Dilla, dan aku sangat menyayangi Dilla. Mungkin sebagian orang sudah merasa bosan mendengar aku mengucapkan kalimat itu, termasuk Dilla. Tapi aku jujur, dan aku berani bersumpah bahwa kalimat itu tak hanya terucap dari bibirku saja, tapi hatiku juga berkata demikian. Aku tak pernah berbohong tentang perasaanku untuk Dilla.
Aku sangat berterimakasih pada takdir yang akhirnya menuntun Dilla kembali ke pelukku. Aku mulai memanggil Dilla dengan panggilan "Sayang", begitupun Dilla memanggilku. Meski aku dan Dilla belum berstatus pacaran seperti dulu.
Kini Dilla menjadi mentariku lagi yang selalu menyambut pagiku. Menjadi bintangku lagi yang menerangi malamku. Menjadi alasan di balik keceriaanku lagi, dan menghapus sedih yang pernah Dilla ukir beberapa bulan yang lalu. Aku tak tahu apa yang Dilla pikirkan sampai akhirnya dia mau bersamaku lagi. Sebenarnya aku tak perlu tahu, yang terpenting Dilla ada di sisiku.
Setelah kemarin aku berpetualang, akhirnya aku pulang, aku kembali ke tempat persinggahan pertamaku, dan sekarang aku ingin menetap.
Suatu hari, Dilla mengunggah sebuah lirik lagu ke catatan di facebooknya, dan Dilla menandaiku. Lirik lagu dari Alicia Keys yang berjudul "If i ain't got you." Sejak saat itu aku menyukai lagunya, menjadi lagu yang sering kudengar sebelum tidur.
Aku mengomentari catatannya.
"Buat siapa?" Kutanya.
"Maunya?" Dilla balik bertanya.
"Buat aku aja ya? Boleh kan? Boleh dong."
"Hahaha, iya." Balas Dilla. Dilla juga mencantumkan tanda cium di komentar terakhirnya.
Sebagian dari lirik lagu itu artinya adalah "Sebagian orang menginginkan cincin berlian, sebagian orang menginginkan segalanya. Tapi segalanya tak berarti jika aku tak mendapatkanmu."
Jika itu adalah ungkapan hati Dilla untukku, tentu saja aku merasa sangat senang, aku merada diterbangkan tinggi ke awan. Entah mengapa, hal kecil yang dilakukan Dilla untukku selalu membuatku bahagia.
Sekarang, aku dan Dilla sudah seperti pasangan kekasih, rasanya tak perlu untuk meresmikan hari jadian seperti dulu. Jika memang harus, mungkin aku akan cari waktu yang tepat agar bisa dikenang.
Foto-foto Dilla yang selama ini kusimpan di laci, kini kupajang di dinding kamarku. Foto itu jadi lebih sering kutatap sebelum tidur, dan menyambut pagiku saat bangun. Sampai akhirnya Ibu melihat dan bertanya padaku.
"Foto-fotonya kok baru nampak lagi? Kemarin kemana?" Tanya Ibu.
"Ada, aku sembunyiin. Ibu suka bawel." Kataku.
"Terus kenapa sekarang berani di pajang? Nggak takut Ibu bawel?"
"Biarin deh, aku lagi seneng. Silakan bawel sesuka Ibu." Kataku.
"Seneng kenapa?" Tanya Ibu lalu duduk di sampingku.
"Mau tahu aja." Kataku jutek. Aku sedang fokus dengan permainan di komputerku.
"Cepet cerita. Kalau nggak, Ibu nggak ijinin kamu pacaran." Ancam Ibu.
"Gitu ih curang." Kataku.
"Ya udah, mulai sekarang...."
"Iya iya aku cerita." Aku memotong pembicaraan Ibu.
"Nah gitu dong." Ibu tersenyum puas lalu menatapku yang mulai kesal.
"Aku cuma lagi seneng aja. Aku balikan sama Dilla." Kataku.
"Jadi kemarin-kemarin putus?" Tanya Ibu.
"Iya." Kujawab.
"Kok Ibu nggak tahu?"
"Ibu nggak nanya."
"Kapan mau dikenalin sama Ibu?"
"Nanti ah, nggak mau sekarang. Kalau ketemu pasti Ibu cerita kejelekan-kejelekan aku ke Dilla. Tukang tidur, tukang main game, tukang ngabisin duit, banyak lah, yakin banget." Kataku.
"Iya nggak apa-apa dong, kan itu fakta." Kata Ibu.
"Jangan diceritain juga lah, ntar aku malu."
"Kamu kalau pacaran ngapain aja?" Tanya Ibu.
"Pokoknya nggak macem-macem." Kujawab.
"Sayang emang sama Dilla?" Tanya Ibu lagi.
"Nggak usah ditanya."
"Gimana coba sayang sama Dilla? Paling juga cinta monyet." Kata Ibu mengejek.
"Cuma aku sama Tuhan yang boleh tahu, Ibu nggak boleh." Kataku.
"Gimana kamu aja deh, Ibu pusing. Makan dulu sana." Kata Ibu lalu beranjak dari sampingku.
"Iya bentar lagi." Kataku.
Akhirnya Ibu keluar dari kamarku, mengakhiri interogasi singkatnya. Sebenarnya aku tak mau cerita banyak tentang Dilla. Karena aku tahu Ibu akan mengejekku.
Aku kembali menjalani hari-hariku bersama Dilla. Aku jadi lebih berani mengungkapkan rasa pada Dilla, tak kaku seperti dulu. Mungkin karena sekarang aku sudah terbiasa. Aku bukan Evan yang dulu yang selalu dibuat bisu didepan Dilla.
Hari ini adalah hari terakhir di tahun 2010. Dan nanti malam sudah pasti sangat seru untuk meramaikan detik-detik pergantian tahun.
Aku bertanya pada Dilla kemana dia akan pergi nanti malam. Aku bertanya lewar SMS.
"Kamu mau kemana nanti malam?"
"Nggak tahu, kayanya nginep di rumah Yella. Kamu mau kemana?"
"Ke Bandung kayanya. Tapi belum pasti." Kataku.
Aku memang sudah berencana untuk merayakan pergantian tahun dengan teman-teman sekolahku. Sekitar jam dua siang, aku dan teman-temanku sudah berkumpul di rumah Arif, salah satu temanku. Karena masih banyak motor yang kosong, aku memilih untuk menyimpan motorku yang kondisinya tidak memungkinkan untuk bepergian jauh. Aku ikut dengan Arif.
Setelah semua temanku berkumpul, kita semua segera pergi menuju Bandung untuk menghindari kemacetan.
Saat di Bandung, aku meminta Arif untuk mampir ke sebuah Minimarket untuk membeli makanan. Saat itu, handphoneku berdering. Dilla menelponku.
"Van? Kamu dimana?" Tanya Dilla.
"Aku udah di Bandung. Kenapa?"
"Ih, aku pengen ikut."
"Aku kan udah di Bandung, lagian kalau mau balik lagi aku nggak bawa motor, aku nebeng."
"Iya udah deh." Kata Dilla kecewa.
"Maaf ya. Aku kira kamu nggak akan ikut aku." Kataku.
"Iya nggak apa-apa. Kamu hati-hati yaa, jangan macem-macem."
"Iya Dilla. Maaf banget ya."
"Iya."
Aku tahu Dilla sedikit kecewa. Aku kira dia tak mau ikut denganku, karena setahuku, Dilla tak pernah diizinkan Ibunya untuk bepergian sampai tengah malam.
Setelah itu, aku dan teman-temanku berkeliling kota sebelum akhirnya tiba di tempat tujuan, Bukit Caringin Tilu.
Disana, aku dan temanku memesan tempat dan beberapa makanan. Kita berbagi canda tawa bersama, menanti pergantian tahun dengan penuh tawa. Meski saat itu pikiranku dipenuhi Dilla, membuat semuanya terasa kurang.
Saat pergantian tahun tinggal beberapa detik lagi. Aku menatap ke langit yang cerah dihiasi bintang-bintang. Diiringi suara teriakan ratusan orang yang menghitung mundur menuju tahun baru. Aku dan Dilla berada di tempat yang beda, tapi aku yakin aku dan Dilla menatap langit yang sama dan memikirkan hal yang sama.
Saat detik terakhir di tahun 2010 telah lewat, pesta kembang api pun dimulai. Saat itu, aku langsung mengirim SMS pada Dilla.
"Selamat tahun baru sayang. Aku mau di tahun ini kita bisa buka lembaran baru, memulai kisah yang baru, aku mau kamu jadi pacar aku lagi. Aku sayang kamu."
Tak lama, Dilla langsung membalas pesanku.
"Maaf Van, aku nggak bisa." Balas Dilla. Aku sangat kaget. Tak mungkin jika selana ini Dilla hanya memberiku harapan kosong. Apa dia akan menganggapku sebagai kakaknya lagi? Aku tak mau.
"Hah? Kenapa?" Kubalas.
"Sekarang, aku nggak bisa nolak kamu."
Ah, ternyata Dilla hanya membuatku kaget, aku bernafas lega. Ternyata Dilla menerimaku lagi, dan sekarang Dilla resmi menjadi pacarku lagi, di tahun baru, lembaran baru. Ini akan menjadi malam pergantian tahun yang tak akan pernah kulupakan seumur hidupku.
Aku tersenyum menatap langit yang dihiasi ratusan kembang api yang seakan ikut merayakan hari jadiku dengan Dilla. Banyangan Dilla memenuhi pikiranku saat ini. Andai dia ada disisiku, aku akan memeluknya, mencium keningnya, menatap matanya lebih dalam, lalu berkata dengan lembut bahwa aku sangat mencintainya.
"Terimakasih Tuhan, terimakasih Dilla. Aku tak tahu lagi harus berkata apa. Hari ini, aku lebih dari sekedar bahagia."

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang