Hari baru

1.4K 57 2
                                    

Hari ini adalah hari pertamaku di SMA. Sekolah baru, teman baru, suasana baru, semua serba baru. Meski tak ada lagi Dilla yang bisa kutatap semauku saat belajar, yang bisa kunikmati cemberut lucunya saat dia serius belajar, yang selalu membuatku rindu akan senyumnya. Sampai saat ini, sejuk senyumnya masih hadir dalam tiap denyut jantungku, seberapapun aku mencoba mengurungnya dalam rasa sakit hatiku. Senyum yang kadang menjadi duri dalam nadiku, dan kadang pula menjadi alasanku untuk tetap menyayanginya.
Aku kehilangan separuh jiwaku. Aku tak begitu bersemangat di hari pertama sekolah ini.
Aku menemukan teman-teman baru yang asyik, juga wanita-wanita cantik di Sekolahku. Tapi tetap saja, mata, hati, dan pikiranku mencari Dilla yang jelas-jelas tak ada disana.
Aku masih tak menyangka akan berakhir seperti ini, aku tak menyangka Dilla membuangku begitu saja.
Hari itu, aku sedang menunggu pembagian kelas. Aku berjumpa lagi dengan teman-teman SMPku yang ternyata masuk ke sekolah yang sama denganku. Aku juga melihat banyak sekali lelaki dan wanita yang duduk berduaan. Sepertinya mereka berpacaran, aku sangat iri pada mereka. Andai saja aku bisa seperti mereka di hari pertama sekolah. Harusnya aku masih bersama Dilla, dan sekolah di tempat yang sama. Tapi itu jadi salah satu mimpiku yang baru saja hancur kemarin.
Setelah pembagian kelas selesai, aku memilih tempat duduk yang posisinya sama dengan Dilla saat di SMP. Aku rindu Dilla, sangat sulit buatku untuk bisa melupakannya begitu saja. Harusnya aku bisa bersenang-senang di suasana baru seperti ini. Tapi hatiku sedang dalam keadaan yang tak baik, aku memilih untuk diam saja di tempat dudukku sambil membayangkan Dilla ada di sampingku. Aku sedih. Banyak orang bilang, lelaki tak pantas untuk terlalu lama bersedih, tapi kupikir apa yang kulakukan masih wajar, manusiawi. Jika semua orang tahu apa yang baru saja terjadi padaku, mereka pasti akan mengerti.
Sahabatku, Rey, mengetahui apa yang baru saja terjadi padaku. Rey tahu bahwa aku sedang patah hati. Rey terus memberiku semangat. Rey berkata bahwa wanita seperti Dilla sangat tak pantas untuk kurisaukan, karena masih banyak wanita diluar sana yang bisa lebih baik dari Dilla. Ya aku memang setuju dengan apa yang dikatakan Rey. Aku hanya butuh waktu, untuk bisa melawan perasaan ini, lalu menghapusnya sedikit demi sedikit.
Aku mencoba untuk mencari kesibukan yang bisa membuatku lupa pada Dilla. Aku kembali ke dunia game, dan aku mulai memiliki hobi baru. Teman baruku, Ariq, memperkenalkan aku pada dunia musik yang seketika membuatku tertarik untuk menekuni dunia musik. Aku ingin melampiaskan rasa sakit hatiku pada sesuatu yang positif.
Setiap pulang sekolah, aku dan teman-teman baruku selalu nongkrong di warung yang hanya berjarak puluhan meter dari Sekolahku. Sejujurnya, tempat itu adalah tempat yang membuatku sedikit nakal, aku mulai merokok. Saat di warung itu, ada salah satu temanku menghampiriku, aku belum terlalu mengenalnya. Seingatku, namanya Iyus.
"Van, ada yang nanyain." Kata Iyus, lalu Iyus duduk di sampingku.
"Siapa?" Kutanya.
"Indri, anak perkantoran." Jawab Iyus.
"Nanyain apa?" Kutanya lagi.
"Dia minta nomor kamu."
"Oh. Jangan dulu deh." Kataku.
"Kenapa? Lumayan Van, cantik dia."
"Nanti aja, jangan sekarang." Kataku.
"Iya deh, tapi kalau kamu nggak suka mainin aja." Kata Iyus.
"Mainin gimana maksudnya?"
"Pacarin aja, tapi jangan pake hati, iseng aja." Kata Iyus.
"Haha, jangan deh kasihan."
"Zaman sekarang nggak usah kasihan sama cewek. Nggak jarang juga kan cewek mainin cowok? Belajar jahat sedikit lah, nggak ada salahnya." Kata-kata Iyus membuatku ingat pada Dilla. aku memang merasa dipermainkan, karena Dilla meninggalkanku tanpa alasan yang jelas. Harusnya aku tak terlalu menyayangi Dilla, agar tak akan sesakit ini saat semuanya berakhir. Ternyata, melepas cinta tak pernah semudah saat mengukirnya, dan ini sangatlah sakit. Aku sudah tak mau lagi jadi orang yang baik, sangat percuma jika balasannya seperti ini. Aku mulai berpikir bahwa apa yang dikatakan Iyus ada benarnya juga. Tapi aku belum mau melakukan itu. Tunggu saja, jika Dilla tak kembali dan membuat harapanku hancur, mungkin disitulah aku akan berpindah ke lain hati.
Tak terasa, sudah hampir satu bulan aku menyendiri. Menanti asa yang tak kunjung tiba, Dilla benar-benar pergi. Mungkin Dilla sudah tak membutuhkan aku di hidupnya. Mau tak mau, perlahan, kubuang semua harapanku, kulupakan segala tentang Dilla, dan aku mulai bisa membiasakan diri tanpa Dilla.
Aku tak bisa terus begini, aku harus bisa jadi orang yang jahat. Tak usah pedulikan perasaan siapapun. Seperti Dilla yang tak pernah mau mengerti perasaaku saat Dilla memutuskan untuk pergi dari hidupku.
Ini kehidupan baruku. Aku mencoba membangkitkan diri dari keterpurukan yang menyiksa ini. Sulit itu pasti, tapi aku harus bisa melihat diriku yang bahwa aku lelaki. Aku harus tangguh, jangan rapuh. Kan kusambut baik hari baruku, cara pandang ku yang baru, aku pasti bisa tanpa Dilla, harus bisa. Aku tak boleh membuang waktuku untuk terus berharap pada wanita yang tak mengharapkanku. Aku akan berjuang keras semampuku untuk melepas Dilla.
"Selamat tinggal Dilla, dan selamat datang hari baruku."

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang