Sendiri

1.2K 58 2
                                    

Aku mulai menjalani hari-hariku tanpa sambut Dilla lagi, tanpa canda tawa Dilla lagi. Berat memang, tapi inilah resikonya. Aku harus tanggung jawab atas apa yang telah kulakukan.
Untuk sekarang, aku memilih untuk sendiri, mencari kepuasan dari duniaku sendiri. Aku tak ingin berpacaran dulu, aku takut menyakiti lebih banyak orang lagi.
Beberapa minggu setelah putus, aku tahu Dilla sedang dekat dengan seseorang berinisial "T". Aku curiga pada seseorang bernama Teguh. Teguh adalah teman sepermainannya Dilla, tapi tidak satu sekolah dengan Dilla. Selain itu, aku juga tahu bahwa Dilla dan Asyari dekat lagi, aku sering melihat mereka berinteraksi di facebook. Jika ada yang bertanya, apakah aku cemburu? Tentu saja jawabanku, Iya. Aku tak mengerti apa yang kurasa. Aku tak boleh egois, aku harus biarkan Dilla pergi mencari kebahagiaannya sendiri, begitupun aku. Tapi aku tak pernah berhenti menyayangi Dilla, dan aku tak akan pernah mau. Aku masih memperhatikan Dilla, aku diam-diam mencarinya di Sekolah, karena hanya dengan melihatnya, aku bisa tersenyum. Aku juga selalu mencari tahu tentang siapa yang sedang dekat dengan Dilla. Bagaimanapun keadaannya, Dilla itu bukan hanya pacar pertamaku, tapi Dilla juga adalah cinta pertamaku. Sampai sekarang, aku tak pernah berani melepas foto Dilla dari dinding kamarku, apalagi melepas Dilla dari hati dan ingatanku, aku tak pernah merasa kuat untuk melakukan itu.
Aku selalu mencoba menjalani hari-hariku dengan ceria, tanpa membuat Dilla pergi dari hati dan ingatanku. Sekarang, aku lebih aktif di bidang musik. Aku mulai belajar beberapa alat musik. Warnet bukan lagi jadi tempat nongkrongku, tempat nongkrongku sekarang di Studio. Bergaul dengan anak-anak yang mengerti musik, sedikit demi sedikit mencuri ilmu dari mereka. Aku pernah berjanji pada diriku sendiri, jika nanti aku sudah mahir main alat musik, aku akan membuatkan satu lagu untuk Dilla, bahkan mungkin lebih.
Beberapa bulan setelah putus, aku mencoba kembali berkomunikasi dengan Dilla, meski sekedar saling tanya kabar. Sampai detik ini, aku masih menyayangi Dilla seperti dulu, tak pernah berkurang sedikitpun. Tapi aku belum mau untuk membawa Dilla kembali ke pelukku, aku takut menyakitinya lagi, aku tak mau itu terjadi.
Mungkin selama ini Dilla menganggap bahwa aku cuek dan tak sedikitpun peduli padanya, tapi kenyataannya aku tak pernah berhenti memperhatikannya. Aku juga pernah mendengar bahwa Dilla berpacaran dengan teman sekolahnya. Aku cemburu, tapi aku tak mau terlalu mencari tahu tentang lelaki itu, aku tak mau membuat keadaan jadi berantakan.
Suatu hari, setelah ujian kenaikan kelas, aku dan teman-teman sekolahku pergi bermain ke tempat wisata di daerah Lembang. Tempat yang pernah aku kunjungi dulu bersama Dilla. Dan anehnya, teman-temanku memilih untuk duduk di tempat yang sama dengan tempat aku dan Dilla duduk berdua waktu dulu. Tentu saja hal itu membuat aku rindu pada Dilla, tapi aku tak boleh bilang pada Dilla bahwa aku merindukannya, aku yakin kenyamanannya akan terganggu jika aku melakukan itu.
Saat itu, aku selalu membawa pisau lipat kecil yang selalu kusimpan di tasku. Aku tau itu dilarang, tapi aku merasa barang itu selalu berguna. Dan sekarang, pisau lipat itu berguna lagi. Aku mengukir sebuah tulisan di sebuah tempat aku duduk yang terbuat dari bambu.
"Pernah bahagia disini."
Aku berharap tulisan itu tak akan pernah terhapus oleh apapun, dan semoga tempat wisata itu tak melakukan banyak renovasi.
Suatu malam, aku sedang bersama Iyus, dan aku merasa bosan. Aku mengajak Iyus untuk berkeliling kota dengan motorku. Saat aku melewati gapura perumahan Dilla, aku berhenti.
"Kenapa berhenti?" Tanya Iyus.
"Lewat rumah Dilla yuk, aku kangen." Kataku.
"Ngapain?" Tanya Iyus lagi.
"Lewat doang." Kujawab.
Lalu aku melajukan motorku untuk melewati rumah Dilla. Saat itu, aku melihat ada beberapa orang di lantai dua. Setahuku, kamar Dilla di lantai dua. Andai saja aku tak punya malu, aku sudah berteriak agar Dilla keluar dari kamarnya.
Sejak saat itu, aku jadi sering lewat ke rumah Dilla dengan sengaja. Aku hanya ingin sedikit mengobati rasa rindu, semoga masih bisa di anggap wajar. Aku bersyukur, bisa hidup baik-baik saja meski tanpa Dilla. Tapi aku yakin suatu saat dia akan kembali lagi.
Saat tahun baru 2012, aku melihat Dilla menulis status di facebooknya.
"Happy Anniversary 1 Year."
Itu untukku, aku sangat yakin. Aku tahu Dilla masih menyayangiku, dan aku juga berharap Dilla tahu bahwa aku juga masih menyayanginya. Tapi aku merasa belum saatnya untuk kembali, aku masih harus berpetualang mencari kesenanganku sendiri.
Suatu hari, Iyus bertanya padaku.
"Udah berapa bulan sendiri Van?"
"Lumayan. Aku sendiri, tapi nggak bener-bener sendiri, masih ada Dilla disini." Kataku lalu menunjuk ke hatiku.
Iyus selalu jadi tempat terbaik untuk mencurahkan isi hatikh tentang Dilla.
"Kira-kira Dilla masih sayang aku nggak ya?" Kutanya Iyus.
"Kayanya masih, buktinya dia nulis status di facebooknya kan kemarin?" Kata Iyus.
"Aku kangen dia Yus." Kataku.
"Iyalah, pasti, kelihatan banget kok, tiap pergi kemana-mana pasti Dilla lagi, Dilla lagi. Kamu nggak mau coba deketin dia lagi emang?" Tanya Iyus.
"Belum waktunya Yus." Kataku.
"Kamu pernah bilang kalau kamu pengen puas sama dunia kamu sendiri, emang adanya Dilla bikin kamu keganggu?"
"Nggak sih, cuma aku takut kaya dulu, jadi sering tinggalin dia, nggak peduliin dia." Kataku.
"Salahnya kamu disitu Van, kalau kamu sayang sama Dilla, kamu pasti tahu mana yang harus kamu utamain." Kata Iyus.
"Terus aku harus gimana sekarang?" Tanyaku.
"Nggak tahu ah, pusing." Kata Iyus.
Aku berharap Dilla mau menunggu, aku masih belum hidup dengan cara yang baik, aku tak mau Dilla terkena imbasnya, lalu sakit hati lagi seperti dulu.
Hampir satu tahun aku dan Dilla berpisah. Aku menyayanginya, aku merindukannya, dan aku sangat yakin dia merasakan hal yang sama. Seperti inilah kita sekarang, saling memendam rasa dalam diam tanpa pernah tahu bagaimana cara untuk menyampaikannya. Aku dan Dilla selalu dekat, tanpa ada sekat yang menghalangi. Tapi saat ini aku dan Dilla seperti dua orang asing yang tak kenal satu sama lain. Aku tahu ini salahku, tapi aku yakin, Tuhan selalu punya cara untuk menyatukan kita lagi, tapi tidak untuk sekarang. Aku janji akan kembali saat diriku benar-benar siap, saat aku mampu nelawan egoku dan sifat burukku. Dilla itu mahakarya Tuhan, harusnya aku tak menyakitinya. Jika saatnya datang, aku tak akan pernah melakukan hal yang sama.
Bagiku, Dilla adalah rumah, bukan berarti ragaku yang berada disana, tapi hatiku.
"Aku mencintaimu Dilla, andai ada kalimat yang lebih indah dari itu, pasti kan ku ucapkan. Tunggu aku pulang, tunggu aku kembali."

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang