Hubunganku dengan Dini sudah berjalan sampai hari ketiga. Dini selalu bilang bahwa dia sangat menyayangiku, tapi aku tak tahu harus percaya atau tidak. Aku merasa Dini sangat jauh berbeda dari Dilla. Dini memang baik, tapi cara dia menyayangiku tak seperti Dilla. Aku merasa lebih nyaman bersama Dilla. Aku kurang suka pada Dini yang selalu posesif. Aku sudah seperti prajurit yang harus selalu lapor pada komandannya setiap pergi kemanapun, tak jarang juga dia melarangku pergi bermain. Meski aku pergi dengan lelaki, Dini selalu marah. Aku tak mungkin kuat jika harus terus seperti ini. Kekesalanku menemui puncaknya ketika aku akan pergi ke warnet.
Aku tak membalas SMS Dini dari tadi, lalu dia menelponku.
"Kamu dimana sih? Di SMS nggak bales terus." Nada bicara Dini terdengar jelas bahwa dia sedang merasa kesal.
"Aku lagi di jalan." Kujawab.
"Mau kemana sih? Perasaan kamu pergi-pergian terus, aku aja nggak kemana-mana." Kata Dini.
"Mau ke warnet, bosen diem di rumah terus." Kataku.
"Kamu lebih pentingin itu ya daripada aku?"
"Nggak juga, kamunya aja berlebihan." Kataku dengan nada yang datar.
"Kamu sayang nggak sih sama aku?" Tanya Dini semakin kesal.
"Kalau kamu posesif terus, aku nggak bisa terus sayang sama kamu."
"Terus mau kamu apa?"
"Kita udahan aja deh, aku capek kaya gini terus. Kamu nggak pernah bisa ngerti aku, selalu aja ngelarang aku ngelakuin apa yang aku mau. Aku nggak bisa kaya gini terus Din, aku nggak mau kalau harus terus nurutin kamu." Kataku sedikit menyentak.
"Kamu bener-bener mau putus? Oke, jangan nyesel Van." Ancam Dini.
"Nyesel? Nggak akan deh kayanya, aku yakin banget." Kataku.
"Kamu nggak tahu kan kalau...." Belum selesai Dini bicara, aku langsung menutup telponnya. Aku sudah tak mampu memendam kesalku, Dini itu tipe wanita yang selalu mengekang. Dia sangat berbeda dari Dilla. Dini tak pernah bisa lebih baik dari Dilla. Dini memang cantik, populer di sekolah, tapi jika harus menyiksa diri seperti ini, aku lebih memilih untuk menyendiri. Dini berulang kali mencoba menelponku, dia memperingatiku untuk tidak menyesal, tapi sepertinya dia sendiri yang merasa menyesal. Aku tak menjawab telponnya, aku sedang asyik dengan komputer yang selalu jadi pacarku yang paling setia.
Beberapa hari setelah putus dari Dini, aku hidup baik-baik saja. Aku tak merasa sedih atau merasa kehilangan sedikitpun. Lagipula aku tak sungguh-sungguh menyayangi Dini, hanya untuk mengisi kekosongan saja dan meninggikan namaku di sekolah.
Sekarang, aku menumbuhkan harapanku pada Dilla lagi, aku mencoba mendekati Dilla lagi. Hubunganku dengan Dilla semakin hari semakin baik. Aku dan Dilla dekat lagi. Aku merasa Dilla akan segera kembali untukku. Aku merasa yakin, apalagi setelah mendengar kabar bahwa Dilla akan pindah sekolah ke sekolah yang letaknya satu lingkungan dengan sekolahku. Tentu saja hal itu akan membuat Dilla lebih dekat lagi denganku.
Hari ini, tanggal 10 oktober 2010, adalah hari dimana orang-orang meresmikan hari jadi mereka, karena tanggalnya yang bagus dan mudah diingat. Banyak sekali yang jadian di hari ini, termasuk Iyus. Iyus berhasil mendapatkan wanita yang sedang ia sukai dan resmi berpacaran di hari ini. Aku tak mau kalah, aku juga ingin seperti mereka.
Karena aku merasa Dilla sudah dekat lagi denganku, aku ingin mencoba mendapatkan Dilla lagi di hari ini. Aku merasa yakin dan sangat optimis.
Aku mencoba menembak Dilla lagi lewat SMS.
"Dilla."
"Apa Van?" Balas Dilla.
"Langsung aja ya, aku cuma mau bilang kalau sampai sekarang aku masih sayang sama kamu, aku nggak bisa lupain kamu, aku nggak bisa sayang sama orang lain, aku cuma bisa kaya gini sama kamu."
Perasaan yang sama seperti dulu saat pertama aku menembak Dilla sedang kurasakan lagi sekarang. Hatiku kembali berdebar menunggu jawaban Dilla.
"Tapi Van, maaf, aku juga sayang kamu, tapi sekarang aku cuma nganggep kamu sebagai kakak aku."
Ah, sial. Dilla menolakku, aku sangat kaget dengan jawabannya. Sejuta tanya menghampiriku. Mengapa Dilla menganggapku sebagai kakaknya? Aku merasa tak pernah menganggap Dilla sebagai adikku, lagipula aku tak mau. Bagiku, penolakan ini tak masuk akal. Aku mencoba membalas SMS Dilla.
"Iya deh nggak apa-apa. Berarti kamu cewek kedua yang nolak aku hari ini, yang nerima aku udah empat cewek. Sekarang tanggalnya bagus, aku lagi nembak banyak cewek, hehe."
Aku sengaja berbohong pada Dilla. Aku tak mau merasa malu karena Dilla menolakku, aku beralasan bahwa Dilla bukanlah satu-satunya wanita uang kutembak hari ini.
Tak lama, Dilla membalas pesanku.
"Ih, nggak ada kerjaan."
"Maaf, lagi iseng aja."
"Untung aku nggak nerima kamu."
"Haha iya deh maaf."
Saat itu, Dilla percaya bahwa aku memang menembak banyak wanita. Tapi kenyataannya, aku hanya menembak Dilla, dan dia menolakku. Aku merasa dijatuhkan ke dasar jurang. Sepertinya Dilla sudah tak pernah menginginkan aku sebagai pacarnya. Mungkin aku terlalu berharap lebih.
Malam harinya, aku menulis status di akun facebookku. "Skor akhir 8-3" Maksudnya adalah, hari ini ada delapan wanita menerimaku, dan ada tiga orang menolakku. Dillapun mengomentari statusku itu. "Nggak ada kerjaan."
Perasaanku sebenarnya sangat sedih, Dilla enggan menerimaku lagi dengan alasan yang bagiku sangat tak masuk akal. Tapi entah mengapa, tak pernah terlintas di pikiranku untuk menyerah, berhenti mengharapkan Dilla, menjauh darinya, melupakannya. Sejauh ini, aku tak pernah punya niat seperti itu. Mungkin rasa cintaku untuk Dilla telanjur besar, tak dapat dikalahkan apapun. Aku tak pernah jatuh cinta sekeras ini. Aku tak pernah berharap punya perasaan seperti ini bila kenyataannya Dilla tak pernah bisa terus bersamaku. Kuharap rasa ini bisa mati jika aku harus terus tersakiti.
Hari ini, akan kuingat sebagai hari pertamaku ditolak wanita. Dilla adalah pacar pertamaku, cinta pertamaku, wanita yang pertama kali membuatku patah hati, dan sekarang dia menjadi wanita pertama yang menolakku. Harusnya di tanggal bagus ini, aku dan Dilla bersatu lagi, tapi kucoba sabar, kupikir Tuhan sedang siapkan cerita yang lebih indah lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Karma
Любовные романыBeberapa part terakhir di private. "Karena sekuat apapun cinta terakhirmu, kamu takkan pernah benar-benar bisa lupa pada cinta pertamamu." Ya, aku setuju dengan kalimat itu. Sampai sekarang aku tak bisa lupakan Dilla, yang dulu pernah kuperjuangkan...